Thursday, July 27, 2006

Jangan Biarkan Anak Jadi Generasi Lemah

"Masyarakat Indonesia jangan meninggalkan keturunan yang lemah. Amat tidak bertanggung jawa jika membiarkan anak-anak menjadi generasi yang lemah jasmani, rohani, akal dan perasaan." Pakar pendidikan Dr. Arief Rachman, MPd mengatakan itu dalam seminar untuk menyambut Hari Anak Nasional (HAN) di Departemen Agama (Depag), Jakarta, Rabu (19/7). HAN akan diperingati pada 23 Juli.

Dr. Arief Rahman, MPd menghimbau, masyarakat Indonesia untuk berbenah diri dalam pembinaan dan pendidikan anak-anak dan menjadikan mereka genarasi muda yang kuat dan berkualitas.

"Kita semua sebagai anggot masyarakat berperan dalam membentuk anak-anak yang tangguh dan berkualitas. Ada kata-kata mutiara yang mengingatkan kita agar jangan meninggalkan keturunan yang lemah. Amat tidak bertanggung jawab jika membiarkan anak-anak kita menjadi generasi yang lemah. Lemah jasmani dan rohani, lemah akal dan perasaan," katanya dalam acara yang dipandu Lula Kamal dan menghadirkan pembicara lainnya, pakar keagamaan Quraish Shihab serta Sekjen Depag Bachrul Hayat.

Dr. Arief Rahman, MPd yang juga Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (badan PBB yang menangani pendidikan, sains, dan kebudayaan) menambahkan, untuk memwujudkan generasi yang kuat dan berkualitas itu, harus disertai sinergi tiga pilar yaitu pembangunan kebudayaan, pembangunan keagamaan, dan pembangunan pemerintahan. "Pembangunan anak-anak dan generasi muda harus diarahkan pada pembangunan budaya, agama, dan pemerintahan yang baik. Sebab tidak bisas membangun bangsa secara terpenggal-penggal," cetusnya.

Selain itu, dia juga meminta agar pemerintah tidak memberi nuansa yang meragukan atau double standard. Sebab apabila begitu, sulit muncul harapan akhlak atau moral yang baik dari generasi penerus bangsa. "Akhlak atau moral yang mulia itu datang dari orang-orang yang berakhlak, media yang berakhlak, serta pemerintahan yang berakhlak. Jadi kita tidak bisa menuntut anak untuk berakhlak mulia kalau tidak ada keteladanan."

Senada dengan Dr. Arief Rahman, MPd, Quraish Shihab mengatakan, anak-anak jangan selalu dibebankan untuk berakhlak mulia atau bermoral, padahal orang tuanya tidak memberikan keteladanan moral dan akhlak yang baik. "Mereka diminta tidak merokok, tetapi orangn tuannya merokok. Mereka diminta sholat, tetapi orang tuannya tidak sholat," katanya.

Sedangkan Sekjen Depag Bachrul Hayat mengemukakan saat ini masih banya terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak seperti terjadinya kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan diskriminasi, bahkan tindakan yang tidak manusiawi.

Kekerasan itu, berdasarkan data dalam buku Kekerasan terhadap Anak di Mata Anak Indonesia yang berisi hasil survey terhadap sekitar 600 anak dari 18 provinsi di Tanah Air, tertulis kekerasan yang dialami anak laki-laki umumnya mengenai fisik. Sedangkan anak perempuan lebih banyak mengalami kekerasan psikis dan seksual.

Ia juga menambahkan, anak-anak yang berasal dari keluarga yang secara staus ekonomi, pendidikan, dan social tergolong lemah, masih banyak yang dipaksa bekerja di luar batas kelayakan, bahkan mengabaikan hak-hak anak itu sendiri.

Hal itu disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap substansi hokum yang ada atau belum maksimalnya usaha sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Perangkat hokum tentang perlindungan dan kesejahteraan anak sudah cukup memadai, namun dalam kenyataannya instrumen tersebut tidak berjalan optimal dalam menjamin perlindungan dan penegakan hak anak.(Sumber Media Indonesia –Jumat,21 Juli 2006)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Bisnis di Internet