Tuesday, August 22, 2006

Saatnya Bertemu Guru

Sungguh sayang, jika pertemuan dengan guru diwakilkan pada om, tante bahkan pembantu. Ini pertemuan kedua Mustika dengan guru kelas Andin. "Saya jadi lebih paham harapan guru terhadap murid-murid di kelas baru ini," kata Mustika. Hampir sebulan Andin duduk dikelas empat SD. Mustika tak ingin gadiis mungilnya itu mengalami kesulitan belajar seperti di kelas tiga.

Tak seperti di kelas sebelumnya, kini Mustika merasa harus aktif berhubungan dengan guru. "Supaya semua kesulitan bisa dideteksi sejak dini," katanya. Hubungan antara orang tua dengan guru memang terkadang tidak bisa terlalu intensif. Lain halnya hubungan guru dengan murid, ataupun anak dengan orang tuanya.


Namun, "Sinergitas antara orang tua murid engan gurunya haruslah terjaga. Agar masing-masing pihak dapat merasa mempunyai tanggung jawab," ujar Dra Evita Adnan, doesen psikologi di Universitas Negeri Jakarta.

Tahu Lesson Plan

Sinergi yang dimaksud Evita di jalin lewat sikap, pengetahuan, dan perkembangan anak ketika di rumah ataupun di sekolah. Guru menjalankan tugasnya mendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Orang tua di rumah juga harus memantau perkembangan daya serap anaknya terhadap materi pelajaran di sekolah seta mengajarkan perilaku yang baik.

"Orang tua harus memerhatikan perkembangan si anak, dan juga harus mengetahui lesson plan yang diberikan oleh guru," kata Evita. Lesson plan yang dimaksud adalah rencana kegiatan belajar mengajar dari sekolah selama satu minggu, satu bulan, dan satu semester. Ia mengatakan, orang tua di rumah harus berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran seusai dari sekolah.

"Itu dapat dilakukan dengan membantu saat anak membuat PR atau tugas-tugas," ujar Evita. Dengan begitu, secara tidak langsung orang tua telah memnatu guru dan menjadi kepanjangan tangan dari guru, yang hanya bisa ditemui di sekolah. Sebaliknya seorang guru juga harus berperan memberikan contoh yang baik dan mengayomi bagi murid-muridnya.

Sayangnya, pertemuan yang terjadi antara orang tua dan guru terkadang hanya sewaktu penerimaan rapor, rapat, atau malahan ketika anak tersangkut maslah di sekolah. "Seharusnya pertemuan mereka tidak sebatas itu, mungkin karena kesibukan orang tua sehingga pertemuan itu jarang berlangsung," tutur Evita.

Pihak sekolah juga terkadang kurang memerhatikan hubungan guru dengan orang tua murid. Menurut Evita, minimal pihak sekolah mempunyai agendea khusus untuk membahas planning yang akan dicanangkan oleh sekolah bersama orang tua murid. "Dengan begitu orang tua juga dapat terlihat secara aktif dalam pendidikan di sekolah, dan banyak berkomunikasi dengan guru," ucap Evita.

Jangan Wakilkan

Guru, jelas Evita, merupakan penerus tanggung jawab dari orang tua, yang bekerja secara professional sebagai pendidik. Walaupun guru bertanggung jawab terhadap muridnya, tidak dapat dimungkiri sosoknya lebih sebagai pendidik yang lebih menekankan nilai akademik.

"Bisa kita bayangkan dengan sistem pendidikan di Indonesia di mana satu kelas jumlah muridnya rata-rata di atas 40 anak, maka apakah pendidikan dapat sepenuhnya efektif, kata Evita. Di sinilah dituntut peranan orang tua untuk membantu guru dalam mendidik anak-anak. Di masa kanak-kanak seperti TK dan SD, orang tua lebih banya berperan. "Peran orang tua sekitar 70 persen, dibandingkan guru," ucap Evita.

Lulusan pasca-sarjana Universitas Indonesia ini menyarankan para orang tua agar tidak melewatkan pertemuan denganpihak sekolah. Walaupun jarang, itu merupakan kesempatan untuk dapat berkomunikasi langsung dengan guru. "Yang banyak terjadi, kakaknya, om, atau tante, malahan kadang pembantunya yang datang mewakilinya. Orang tua harus sadar akan pentingya bertukar pikiran dengan guru," ungkapnya.

Pertemuan orang tua – guru dirancang untuk kepentingan akademik anak. Namun, baik orang tua maupun guru kerap merasakan perasaan yang bercampur aduk menghadapi pertemuan ini. Di satu sisi, guru menangani sekian puluh anak dengan beragam tugas mereka yang harus siap menghadapi pertanyaan mendetail dari orang tua tentang anak mereka. Di sisi lain, orang tua terkadang mempunyai harapan yang tidak realistis atas sang anak dan merasa guru tidak berusaha maksimal.

Dari berbagai sumber yang dikumpulkan menyarankan satu hal; peremuan dengan guru sebaiknya direncanakan dengan baik. Dalam keadaan sama-sama segar sehingga pembicaraan bisa difokuskan pada anak.

Pertemuan itu paling tidak diadakan setelah enam minggu tahun ajaran dimulai. Sebab, pada waktu itu orang tua sudah mengetahui masalah paling penting bagi anak. Jadi, tak perlu selalu menunggu pertemuan penerimaan rapor untuk bicara dengan guru kelas anak.

Melengkapi Informasi

Dalam pertemuan dengan guru, keterampilan komunikasi menjadi masalah penting. Sebab, jika tidak guru akan merasa "terancam" dan bisa ber bersikap defensive. Akhirnya, hubungan baik orang tua dan guru pun tertutup.

Karena itu, saran Marna Biederman, dalam Talking with the Teacher, "Sampaikanlah hal yang positif dulu, baru mempertanyakan guru." Misalnya, "Anak saya bilang, Bu Sri Paling enak kalau menjelaskan Sains."

Tak mudah bagi guru mengetahui secara detail pribadi puluhan murid-muridnya. Tapi, secara garis besar biasanya mereka tahu kekuatan dan kelemahan akademis murid. Meskipun begitu, guru perlu informasi lain untuk membantu melihat anak dengan sudut pandang baru. Peran orang tua adalah melengkapi informasi bagi guru.

Orang tua bisa mengungkap pada guru tentang buku favorit anak, acara televisi kesuakaannya, olahraga, hobi, dan musik yang digandrunginya. Jangan lupa juga menceriterakan tugasnya di rumah. Semakin banyak informasi yang dimiliki guru tentang anak, lebih baik lagi ia mengajarkannya.

Gunakan bahasa positif, bukan membela diri, saat mendeskripsikan "masalah" pada anak. Bagaimanapun, cara orang tua memandang anak akan memberi pengaruh besar pada cara guru memandang si anak.
(Sumber Harian Republika - Ahad, 13 Agustus 2006) (familyeducation.com)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Bisnis di Internet