Bebas Banjir Impian Seumur Hidup
Pengalaman warga yang bermukim di bantaran Kali Ciliwung tentang berbagai program pengendalian banjir yang tak kunjung jadi kenyataan, membuat mereka enggan membicarakan hal itu. Hidup tanpa banjir menjadi impian mereka seumur hidup. Gagasan pembangunan Tirta Sangga Jaya mungkin salah satu jalan keluar.
Warga masyarakat yang bermukim di bantaran Kali Ciliwung ternyata tidak begitu suka mendengar hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian banjir. Ada dua faktor yang memicu ketidaksukaan warga. Pertama, program pengendalian banjir dikhawatirkan akan menggusur tempat tinggal mereka. Kedua, janji-janji pemerintah untuk membenahi bantaran Kali Ciliwung tidak pernah terwujud.
Warga kecewa terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena pada satu sisi menakuti warga dengan rencana-rencana. penggusuran. Di sisi lain, mereka wring dijejali janji-janji kosong tentang pembenahan bantaran Kali Ciliwung. Menurut para warga bantaran kali, pemerintah DKI Jakarta sudah pernah merencanakan pembangunan tembok sepanjang Kali Ciliwung untuk menghindari pendangkalan. Juga direncanakan program penghijauan di sepanjang bantaran kali Ciliwung untuk menghindari penggerusan dinding sungai.
Pandangan skeptis warga diperlihatkan ketika berhadapan dengan wartawan Berita Indonesia. Tidak mengherankan, jika wartawan BI juga disambut sikap skeptis "Yang gitu-gitu sudah banyak lho mas! Biar saja tetap seperti ini," tukas seorang warga ketika wartawan BI menjelaskan maksudnya mencari rumah Ketua RT mereka.
Citra ini tentu menjadi faktor yang menyulitkan bagi BI ketika meminta pandangan masyarakat tentang penanggulangan banjir dengan model Tirta. Sangga Jaya. Perlu waktu yang cukup lama untuk memperoleh pengertian dari warga.
Ternyata Ternyata, dari beberapa Ketua RT yang ditemui, diketahui bahwa sikap skeptis warga merupakan wujud dari kekecewaan mereka terhadap penanggulangan banjir, sebuah impian besar yang tidak pernah terwujud selama ini. Berbagai program pemerintah untuk melindungi warga dari serangan banjir, sudah terdengar puluhan tahun, namun hingga kini tidak jelas juntrungannya.
Namun banjir bandang yang menimpa sebagian besar wilayah Jakarta, Bogor, Depok. Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) awal Februari 2007 lalu. membuat harapan bebas banjir semakin membesar. Beberapa warga yang sebelumnya dinyatakan enggan meninggalkan wilayah bantaran kali, kini sudah berbalik arah, berharap dapat pindah tempat tinggal. "Itu baru benar-benar banjir mas," kata Heri (30), penduduk RT.03 RW 03 Kampung Pulau Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. la bercerita kalau banjir awal Februari 2007 lalu sebagai banjir yang membuat masyarakat benar-benar menderita. Di wilayah mereka yang juga dikenal dengan Kampung Melayu Kecil, terjangan banjir sudah merupakan bagian dari keseharian mereka. Tiba-tiba saja, air sudah menggenangi rumah mereka, karena Sungai Ciliwung meluap akibat banjir kiriman dari hulu.
"Kalau menggenang 50 cm sampai 1 meter saja, bukan banjir namanya. Genangan setinggi itu bisa muncul kapan saja. Jadi sudah kejadian sehari-hari dan masyarakat menjadi terbiasa," kata Endang Suherman (35), staf RT 03 sembari menjelaskan bahwa kawasan pemukimannya terlandai di kawasan Kampung Pulo.
Ia menambahkan banjir kemarin (awal Februari 2007) benar-benar dirasakan warga sebagai banjir sungguhan. Endang Suherman yang lahir dan besar di RT 03, mengaku baru pertama kali merasakan siksaan banjir yang sedemikian parah, "Seumur-umur saya belum pernah merasakan banjir separah itu," katanya.
Ketika disinggung gagasan Tirta Sangga Jaya, baik Endang Suherman maupun Heri, mengakuinya sebagai gagasan yang layak diperjuangkan untuk mencegah banjir seperti yang terjadi Febuari.
"Agar tau aja mas, rumah warga di sini baru benar-benar kering setelah tiga bulan. Lumpurnya saja satu meter tingginya," kata Endang Suherman sembari menjelaskan bahwa penderitaan pasca banjir yang mereka alami luput dari pemberitaan media massa.
Bagi warga Jakarta yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung, bebas banjir benar-benar sebuah barang mewah. Penderitaan mereka selama puluhan tahun diterjang banjir bandang dan lumpur, sudah dikenal luas hingga ke mancanegara. Bahkan dengan penderitaan berkepanjangan itu pula, warga bantaran Kali Ciliwung mendapat kunjungan dari pesohor paling top, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Beberapa presiden, duta besar negara-negara sahabat, petinggi PBB maupun pimpinan Bank Dunia, sudah mengunjungi daerah ini. Beberapa presiden RI pun sudah bolak-balik mengunjungi mereka. Demikian juga dengan beberapa tokoh dunia, bahkan tidak tanggung-tanggung, ibu negara Amerika Serikat Hillary Clinton (saat itu) pun sudah mengunjungi daerah ini pada tahun 1990-an.
Akan tetapi, setelah semua itu berlalu, nasib warga bantaran Kali Ciliwung tetap tidak berubah. Hingga kini, harapan mereka menempati bantaran kali tanpa diusik banjir, ternyata masih ada. Harapan ini pun telah mereka tunggu selama puluhan tahun. Bahkan, bagi sebagian warga, penantian itu sudah menjadi impian sepanjang masa.
Kiranya tidaklah berlebihan jika gagasan Tirta Sangga Jaya, seperti menguatkan kembali harapan mereka untuk mendapatkan pemukiman bebas banjir. Dengan gagasan Tirta Sangga Jaya, cita-cita lama mereka, mungkin saja masih bisa saja diwujudkan.
Menjawab Impian
"Mungkin nggak ini dilaksanakan? Masih lama kali ini ya? Sepertinya, ini program jangka panjang," tukas mereka ketika melihat denah gagasan Tirta Sangga Jaya. Optimisme dari sejumlah Ketua RT di wilayah bantaran Kali Ciliwung pun langsung terlontar, setelah memahami konsep penanggulangan banjir ala Tirta Sangga Jaya. Bagi mereka, bisa saja TSJ menjadi jawaban dari impian mereka selama ini.
Namun demikian, sebagai gagasan yang baru dimunculkan, sudah barang tentu jika gagasan Tirta Sangga Jaya belum dipahami masyarakat secara utuh. Terlebih jika mereka juga belum pernah membaca penjelasan tentang gagasan Syaykh AS Panji Gumilang, pucuk pimpinan Lembaga Pendidikan Al-Zaytun, sebagaimana yang menjadi laporan utama Berita Indonesia (edisi 36). Sehingga wajar saja bila terjadi pemahaman yang kurang tepat.
Misalnya, ketika Tirta Sangga Jaya disebut sebagai proyek pembuatan sungai baru, di antara mereka ada yang langsung berpikir ke arah penggusuran besar-besaran di Jakarta. "Daerah mana aja yang mau digusur nih," seru Wawan (48), Ketua RT 15 RW 12, Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Namun setelah dijelaskan bahwa Tirta Sangga Jaya tidak berada di Jakarta, melainkan di wilayah Bodetabek, Wawan yang memimpin lebih dari 100 Kepala Keluarga (KK), baru mengungkapkan responnya. "Gagasan ini sangat baik, tapi sepertinya untuk jangka panjang ya?" katanya saat ditemui di rumahnya, Kamis (26/5).
Wartawan Berita Indonesia menjelaskan, jika dilihat dari sisi kebutuhan Jabodetabek, gagasan ini justru sangat mendesak.-Sebab, tanpa infrastruktur penanggulangan banjir yang memadai, Jabodetabek akan terns berlarut-larut dalam ancaman banjir. Bukan tidak mungkin banjir bandang seperti yang terjadi pada awal Februari 2007 lalu terus berulang setiap tahun.
"Harapan kita, gagasan ini dapat segera terwujud," imbuhnya. Ia juga berharap agar banjir yang terjadi pada awal Februari 2007 lalu tidak terulang kembali. "Saya sudah sejak lahir tinggal di sini, namun tidak pernah merasakan banjir sedahsyat itu," katanya sembari menunjuk bekas genangan air di dinding rumahnya yang setinggi 2 meter.
Ditanya alasannya mengapa gagasan Tirta Sangga Jaya disebut baik, Wawan yang mengaku masih sempat melihat keindahan aliran air Ciliwung tahun 70-an, menyatakan gagasan itu jauh lebih menyeluruh dibanding sekadar membenahi aliran Sungai Ciliwung. "Banjir Jakarta ini lebih banyak disebabkan luapan air dari Bogor. Walaupun Kali Ciliwung dibenahi, tanpa mengendalikan air dari Bogor, Jakarta akan tetap banjir," katanya.
Ia menambahkan, dengan konsep Tirta Sangga Jaya, ancaman banjir kiriman melalui Sungai Ciliwung sudah dapat dikontrol. Ia berharap agar gagasan ini bisa diwujudkan sesegera mungkin, sehingga banjir bandang yang terjadi pada awal Februari lalu, tidak terjadi lagi.
Dukungan yang sama juga diungkapkan Mulyadi (37), Ketua RT o6 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. "Kalau untuk kebaikan umum, saya dukung," katanya saat berbincang-bincang di rumahnya, Kamis (26/5). Menurutnya, dukungan terhadap pembangunan Tirta Sangga Jaya, bukan tidak beralasan.
Pokok Persoalan Tidak di Jakarta
Menurut Mulyadi, yang bermukim di bantaran kali sejak lahir, persoalan banjir yang menimpa Jakarta, khususnya di sepanjang aliran Sungai Ciliwung, justru tidak bersumber dari Jakarta sendiri, melainkan dari luar Jakarta, khususnya Bogor. Jadi, persoalan utama tidak berada di Jakarta, tetapi di daerah Bogor. Karena gagasan Tirta Sangga Jaya sudah menjangkau pengendalian aliran air dari Bogor, maka pembangunan Tirta Sangga Jaya menjadi gagasan yang harus didukung.
Lebih jauh, Ketua RT yang aktif mengampanyekan "jangan buang sampah ke kali" itu menjelaskan sebuah realitas Kali Ciliwung, yang mungkin tidak banyak diketahui orang Kalau Jakarta diguyur hujan selama 2 hari, mungkin daerah-daerah lain di Jakarta sudah terkena banjir, tetapi Kali Ciliwung sendiri justru tidakbanjir. Itu membuktikan bahwa sumber banjir di bantaran kali Ciliwung, bukan dari wilayah Jakarta, tetapi dari luar Jakarta. "Pengendaliannya pun bukan di Jakarta, tetapi di Bogor dan daerah sekitarnya," katanya.
Ketua RT yang melayani 125 KK yang bermukim di bantaran Kali Ciliwung itu mengungkapkan. "Kita sangat berterima kasih (kalau ada proyek penanggulangan banjir seperti ini), karena tidak mengganggu masyarakat yang ada di bantaran kali Ciliwung. Tetapi, maaf kalau seandainya proyek ini jadi dan kita terkena (penggusuran-red), kita juga merasa keberatan," katanya.
Sementara itu, Muhammad (59), Ketua RT o5 RW 12 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan, juga memberi pandangan yang sama "Kalau memang bisa ditanggulangi dengan seperti ini (Tirta Sangga Jaya-red), bagus sekali," katanya. Menurutnya, warganya tidak keberatan dengan pola seperti apa pun yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi banjir.
"Kami sebagai warga hanya menginginkan bagaimana agar tidak banjir," kata ketua RT yang melayani 120 KK warga di bantaran Kali Ciliwung ini. Ia menjelaskan bagaimana warganya bergelut menghadapi banjir bandang awal Februari lalu, hingga harus mengungsi. Bahkan lebih dari seminggu setelah puncak banjir, mereka tetap tidak bisa menempati rumahnya karena penuh dengan lumpur.
Sudah Jadi Tradisi
Di antara sejumlah pemukiman yang ada di bantaran Kali Ciliwung, kawasan paling, rawan banjir, sesungguhnya bagian dari kawasan daerah yang menjadi bagian wilayah Jakarta Timur. Kawasan yang menjadi bagian dari Kelurahan Kampung Melayu ini terdiri dari 2 RW, yang masing-masing dihuni 4000 warga. Daerah ini sering disebut dengan Kampung Melayu Kecil, walaupun nama administratifnya adalah Kampung Pulo.
Menurut Ketua RT o3 RW 03 Kampung Pulo R. Budi Budril, yang ditemui Berita, Indonesia di rumahnya yang bersisian dengan tepian Kali Ciliwung, mengatakan bahwa warganya sudah terbiasa dengan banjir. "Boleh dibilang sudah menjadi tradisi," katanya Kamis (26/5).
Karena itu, langkah-langkah. apa pun yang diambil pemerintah untuk menghindar: banjir di bantaran Kali Ciliwung, pasti didukung. "Konsep ini (gagasan Tirta Sangga. Jaya-red) sangat kami dukung. Saya secara pribadi melihatnya (desain-red) sudah. bisa mengendalikan banjir di wilayah Jabodetabek," katanya sembari menekankan bahwa hal yang paling penting adalah perwujudan gagasan itu sendiri.
"Warga di sini pun saya pikir akan sangat berterima kasih jika proyek ini benar-benar terwujud. Dengan adanya proyek pengendalian banjir seperti ini, kami akan bisa hidup dengan lebih tenteram," katanya. (Sumber Majalah Berita Indonesia – Edisi 39/2007).
Warga masyarakat yang bermukim di bantaran Kali Ciliwung ternyata tidak begitu suka mendengar hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian banjir. Ada dua faktor yang memicu ketidaksukaan warga. Pertama, program pengendalian banjir dikhawatirkan akan menggusur tempat tinggal mereka. Kedua, janji-janji pemerintah untuk membenahi bantaran Kali Ciliwung tidak pernah terwujud.
Warga kecewa terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena pada satu sisi menakuti warga dengan rencana-rencana. penggusuran. Di sisi lain, mereka wring dijejali janji-janji kosong tentang pembenahan bantaran Kali Ciliwung. Menurut para warga bantaran kali, pemerintah DKI Jakarta sudah pernah merencanakan pembangunan tembok sepanjang Kali Ciliwung untuk menghindari pendangkalan. Juga direncanakan program penghijauan di sepanjang bantaran kali Ciliwung untuk menghindari penggerusan dinding sungai.
Pandangan skeptis warga diperlihatkan ketika berhadapan dengan wartawan Berita Indonesia. Tidak mengherankan, jika wartawan BI juga disambut sikap skeptis "Yang gitu-gitu sudah banyak lho mas! Biar saja tetap seperti ini," tukas seorang warga ketika wartawan BI menjelaskan maksudnya mencari rumah Ketua RT mereka.
Citra ini tentu menjadi faktor yang menyulitkan bagi BI ketika meminta pandangan masyarakat tentang penanggulangan banjir dengan model Tirta. Sangga Jaya. Perlu waktu yang cukup lama untuk memperoleh pengertian dari warga.
Ternyata Ternyata, dari beberapa Ketua RT yang ditemui, diketahui bahwa sikap skeptis warga merupakan wujud dari kekecewaan mereka terhadap penanggulangan banjir, sebuah impian besar yang tidak pernah terwujud selama ini. Berbagai program pemerintah untuk melindungi warga dari serangan banjir, sudah terdengar puluhan tahun, namun hingga kini tidak jelas juntrungannya.
Namun banjir bandang yang menimpa sebagian besar wilayah Jakarta, Bogor, Depok. Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) awal Februari 2007 lalu. membuat harapan bebas banjir semakin membesar. Beberapa warga yang sebelumnya dinyatakan enggan meninggalkan wilayah bantaran kali, kini sudah berbalik arah, berharap dapat pindah tempat tinggal. "Itu baru benar-benar banjir mas," kata Heri (30), penduduk RT.03 RW 03 Kampung Pulau Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. la bercerita kalau banjir awal Februari 2007 lalu sebagai banjir yang membuat masyarakat benar-benar menderita. Di wilayah mereka yang juga dikenal dengan Kampung Melayu Kecil, terjangan banjir sudah merupakan bagian dari keseharian mereka. Tiba-tiba saja, air sudah menggenangi rumah mereka, karena Sungai Ciliwung meluap akibat banjir kiriman dari hulu.
"Kalau menggenang 50 cm sampai 1 meter saja, bukan banjir namanya. Genangan setinggi itu bisa muncul kapan saja. Jadi sudah kejadian sehari-hari dan masyarakat menjadi terbiasa," kata Endang Suherman (35), staf RT 03 sembari menjelaskan bahwa kawasan pemukimannya terlandai di kawasan Kampung Pulo.
Ia menambahkan banjir kemarin (awal Februari 2007) benar-benar dirasakan warga sebagai banjir sungguhan. Endang Suherman yang lahir dan besar di RT 03, mengaku baru pertama kali merasakan siksaan banjir yang sedemikian parah, "Seumur-umur saya belum pernah merasakan banjir separah itu," katanya.
Ketika disinggung gagasan Tirta Sangga Jaya, baik Endang Suherman maupun Heri, mengakuinya sebagai gagasan yang layak diperjuangkan untuk mencegah banjir seperti yang terjadi Febuari.
"Agar tau aja mas, rumah warga di sini baru benar-benar kering setelah tiga bulan. Lumpurnya saja satu meter tingginya," kata Endang Suherman sembari menjelaskan bahwa penderitaan pasca banjir yang mereka alami luput dari pemberitaan media massa.
Bagi warga Jakarta yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung, bebas banjir benar-benar sebuah barang mewah. Penderitaan mereka selama puluhan tahun diterjang banjir bandang dan lumpur, sudah dikenal luas hingga ke mancanegara. Bahkan dengan penderitaan berkepanjangan itu pula, warga bantaran Kali Ciliwung mendapat kunjungan dari pesohor paling top, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Beberapa presiden, duta besar negara-negara sahabat, petinggi PBB maupun pimpinan Bank Dunia, sudah mengunjungi daerah ini. Beberapa presiden RI pun sudah bolak-balik mengunjungi mereka. Demikian juga dengan beberapa tokoh dunia, bahkan tidak tanggung-tanggung, ibu negara Amerika Serikat Hillary Clinton (saat itu) pun sudah mengunjungi daerah ini pada tahun 1990-an.
Akan tetapi, setelah semua itu berlalu, nasib warga bantaran Kali Ciliwung tetap tidak berubah. Hingga kini, harapan mereka menempati bantaran kali tanpa diusik banjir, ternyata masih ada. Harapan ini pun telah mereka tunggu selama puluhan tahun. Bahkan, bagi sebagian warga, penantian itu sudah menjadi impian sepanjang masa.
Kiranya tidaklah berlebihan jika gagasan Tirta Sangga Jaya, seperti menguatkan kembali harapan mereka untuk mendapatkan pemukiman bebas banjir. Dengan gagasan Tirta Sangga Jaya, cita-cita lama mereka, mungkin saja masih bisa saja diwujudkan.
Menjawab Impian
"Mungkin nggak ini dilaksanakan? Masih lama kali ini ya? Sepertinya, ini program jangka panjang," tukas mereka ketika melihat denah gagasan Tirta Sangga Jaya. Optimisme dari sejumlah Ketua RT di wilayah bantaran Kali Ciliwung pun langsung terlontar, setelah memahami konsep penanggulangan banjir ala Tirta Sangga Jaya. Bagi mereka, bisa saja TSJ menjadi jawaban dari impian mereka selama ini.
Namun demikian, sebagai gagasan yang baru dimunculkan, sudah barang tentu jika gagasan Tirta Sangga Jaya belum dipahami masyarakat secara utuh. Terlebih jika mereka juga belum pernah membaca penjelasan tentang gagasan Syaykh AS Panji Gumilang, pucuk pimpinan Lembaga Pendidikan Al-Zaytun, sebagaimana yang menjadi laporan utama Berita Indonesia (edisi 36). Sehingga wajar saja bila terjadi pemahaman yang kurang tepat.
Misalnya, ketika Tirta Sangga Jaya disebut sebagai proyek pembuatan sungai baru, di antara mereka ada yang langsung berpikir ke arah penggusuran besar-besaran di Jakarta. "Daerah mana aja yang mau digusur nih," seru Wawan (48), Ketua RT 15 RW 12, Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Namun setelah dijelaskan bahwa Tirta Sangga Jaya tidak berada di Jakarta, melainkan di wilayah Bodetabek, Wawan yang memimpin lebih dari 100 Kepala Keluarga (KK), baru mengungkapkan responnya. "Gagasan ini sangat baik, tapi sepertinya untuk jangka panjang ya?" katanya saat ditemui di rumahnya, Kamis (26/5).
Wartawan Berita Indonesia menjelaskan, jika dilihat dari sisi kebutuhan Jabodetabek, gagasan ini justru sangat mendesak.-Sebab, tanpa infrastruktur penanggulangan banjir yang memadai, Jabodetabek akan terns berlarut-larut dalam ancaman banjir. Bukan tidak mungkin banjir bandang seperti yang terjadi pada awal Februari 2007 lalu terus berulang setiap tahun.
"Harapan kita, gagasan ini dapat segera terwujud," imbuhnya. Ia juga berharap agar banjir yang terjadi pada awal Februari 2007 lalu tidak terulang kembali. "Saya sudah sejak lahir tinggal di sini, namun tidak pernah merasakan banjir sedahsyat itu," katanya sembari menunjuk bekas genangan air di dinding rumahnya yang setinggi 2 meter.
Ditanya alasannya mengapa gagasan Tirta Sangga Jaya disebut baik, Wawan yang mengaku masih sempat melihat keindahan aliran air Ciliwung tahun 70-an, menyatakan gagasan itu jauh lebih menyeluruh dibanding sekadar membenahi aliran Sungai Ciliwung. "Banjir Jakarta ini lebih banyak disebabkan luapan air dari Bogor. Walaupun Kali Ciliwung dibenahi, tanpa mengendalikan air dari Bogor, Jakarta akan tetap banjir," katanya.
Ia menambahkan, dengan konsep Tirta Sangga Jaya, ancaman banjir kiriman melalui Sungai Ciliwung sudah dapat dikontrol. Ia berharap agar gagasan ini bisa diwujudkan sesegera mungkin, sehingga banjir bandang yang terjadi pada awal Februari lalu, tidak terjadi lagi.
Dukungan yang sama juga diungkapkan Mulyadi (37), Ketua RT o6 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. "Kalau untuk kebaikan umum, saya dukung," katanya saat berbincang-bincang di rumahnya, Kamis (26/5). Menurutnya, dukungan terhadap pembangunan Tirta Sangga Jaya, bukan tidak beralasan.
Pokok Persoalan Tidak di Jakarta
Menurut Mulyadi, yang bermukim di bantaran kali sejak lahir, persoalan banjir yang menimpa Jakarta, khususnya di sepanjang aliran Sungai Ciliwung, justru tidak bersumber dari Jakarta sendiri, melainkan dari luar Jakarta, khususnya Bogor. Jadi, persoalan utama tidak berada di Jakarta, tetapi di daerah Bogor. Karena gagasan Tirta Sangga Jaya sudah menjangkau pengendalian aliran air dari Bogor, maka pembangunan Tirta Sangga Jaya menjadi gagasan yang harus didukung.
Lebih jauh, Ketua RT yang aktif mengampanyekan "jangan buang sampah ke kali" itu menjelaskan sebuah realitas Kali Ciliwung, yang mungkin tidak banyak diketahui orang Kalau Jakarta diguyur hujan selama 2 hari, mungkin daerah-daerah lain di Jakarta sudah terkena banjir, tetapi Kali Ciliwung sendiri justru tidakbanjir. Itu membuktikan bahwa sumber banjir di bantaran kali Ciliwung, bukan dari wilayah Jakarta, tetapi dari luar Jakarta. "Pengendaliannya pun bukan di Jakarta, tetapi di Bogor dan daerah sekitarnya," katanya.
Ketua RT yang melayani 125 KK yang bermukim di bantaran Kali Ciliwung itu mengungkapkan. "Kita sangat berterima kasih (kalau ada proyek penanggulangan banjir seperti ini), karena tidak mengganggu masyarakat yang ada di bantaran kali Ciliwung. Tetapi, maaf kalau seandainya proyek ini jadi dan kita terkena (penggusuran-red), kita juga merasa keberatan," katanya.
Sementara itu, Muhammad (59), Ketua RT o5 RW 12 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan, juga memberi pandangan yang sama "Kalau memang bisa ditanggulangi dengan seperti ini (Tirta Sangga Jaya-red), bagus sekali," katanya. Menurutnya, warganya tidak keberatan dengan pola seperti apa pun yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi banjir.
"Kami sebagai warga hanya menginginkan bagaimana agar tidak banjir," kata ketua RT yang melayani 120 KK warga di bantaran Kali Ciliwung ini. Ia menjelaskan bagaimana warganya bergelut menghadapi banjir bandang awal Februari lalu, hingga harus mengungsi. Bahkan lebih dari seminggu setelah puncak banjir, mereka tetap tidak bisa menempati rumahnya karena penuh dengan lumpur.
Sudah Jadi Tradisi
Di antara sejumlah pemukiman yang ada di bantaran Kali Ciliwung, kawasan paling, rawan banjir, sesungguhnya bagian dari kawasan daerah yang menjadi bagian wilayah Jakarta Timur. Kawasan yang menjadi bagian dari Kelurahan Kampung Melayu ini terdiri dari 2 RW, yang masing-masing dihuni 4000 warga. Daerah ini sering disebut dengan Kampung Melayu Kecil, walaupun nama administratifnya adalah Kampung Pulo.
Menurut Ketua RT o3 RW 03 Kampung Pulo R. Budi Budril, yang ditemui Berita, Indonesia di rumahnya yang bersisian dengan tepian Kali Ciliwung, mengatakan bahwa warganya sudah terbiasa dengan banjir. "Boleh dibilang sudah menjadi tradisi," katanya Kamis (26/5).
Karena itu, langkah-langkah. apa pun yang diambil pemerintah untuk menghindar: banjir di bantaran Kali Ciliwung, pasti didukung. "Konsep ini (gagasan Tirta Sangga. Jaya-red) sangat kami dukung. Saya secara pribadi melihatnya (desain-red) sudah. bisa mengendalikan banjir di wilayah Jabodetabek," katanya sembari menekankan bahwa hal yang paling penting adalah perwujudan gagasan itu sendiri.
"Warga di sini pun saya pikir akan sangat berterima kasih jika proyek ini benar-benar terwujud. Dengan adanya proyek pengendalian banjir seperti ini, kami akan bisa hidup dengan lebih tenteram," katanya. (Sumber Majalah Berita Indonesia – Edisi 39/2007).
1 Comments:
Allahu Akbar...3X
Tinggikan Qur'anMu,Agungkan BumiMu,Muliakan UmatMu Ya Allah.
Puji Syukur Kpd Allah SWT, Sholawat Bagi Rosulullah Muhammad SAW (yang bersahaja dan cinta umat)atas ajaran Islam yang kita peluk
Saya sebagai Umat selalu berdoa kebangkitan Islam diakhir jaman ini lekas datang adanya,doa umat Untuk Al Zaytun.
Alangkah baiknya Umat yang selalu berdoa dan berusaha untuk beribadah ini juga ikut dipupuk dan bangun seperti Bumi Zaytun, seperti halnya UKM untuk berwiraswasta
karena kami disini banyak yang pengangguran,keluarga kami anak isteri kekurangan/minim akan makanan,kesehatan,pakaian dan tempat tinggal (bersabar dan beribadah meski hidup menderita)
Cintanya Rosulullah kepada umat melebihi cinta beliau kepada diri sendiri, anak dan isteri terbukti diakhir hayat beliau menyebut umati 3X
Tidur beliau tidak nyeyak dan selalu berlinang air matanya saat melihat umat menderita (karena umat juga sayang kepada beliau berjuang bersama-sama beliau) Rosul tidak akan melupakan umat
saat umat banyak yang tidak makan apakah beliau bisa menikmati Hidangan yang lezat padahal yang masuk keperut beliau adalah berasal dari umat
Saat umat tidak mendapat tempat tinggal yang layak bersama keluarganya,apakah Rosul tidak terpukul hatinya saat masih bisa hidup di rumah mewah bersama keluarga
Saat Umat menderita bersama keluarganya apakah rosul bertamasya ke luar negri dengan keluarga beliau,
rosul sangat peka hatinya sehingga matanya selalu lebam menangis memikirkan umat yang dicintainya
Dinul Islam ini mulia jika umatnya dimuliakan (diperhatikan baik Jiwa raga batinnya) karena ulil amri adalah pelayan umat
jika umat dilupakan dan tidak dilayani oleh ulil amri dimana letak kemuliaan rosul
Memang Semua Pembangunan itu hal Yang Utama Tapi Umat adalah yang Paling Utama
Karena semua yang ada ini berasal dari umat,
Dinul Islam Bukan Perusahaan pada Umumnya yang membesarkan hanya Pabriknya sendiri dibawah cucuran keringat pegawainya (meski pegawai masih digaji UMR) dan Pemimpin yang baik hasuslah Profesional dan mengerti akan umat di bandingkan dengan perusahaan yang lain
Tapi ajaran Islam peka terhadap masalah kemanusiaan, Rohmatan Lil Alamin membawa kesejahteraan bagi Umatnya, Tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari pada islam
Kita ini hanyalah manusia yang terbuat dari tanah semuanya pasti diminta pertanggung jawaban atas semua yang jadi kewajiban kita
Saya mohon sering-2lah memikirkan umat dng melihat kondisinya,tidak menutup mata atas penderitaan umat yang sudah bersusah payah dalam beribadah
Insya Allah jika umat diayomi dipelihara, diselesaikan segala persoalannya, pasti akan muncul timbal balik yang sangat dasyat dari perngorbanan umat untuk dinul islam yang berimbas pula pada kemajuan Din ini
Mohon maaf atas segala kealpaan saya, karena dengan terpaksa komentar ini saya sampaikan mengingat penderitaan ,jerit isteri tangis anak dan kesengsaraan umat ini yang sangat panjang jika diceritakan
umat tunggu sepak terjang Al Zaytun untuk Umat Islam Bangsa Indonesia yang sudah bersama-sama beribadah dengan Zaytun
Allahu Akbar...3X
Post a Comment
<< Home