HAM Kurikulum Non Gelar
Hak Asasi Manusia (HAM) seharusnya mulai dimasukkan ke kurikulum pendidikan non-gelar. Itu untuk menjawab betapa pentingnya pendidikan HAM bagi warga negara. Pasalnya, pelanggaran HAM masih saja terus bermunculan. “Kalau perguruan tinggi (PT) tidak ada juruan HAM atau mata kulia HAM, perlu dipikirkan bagaimana membuat kurikulum pendidikan HAM non gelar. Tidak perlu pendidikan formal, yang penting HAM sebagai pengetahuan secara komprehensif, bukan untuk mendapatkan gelar,” jelas Hamid Awaludin, menteri Hukum dan Hak Azasi Manusian (Menkum dan HAM) dalam seminar Pendidikan HAM di Balai Sidang UI Depok.
Hamid menambahkan, pendidikan di bidang HAM sangat diperlukan lantaran Indonesia sidah banyak meratifikasi konvesi HAM internasional yang mengatur HAM dari berbagai dimensi, maka harus dibicarakan secara sistematis. “Saat ini banyak yang meminta HAM perlu di pelajari di perguruan tinggi dan dimasukkan sebagai mata kuliah atau jurusan tersendiri. Nah, untuk merealisasikannya, bukan hanya mengacu secara formal yuridis tapi HAM juga harus dipelajari secara komprehensif dan holistik,” katanya.
Hamid menjelaskan, pembuatan kurikulum HAM di perguruan tinggi itu harus diperhatikan tiga hal. Pertama, teori tentang HAM harus relevan dengan keadaan waktu itu. Perlu juga konsep HAM dari sudut pandang filasafat dan lainnya. Kedua, harus dibuat mata kuliah khusus tentang HAM sesuai level tertentu. Misalnya di Fakultas Hukum akan dipelajari hukum internasional tentang HAM dan bagaimana HAM dari sudut pandang Hukum Tata Negara. “Terakhir, mata kuliah harus didesain dan diajarkan pada juruan HAM dan fakultas tertentu,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Mansyur Ramly, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas), mengatakan, kurikulum pendidikan HAM non-gelar perlu mendapat kajian terlebih dahulu. Sehingga akan diketahui apakah masyarakat membutuhkan atau bagaimana sebaiknya. Terkait kurikulum HAM di perguruan tinggi, Mansyur mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan pelajaran mengenai HAM dari tingkat SD sampai SMA dengan menetapkan standar kompetensi. “Nah, ini akan menjadi landasan perguruan tinggi membuat standarisasi kompetensi mengenai HAM dan ditentukan rektor masing-masing. Karena itu, perlu keikhlasan satuan pendidikan pada setiap perguruan tinggi,” katanya.
Di lain pihak, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Conny Semiawan mengatakan, dalam kurikulum HAM di perguruan tinggi hendaknya bukan hanya dihapalkan sehingga akan membuat pelajaran tersebut cepat dilupakan. “Jangan sampai terulang kejadian masa lalu, pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan P4 hanya dihapalkan. Akibatnya, penerapannya sangat jauh dari kenyataannya,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut Conny, dosen juga harus menguasai pengetahuan tentang HAM sehingga mampu mentranformasikan ilmu tersebut kepada mahasiswanya dengan baik. “Saya berharap memang seperti itu,” pungkasnya. (Sumber Indo.Pos - Selasa, 12 Desember 2006)
Hamid menambahkan, pendidikan di bidang HAM sangat diperlukan lantaran Indonesia sidah banyak meratifikasi konvesi HAM internasional yang mengatur HAM dari berbagai dimensi, maka harus dibicarakan secara sistematis. “Saat ini banyak yang meminta HAM perlu di pelajari di perguruan tinggi dan dimasukkan sebagai mata kuliah atau jurusan tersendiri. Nah, untuk merealisasikannya, bukan hanya mengacu secara formal yuridis tapi HAM juga harus dipelajari secara komprehensif dan holistik,” katanya.
Hamid menjelaskan, pembuatan kurikulum HAM di perguruan tinggi itu harus diperhatikan tiga hal. Pertama, teori tentang HAM harus relevan dengan keadaan waktu itu. Perlu juga konsep HAM dari sudut pandang filasafat dan lainnya. Kedua, harus dibuat mata kuliah khusus tentang HAM sesuai level tertentu. Misalnya di Fakultas Hukum akan dipelajari hukum internasional tentang HAM dan bagaimana HAM dari sudut pandang Hukum Tata Negara. “Terakhir, mata kuliah harus didesain dan diajarkan pada juruan HAM dan fakultas tertentu,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Mansyur Ramly, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas), mengatakan, kurikulum pendidikan HAM non-gelar perlu mendapat kajian terlebih dahulu. Sehingga akan diketahui apakah masyarakat membutuhkan atau bagaimana sebaiknya. Terkait kurikulum HAM di perguruan tinggi, Mansyur mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan pelajaran mengenai HAM dari tingkat SD sampai SMA dengan menetapkan standar kompetensi. “Nah, ini akan menjadi landasan perguruan tinggi membuat standarisasi kompetensi mengenai HAM dan ditentukan rektor masing-masing. Karena itu, perlu keikhlasan satuan pendidikan pada setiap perguruan tinggi,” katanya.
Di lain pihak, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Conny Semiawan mengatakan, dalam kurikulum HAM di perguruan tinggi hendaknya bukan hanya dihapalkan sehingga akan membuat pelajaran tersebut cepat dilupakan. “Jangan sampai terulang kejadian masa lalu, pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan P4 hanya dihapalkan. Akibatnya, penerapannya sangat jauh dari kenyataannya,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut Conny, dosen juga harus menguasai pengetahuan tentang HAM sehingga mampu mentranformasikan ilmu tersebut kepada mahasiswanya dengan baik. “Saya berharap memang seperti itu,” pungkasnya. (Sumber Indo.Pos - Selasa, 12 Desember 2006)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home