Wednesday, May 28, 2008

“ Al-Zaytun lah Wujudnya … “

Group Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun

Perintis pesantren kita Saudagar Gujarat India. Kota Gresik pusat penyebarannya.
Kota gersang namun resik.
Wali pendirinya Syaykh Maulana Malik Ibrahim. Kota asri damai abadi. Kota tempat para wali Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya. Diteruskan santri gemilang.
Al-Zaytun lah wujudnya. Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya Diteruskan hamba perdamaian
Al -Zaytun lah wujudnya.

Itulah petikan lirik dari komposisi yang berjudul Pesantren Damai. Syaykh AI-Zaytun Panji Gumilang menulis sendiri liriknya, dengan aransemen Agung Setiawan salah seorang personil Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun. Kehadiran Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al- Zaytun punya keistimewaan sendiri. Keroncong yang mengkilap. Seni yang menawarkan banyak proses di dalamnya. Tidak saklek. Bisa ditekuk-tekuk aturan mainnya.

Mendengar sejumlah komposisi yang dibawakan Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun, seperti ada harapan untuk terus melestarikan jenis musik yang acap dikatakan "bikin ngantuk", redup, down tempo, atau sejumlah sangkaan yang serupa ini. Bisa dibayangkan, lagu Volare yang populer lewat permainan atraktif pemusik Latin, Gipsy Kings, meluncur dalam alunan cukulele, cakalele dan gitar bolong.

Lagu Volare yang kaya rhythm perkusi diformat dalam nada progres keroncong yang lazimnya dua kuplet itu. Volare dipapar dalam format irama yang jauh dari improvisasi dan tampil sedikit lebih kalem. Meski sedikit "mengkhianati" aturan bar pada musik rumba flamenco aslinya, tapi, masih bisa dikatakan keroncong. Itulah keroncong yang dimaksud mengkilap dalam Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun tadi.

Keroncong memang memiliki patron musik yang tak lazim di telinga anak sekarang. Perjalanan panjang sudah dialami keroncong di Indonesia. Sejak awal abad ke-16, di penghujung penguasaan bangsa Portugis, keroncong justru mulai disemai lewat "seni pemberontakan" kaum budak dan para opsir Portugis. Semacam hiburan kaum tertindas yang mirip dengan sejarah jazz di dataran Amerika. Benih musik yang tersemai di India, Maluku, dan kemudian menyebar hingga Minahasa, Filipina, Semenanjung Malaka, dan sampai juga ke tanah Jawa.

Dan, ketika kini benih musiknya berkecambah di tanah Al-Zaytun, evolusinya sudah sedemikian rupa. Keroncong Al-Zaytun bisa dikatakan sebagai keroncong kontemporer. Keroncong yang sudah mengalami proses sosialisasi. Kehadiran conga, triangle, dan keyboard bukan bertujuan mengkhianati patron musik aslinya. Ada semacam kepentingan mendesak untuk keperluan adaptasi.

Taktik ini bertujuan untuk lebih mudah masuk ke banyak telinga, terutama pendengar usia remajanya. Diperlukan banyak materi lagu (komposisi) yang populer, dan itu memerlukan tools untuk mencapai estetikanya. Keroncong Al-Zaytun adalah keroncong "formula" mutakhir antara pop dan world music. Istilah gampangnya seperti itu.
Jadi, jangan heran jika lagu Hey Jude (Beatles), Qurrata Ayun, atau lagu pop 8o-an Tak Ingin Sendiri terdengar dalam balutan keroncong. Mendayu-dayu tetap, tapi, ada yang bisa jadi alasan untuk disimak oleh pendengar yang lebih muda.

Cikal "Perdamaian"

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun adalah salah satu bentuk kegiatan seni yang resmi dibentuk pada 25.Januari 2002 silam. Komite Olah Raga dan Seni Ma'had Al Zaytun (KOSMAZ) menjadi koordinatornya. Pada saat itu, Lapangan Track Palagan Agung menjadi saksi bagaimana sebuah itikad berkesenian itu mulai disemaikan benihnya.

Ustad Anang Rifa'i yang waktu itu ditunjuk sebagai Koordinator Seni Bagian Keroncong menggaet Agung Setiawan dari Mahasiswa P3T ( Program Pendidikan Pertanian Terpadu ) untuk bergabung. Kemudian disusul sejumlah personil lain, Ust. Ciptadi Triwiharso dan Ust. Hari Pramono. Meski dengan instrumen yang masih sederhana, kegiatan keroncong berlatih dimulai.

Untuk menyemangati seni keroncong A]-Zaytun, KOSMAZ mengadakan Lomba Lagu Keroncong Al-Zaytun dalam rangka Syawal Cup II 2002 pada Juni 2002. Kehadiran 30 orang peserta dari seluruh civitas Mahad Al-Zaytun, menandakan animo yang lumayan besar untuk kegiatan seperti seni keroncong. Meskipun baru dalam tataran pesertanya masih guru dan karyawan, ada titik cerah untuk menambah personil dari proses lomba ini.

Sebagai pemenangnya adalah Ust. Luki Burhansyah dan Usth. Siti Mahmudah. Kemudian keduanya berkiprah sebagai personil Grup Keroncong Perdamaian Mahad AlZaytun hingga sekarang. Dan pada akhir November 2002, Ust.Budi Satrio bergabung sebagai personil tetap dengan kekuatan instrumen kontra bass, menggantikan posisi Ust.Ciptadi yang beralih pada biola. Dan mulailah riwayat sebuah alunan yang menyejukkan telinga itu meretas hingga sekarang.

Hampir di setiap event besar yang diselenggarakan oleh Ma'had Al Zaytun, seni keroncong kerap menyertainya. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 9 Mei 2003, Syaykh Al-Zaytun bertandang saat kegiatan seni keroncong ini latihan. Penamaan grupnya sendiri diberikan langsung dari pengasuhnya, Syaykh AlZaytun saat itu juga. Nama "Keroncong Perdamaian" diambil dari spirit lirik lagu Pesantren Damai yang diciptakan langsung oleh Syaykh.

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun sendiri adalah salah satu bentuk olahan dari ranch seni di Al-Zaytun. Santri terlibat langsung dalam setiap event baik yang besar maupun reguler, para santri menjadi on the spot audience. Di masa mendatang, cikal dari Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun yang sedang tumbuh berkembang ini ditentukan juga oleh oleh para on the spot audience-nya tadi. Para santri itulah yang akan menjadi salah satu penentu hidup matinya keroncong di Al-Zaytun.

Jika berhenti sampai di sini, kehadiran seni keroncong akan menjadi monumen. Mirip seperti TVRI yang terns merayap mempromosikan keroncong dari zaman ke zaman, puluhan tahun bergerilya mempertahankan keroncong hanya dalam tataran tradisi. Toh, tapi tetap saja masih jauh dari harapan pendengar mudanya.

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun punya peluang besar sebagai salah satu bentuk seni "bawah tanah" yang telah dibahas di artikel sebelumnya. Seni keroncong menjadi salah satu impuls seni yang kuat dalam komunitas "kedap" pengaruh luar ini. Setidaknya, setiap ada event, alunan keroncong menempati ruang inspirasi para santrinya. Jelajah seni para santrinya akan dipengaruhi lemah kuatnya keroncong Al-Zaytun. Gairah eksplorasi santri muda Al-Zaytun akan menjadi salah satu faktor penentu rembesnya pengaruh keroncong dalam proses hidup berkesenian mereka.

Para santri Al-Zaytun saat ini telah membentuk grup-grup kecil bentukan seni keroncong. Sekadar menyebut contoh, di luar Al-Zaytun sana, pemusik underground Bondan Prakoso telah memakai keroncong untuk memadukan musik hip-hop.

Diplomasi Seni

Dengan pendidikan yang mengacu pada standar kualifikasi internasional, Al-Zaytun menjadi komunitas siswa se-Nusantara dan mancanegara. Santri yang datang menimba ilmu, tidak hanya datang dari seantero Nusantara. Tapi, santri dari sejumlah negara pun tercatat sebagai civitas Mahad Al-Zaytun.

Kenyataan ini membuka peluang untuk terjadinya interaksi kuat antar bangsa dalam Al-Zaytun. Bukan hanya interaksi antar siswa, sejumlah tamu kenegaraan pun acap melakukan kunjungan ke Al-Zaytun. Tak heran, jika dalam sejumlah agenda kunjungan para duta negara asing, alunan musik keroncong menyertai acara perjamuan makan.

Sejarah mencatat bahwa seni sudah menjadi diplomasi yang ampuh. Alat untuk memperkenalkan identitas antar bangsa. Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun telah menjadi salah satu duta budaya Al-Zaytun. Mereka setia hadir menemani rehat tamu istimewa dan acara-acara besar. Tawaran yang pantas untuk mentasbihkan Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun sebagai duta seni.

Selain acara reguler tahunan seperti Pagelaran Seni Rihlah Ilmiah Mahad Al-Zaytun, agenda para koordinator santri dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Taiwan, Singapura, dan atau sejumlah Atase Budaya sejumlah negara yang Bering juga datang ke kampus untuk sekadar datang berkunjung atau meliput event-event penting yang terjadi di Ma'had Al-Zaytun. Mereka kerap mendapatkan sambutan musik keroncong.

Event lain yang pernah melibatkan Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun sebagai duta seni saat kunjungan Atase Politik Amerika Serikat pada 4 April 2003 telah memberikan sambutan yang luar biasa, sehingga mereka meminta Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun merekam jams session pada 18 Desember 2003 dan 22 Desember 2003 bertempat di lokasi latihan di Tribun Selatan Palagan Agung Lantai I.

Dan tepat di pengujung tahun 2004 sebelum pergantian ke tahun 2005, saat itu kunjungan Prof.Dr.Robert W.Hefner dari Universitas Boston Amerika Serikat yang memberikan ceramahnya di Meeting Room Wisma Tamu Al Ishlah Ma'had Al Zaytun. Semua personil disulap dalam kostum yang sangat formal. Kali ini mereka tidak mengenakan seragam grup yang biasa mereka kenakan. Jas formal membalut tampilan mereka yang mengkilap.

Begitupun saat Hendropriyono sebagai perwakilan Presider Megawati datang berkunjung ke Ma'had Al Zaytun pada 13 Mei 2003 silam mendapatkan siraman tembang kenangan Grup Keroncong Perdamaian di Meeting Room Wisma Tamu Al Ishlah.

Tidak hanya di dalam lingkungan Mahad Al-Zaytun, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun juga melawat ke sejumlah event di sejumlah kota. Untuk pertama kali penampilan mereka diuji di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN). Mereka datang atas undangan untuk mengisi acara hiburan Temu Alumni UIN Jakarta pada tanggal 17 Mei 2003. Lalu disusul pada bulan Juni 2004, penampilan Grup Keroncong Perdamaian Ma'had Al Zaytun dalam rangka Rihlah Ilmiah Pelajar Ma'had Al Zaytun.

Berturut-turut mulai tanggal 2 Juni 2004 di Semen Gresik, tanggal 3 Juni 2004 di Petro Kimia Gresik, tanggal 5 Juni 2004 di UNESA Surabaya, tanggal 8 Juni 2004 di UGM, tanggal 10 Juni 2004 di SMU Taruna Magelang dan tanggal 11 Juni 2004 di UNES Semarang, Jawa Tengah.

Sebagai duta seni, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun sudah mendapatkan posisi yang nyaman untuk terus eksis. Jadwal manggung, baik event besar atau reguler menjadi penanda betapa besar peranan seni dalam Al-Zaytun. Namun, keberadaan yang terkesan elitis ini perlu diperlunak dengan sosialisasi ke dalam. Para santri sebenarnya juga menjadi sasaran utama mereka. Para santri itulah pendengar sejatinya.

Jika lagu Volare sudah membuat shocking para santri hingga menyebut Usth.Kokom Komariah (solist/vokal) sebagai "Ustadzah Volare" artinya para santri masih menagih banyak lagi lagu yang bisa membuat mereka terkejut.

Bagaimanapun, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun sebagai duta seni sudah menjalankan misi mulia, menebar benih-benih seni. Mari kita ulang petikan lirik lagu Pesantren Damai yang ditulis langsung oleh Syaykh: Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya / Diteruskan santri gemilang /AI Zaytun lah wujudnya // Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya / Diteruskan hamba perdamaian Al Zaytun lah wujudnya //

Apapun bentuk seninya, Al-Zaytun sudah memberi ranah yang subur. Tinggal bagaimana benih itu berkecambah, dan tumbuh menjadi insan yang cerdas baik intelektual, emosional, dan spiritualnya. Mahad AlZaytun berupaya menghasilkan intelektual muda berhati mulia, dan tentunya dilambari cinta seni. Ya, di Al-Zaytun lah wujudnya.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 55 -2008

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Bisnis di Internet