Bukan Sekedar Alih Pengetahuan
Ketua Dewan Direktur Center for Moderate Muslim (CMM), KH Dr. Tarmizi Taher mengatakan, seperti diungkapkan pakar pendidikan, bahwa pendidikan Islam bukan sekadar transfer of knowledge atau transfer of tranining, melainkan lebih merupakan suatu sistem yang dibangun di atas landasan keimanan dan kesalehan yang terkait secara langsung dengan Tuhan.
Karena itu, kata Tarmizi, lembaga-lembaga pendidikan perlu melakukan perubahan pendekatan pembelajaran agama. Di samping itu, mereka juga harus mencoba merekonstruksi dan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan pada lingkungan masyarakat yang lebih luas. "Dengan demikian, akan terwujud humanisme agama dan solidaritas kemanusiaan," katanya.
Mantan Menteri Agama ini menilai bahwa sistem pendidikan Islam di sekolah-sekolah SMP dan SMA yang berasrama, seperti Al Kautasr Sukabumi, Madania dan lain-lain, sudah tergolong bagus. Tetapi, menurutnya, masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan pelajaran agama hanya selama dua jam seminggu. Ini sangat kurang. Karena itu, jika sekolah-sekolah tersebut menambah jam pelajaran agama hingga 6 atau 10 jam seminggu, tentu di luar jam kelas.
Membangun pendidikan di sekolah-sekolah Islam, kata dia, merupakan tantangan umat Islam secara keseluruhan, baik keluarga, guru, maupun pemerintah. Meski demikian, kita mesti memahami bahwa untuk tujuan itu, kekuatan pemerintah tidak maksimal. Karena itu, umat Islam dapat melakukan perencanaan secara bertahap dari satu provinsi ke provinsi yang lain.
Tarmizi menambahkan, untuk membenahi sistem pendidikan Islam, harus dimulai dari system pemerintah. Contohnya adalah Malaysia. Di sana, seorang menteri pendidikan adalah figur yang telah sukses di bidang pendidikan. Ini diperlukan karena dalam pendidikan memiliki banyak materi yang harus diajarkan. Di samping itu, ilmu pengetahuan terus berkembang, sehingga memerlukan metodologi dan iptek yang dipergunakan mendukung pendidikan tersebut, secara baik. "Jangan seperti yang terjadi di negeri kita, ada pameo, ganti menteri ganti kurikulum," ujarnya. (Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006)
Karena itu, kata Tarmizi, lembaga-lembaga pendidikan perlu melakukan perubahan pendekatan pembelajaran agama. Di samping itu, mereka juga harus mencoba merekonstruksi dan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan pada lingkungan masyarakat yang lebih luas. "Dengan demikian, akan terwujud humanisme agama dan solidaritas kemanusiaan," katanya.
Mantan Menteri Agama ini menilai bahwa sistem pendidikan Islam di sekolah-sekolah SMP dan SMA yang berasrama, seperti Al Kautasr Sukabumi, Madania dan lain-lain, sudah tergolong bagus. Tetapi, menurutnya, masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan pelajaran agama hanya selama dua jam seminggu. Ini sangat kurang. Karena itu, jika sekolah-sekolah tersebut menambah jam pelajaran agama hingga 6 atau 10 jam seminggu, tentu di luar jam kelas.
Membangun pendidikan di sekolah-sekolah Islam, kata dia, merupakan tantangan umat Islam secara keseluruhan, baik keluarga, guru, maupun pemerintah. Meski demikian, kita mesti memahami bahwa untuk tujuan itu, kekuatan pemerintah tidak maksimal. Karena itu, umat Islam dapat melakukan perencanaan secara bertahap dari satu provinsi ke provinsi yang lain.
Tarmizi menambahkan, untuk membenahi sistem pendidikan Islam, harus dimulai dari system pemerintah. Contohnya adalah Malaysia. Di sana, seorang menteri pendidikan adalah figur yang telah sukses di bidang pendidikan. Ini diperlukan karena dalam pendidikan memiliki banyak materi yang harus diajarkan. Di samping itu, ilmu pengetahuan terus berkembang, sehingga memerlukan metodologi dan iptek yang dipergunakan mendukung pendidikan tersebut, secara baik. "Jangan seperti yang terjadi di negeri kita, ada pameo, ganti menteri ganti kurikulum," ujarnya. (Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home