Mempertegas Identitas Bangsa
17 Agustus 2006, bangsa Indonesia merayakan ke-61 hari kemerdekaan. Sebuah usia yang tidak bisa dikatakan lagi muda sebagai bangsa. Sebuah usia kematangan bahwa pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan hukum seharusnya sudah mapan. Beberapa negara tetangga yang merdeka setelah Indonesia telah menunjukkan kemajuan berarti dalam berbagai bidang kehidupan. Bagaimana kita, salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia? Sudahkah kemajuan di berbagai bidang itu dicapai?
Tak sulit menjawab pertanyaan tersebut. Kita tidak perlu malu untuk mengakui selama 61 tahun itu tidak banyak kemajuan berarti yang telah kita capai. Bahkan, ada kecenderungan untuk mundur. Di bidang ekonomi, kita lihat ada kesenjangan yang terlelu lebar antara kelompok the have dan the have not, sedangkan lapisan ekonomi kelas menengah tidak cukup besar untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Ada sebagian penduduk yang kekayaannya ratusan miliar, bahkan triliunan. Namun, banyak juga warga bangsa yang masih kesulitan untuk mencari makan sehari-hari.
Di bidang hukum, kita melihat ada proses penegakan hukum yang lebih baik, khususnya dalam penanganan kasus korupsi. Namun, tatap saja itu seperti puncak gunung es, yang diberantas hanya di permukaan. Sedangkan kejahatan korupsi telah mewabah di semua lini. Dan, akhirnya masyarakat kecil - yang merupakan kelompok sosial terbesar – yang menjadi korban perilaku korup tersebut.
Di bidang politik, kita melihat euphoria kebebasan terasa di mana-mana. Itu menggembirakan krena selam 32 tahun, saat Orde Baru berkuasa, tak mudah mendapatkan kebebasan seperti tadi. Namun, kebebasan yang terjadi saat ini adalah kebebasan yang kebablasan. Masyarakat menjadi tidak terkontrol, tak patuh hukum, dan arogan di tengah impitan kesusahan dan kemiskinan.
Bidang-bidang lain, seperti pendidikan dan kesehatan, juga menghadapi problem yang sama, masalah yang sistematis, yang hingga kini masih dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan taktis an sich, bukan strategis.
Akan ke mana bangsa ini ke depan? Inilah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sebab, selama tidak ada strong government yang tegas dan bersih, akan sulit membawa Indonesia segera keluar dari segala krisis di setiap aspek kehidupan.
Kita tentu iri melihat Singapura dan Malaysia. Dua negara bekas kloni Inggris itu sudah jauh meninggalkan kita. Pemerintah di kedua negara tersebut kuat, berwibawa, dan dihormati rakyatnya. Singapura sudah melesat menjadi negara maju di tengah keterbatasan sumber daya alam dan luas wilayah. Sementara itu, Malaysia pelan, tapi pasti mulai lepas dari kategori Negara berkembang dan siap menjadi salah satu negara maju di Asia.
Yang sulit adalah dari mana kita harus mulai memperbaiki diri. Ketika proses politik masih kental mewarnai penegak hukum, aka sangat sulit untuk mencapai Negara hukum yang kuat. Ketika penegakan hukum lemah, sulit mengharapkan ada kemajuan cepat di bidang-bidang kehidupan lain.
Peringatan hari kemerdekaan bisa menjadi momen untuk merefleksikan diri. Apa yang sudah dicapai bangsa ini, pantaskah kondisi negara yang lebih setengah abad merdeka masih seperti ini. Pertanyaaan-pertanyaan besar itu hanya bisa dijawab dengan satu tekad bahwa Indonesia harus merdeka, benar-benar merdeka secara social, politik, dan ekonomi.
Tak sulit menjawab pertanyaan tersebut. Kita tidak perlu malu untuk mengakui selama 61 tahun itu tidak banyak kemajuan berarti yang telah kita capai. Bahkan, ada kecenderungan untuk mundur. Di bidang ekonomi, kita lihat ada kesenjangan yang terlelu lebar antara kelompok the have dan the have not, sedangkan lapisan ekonomi kelas menengah tidak cukup besar untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Ada sebagian penduduk yang kekayaannya ratusan miliar, bahkan triliunan. Namun, banyak juga warga bangsa yang masih kesulitan untuk mencari makan sehari-hari.
Di bidang hukum, kita melihat ada proses penegakan hukum yang lebih baik, khususnya dalam penanganan kasus korupsi. Namun, tatap saja itu seperti puncak gunung es, yang diberantas hanya di permukaan. Sedangkan kejahatan korupsi telah mewabah di semua lini. Dan, akhirnya masyarakat kecil - yang merupakan kelompok sosial terbesar – yang menjadi korban perilaku korup tersebut.
Di bidang politik, kita melihat euphoria kebebasan terasa di mana-mana. Itu menggembirakan krena selam 32 tahun, saat Orde Baru berkuasa, tak mudah mendapatkan kebebasan seperti tadi. Namun, kebebasan yang terjadi saat ini adalah kebebasan yang kebablasan. Masyarakat menjadi tidak terkontrol, tak patuh hukum, dan arogan di tengah impitan kesusahan dan kemiskinan.
Bidang-bidang lain, seperti pendidikan dan kesehatan, juga menghadapi problem yang sama, masalah yang sistematis, yang hingga kini masih dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan taktis an sich, bukan strategis.
Akan ke mana bangsa ini ke depan? Inilah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sebab, selama tidak ada strong government yang tegas dan bersih, akan sulit membawa Indonesia segera keluar dari segala krisis di setiap aspek kehidupan.
Kita tentu iri melihat Singapura dan Malaysia. Dua negara bekas kloni Inggris itu sudah jauh meninggalkan kita. Pemerintah di kedua negara tersebut kuat, berwibawa, dan dihormati rakyatnya. Singapura sudah melesat menjadi negara maju di tengah keterbatasan sumber daya alam dan luas wilayah. Sementara itu, Malaysia pelan, tapi pasti mulai lepas dari kategori Negara berkembang dan siap menjadi salah satu negara maju di Asia.
Yang sulit adalah dari mana kita harus mulai memperbaiki diri. Ketika proses politik masih kental mewarnai penegak hukum, aka sangat sulit untuk mencapai Negara hukum yang kuat. Ketika penegakan hukum lemah, sulit mengharapkan ada kemajuan cepat di bidang-bidang kehidupan lain.
Peringatan hari kemerdekaan bisa menjadi momen untuk merefleksikan diri. Apa yang sudah dicapai bangsa ini, pantaskah kondisi negara yang lebih setengah abad merdeka masih seperti ini. Pertanyaaan-pertanyaan besar itu hanya bisa dijawab dengan satu tekad bahwa Indonesia harus merdeka, benar-benar merdeka secara social, politik, dan ekonomi.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home