Pentingnya Pendidikan Damai
Yang masih diingat Arief Rachman adalah raut terkejut Mister Bush, saat presiden adidaya itu mendengr pemaparan sang pendidik tentang beban pendidikan di Indonesia yang cukup berat.
Saat berdialog dengan George W.Bush pada 20 Nopember lalu, ia memberikan gambaran bahwa Indonesia mempunyai lebih dari 41 juta siswa yang harus kita didik dari TK sampai SMA, 2,1 juta guru yang harus terus mengikuti perkembangan keilmuan dan harus terus diperbaiki, dan 300.000 lembaga pendidikan yang harus terus ditingkatkan kemampuannya.
Seperti sejumlah tokoh lainnya yang diundang berdialog dengan Bush, Arief hanya diberi waktu tiga menit untuk memaparkan pemikirannnya. Ia lantas mengusulkan kepada sang presiden agar biaya untuk peperangan di dunia ini sebaiknya dialihkan untuk pembangunan pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Arief juga mengusulkan agar semua kegiatan pendidikan dunia ini arahnya untuk perdamaian, demokratisasi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dialog antara Timur dan Barat perlu dikembangkan, demikian pula halnya dialog antara Islam dan non-Islam, demi menghilangkan kecurigaan dan kesalah-pahaman. Ia juga menyarankan program pembinaan guru, pertukaran pelajar dan pengembangan penelitian.
“Saya menekankan bahwa kita tidak cukup Cuma terdidik saja, melainkan juga harus berbudaya. Kita juga tidak cukup berbudaya saja, melainkan juga harus beradab,” ujarnya kepada Sanita Retmi dan Amron Ritonga dari Berita Indonesia (30/11).
Menurutnya, tujuan pendidikan di Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam pasal 20 Undang-undang Dasar 1945, diantaranya membentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkepribadian, berbudi pekerti, cerdas, demokratis dan bertanggung jawab. Itu semua berdasarkan falsafah Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa, berperikemanusiaan, demokratis dan juga kesejahteraan sosial yang berkeadilan. Hal itu pun disampaikannya kepada George W. Bush.
Presiden Bush, menurut dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, menanggapi pemaparannya secara positif. Meski tak ada komitmen apapun dalam dialog tersebut, namun presiden AS tersebut mengatakan hal tersebut dapat ditindak-lanjuti dan diserahkan pada tim teknis masing-masing dari pemerintah AS maupun Indonesia.
Pertemuan Kemitraan
Setelah kedatangan Bush ke Indonesia, berbagai media memberitakan komitmen dari pihak AS untuk membantu pendidikan Indonesia sebesar 157 juta dolar AS untuk 1.000 sekolah. Namun Arief mengatakan dalam dialog bersama delapan tokoh lainnya, hal itu sama sekali tidak dibicarakan.
“Kami tidak membicarakan soal sumbangan, dan tidak bicara soal bantuan,” ujarnya. Pertemuan tersebut, menurutnya, leih kepada pertemuan kemitraan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (Partnership Meeting to Improve Quality of Life).
Pertemuan itu memang waktunya sangat terbatas. Sembilan tokoh yang hadir hanya dibri waktu masing-masing tiga menitu untuk memberikan pemaparan tentang bidangnya. Lalu Bush sendiri memberikan tanggapannya selama 30 menit.
Menyikapi pro kontra manfaat kunjungan enam jam sang presiden dari Negara Paman Sam itu, Arief merasa lebih bijak untuk tidak terseret wacana politik yang berkembang.
Menurutnya, kunjungan dari negara manapun dan dari kepala negara manapun menunjukkan adanya hubungan bilateral yang baik antar Indonesia dengan negara lain. Tergantung bagaimana menindak-lanjuti apa yang sudah dibicarakan dalam pertemuan tersebut dan langkah apa yang harus diambilnya.
Arief berharap, apa yang disampaikan oleh sembilan tokoh, termasuk dirinya, dapat direalisasikan. Meski bukan berarti kita mesti tergantung pada pemerintah AS.
(Sumber Berita Indonesia – Edisi 27/2006)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home