Sunday, August 20, 2006

Cinta Tanah Air

Punyakah kita rasa cinta pada tanah air ini? Dalam bentuk apa kecintaan itu kita tunjukkan? Punyakah kita rasa memiliki pada bangsa ini? Dalam bentuk apa rasa memiliki itu kita wujudkan? Sudahkah kita berbuat kebaikan untuk negeri ini? Sejauh mana kebiakan itu kita lakukan?

Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat reflektif ini rasanya tepat untuk kita ajukan sekarang. Ketika bangsa ini memperingati hari kemerdekaan. Sebab, tidak tertutup kemungkinan kita yang lahir dan hidup di negeri ini tidak memiliki rasa cinta, tidak punya rasa memilki, dan tidak pernah berbuat apa-apa untuk republik ini.

Dalam Islam, cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Ini menunjukkan betapa kecintaan kepada tanah air merupakan sesuatu yang sangat penting. Dan, seharusnya semua penduduk di negeri ini memilki rasa tersebut.

Namun, fakta yang kita saksikan bicara lain. Sesuatu yang penting ini ternyata tidak dianggap penting. Tanah air ini menjadi rumah yang tak bertuan. Para penghuninya berebut untuk menjarah dan memporak-porandakan.

Pemimpin yang seharusnya menebar kebaikan malah mengumbar keburukan. Agamawan yang seharusnya menyampaikan kebenaran malah menyembunyikan kebenaran. Ilmuwan yang seharusnya menebar pencerahan malah menyuguhkan kegelapan.

Aparat keamanan yang seharusnya menebar ketenteraman malah menebar ketakutan. Hakim yang seharusnya menebar keadilan malah menyuburkan ketidak-adilan. Pengusaha yang seharusnya menebar kemakmuran malah melahirkan malapetaka.

Penggambaran seperti itu mungkin terlalu ekstrem. Namun, rasanya kita tidak perlu mengingkarinya. Banyak di antara kita – baik secara sadar maupun tidak – telah melakukannya.

Bila ukuran kecintaan itu hanya dengan memeriahkan HUT kemerdekaan, mungkin di antara kita telah melakukan. Bukankah setiap 17 Agustus kita berlomba-lomba mengelar kegiatan dan membenahi lingkungan kita?

Mewujudkan rasa cita seperti itu tentu tidak dilarang. Tapi, itu nilainya sangat rendah. Sanngat jauh dari substansi cinta tanah air yang sesungguhnya. Tanah air ini hakikatnya rumah kita bersama. Maka, seharusnyalah kita menjaga, memlihara, dan menjadikan sebagai tempat yang nyaman untuk hidup bersama. Rumah ini harus menjadi surga kita bersama. Bukan menjadi surga untuk sebagian dan jadi neraka untuk sebagian yang lain.

Kehancuran dan kesengsaraan yang kita hadapi sering merupakan buah dari apa yang kita lakukan sendiri. Hujan yang seharusnya menjadi berkah malah menjadi bencana. Ini terjadi karena sebagian di antara kita begitu liar membabati hutan.

Dengan kesuburan tanah dan kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, bangsa ini seharusnya hidup dalam kecukupan materi. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya. Bangsa ini menjadi bangsa yang miskin dan menjadi peminta-minta.

Kekayaan alam diekspoitasi dengan tidak ada rasa tanggung-jawab. Warga Sidoarjo yang seharusnya menikmati kemakmuran karena alamnya malah ahrus kehilangan rumah akibat tertumbun Lumpur. Sungguh ironis ! Ini hanya gambaran kecil, imbas dari wujud ketidak-cintaan kita kepada tanah air ini. Akankah kita terus melakukannya?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Bisnis di Internet