Nilai Lulus UN Minimum 5
Empat Faktor Penentu Kelulusan
Wakil Presiden Jusuf Kalla mendesak perlunya meningkatkan stander nilai kelulusan tingkat sekolah menengah atas (SMA) menjadi 5 pada tahun 2007. Standar kelulusan 4,5 yang dipatok pemerintah saat ini dinilai masih kurang kompetitif bila dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti Singapura, Malausia, dan Filipina. Ketiga Negara tersebut saat ini sudah menetapkan angak kelulusan SMA mencapai 6.
"Oleh sebab itu, kita harus memperlakukan norma dan prosedur yang sama. Sekarang kita bertahan angkanya dulu. Kalau tahun ini 4,5 saya minta tahun depan 5. Berguguran lagi tidak apa-apa," kata Wapres Kalla saat memberikan pembekalan pada konferensi nasional bertema Revitalisasi pendidikan di Kantor Wapres, kemarin.
Lebih lanjut Wapress mengatakan rendahnya standar angka kelulusan tersebut telah menyebabkan kualitas pendidikan Indonesia tidak kompetitif dengan Negara lain. Akibatnya, Indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia terendah jika dibandingkan dengan negara lain, termasuk dengan negara-negara ASEAN.
Wapres menjelaskan pula bahan ujian bahasa Inggris dan matematika untuk tingkat SMP di Singapura dan Malaysia, ternyata tidak berbeda dengan bahan yang diujikan pada tingkat SMA di Indonesia.
"Jadi artinya kita ketinggalan tiga tahun dari mereka. Lalu pertanyaannya, kalau indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia rendah, apakah kita semua dilahirkan untuk bodoh. Saya kira tidak," ujar Wapres.
Terkait dengan kondisi tersebut, Wapres meminta ketegasan Menteri Pendidikan Nasional dalam hal kualitas kelulusan. Itu sebabnya, Wapres juga meminta agar tidak ada standar ganda dalam system pendidikan, dengan membedakan perlakukan antara pusat dan daerah.
"Bagaimanapun standar kelulusan harus benar-benar diterapkan secara nasional. Saya juga meminta agar kebiasaan guru di daerah mendongkrak nilai siswa dihapuskan. Kebiasaan itu telah menyebabkan system pendidikan nasional menjadi terpuruk," kata Wapres.
Menurut Wapres, akibat sikap tidak tegas, mengasihani daerah, berdampak akan memperbodoh daerah. "Setiap mengasihi daerah, secara prinsip kita memberikan kebodohan pada daerah. Terjadilah pembodohan nasional."
Oleh sebab itu, tegasnya, pemerintah lebih memilih melihat perolehan angka kelulusan kecil asalkan standar kelulusannya berkualitas tinggi.
Empat Faktor
Dalam kesempatan berbeda Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menjelaskan sampai sekarang penentu kelulusan siswa saat ini hanya melalui ujian nasional (UN). Padahal ada tiga indicator lain yang harus dilalui oleh siswa agar lulus dari sekolah menegah atas.
Adapun tiga prasyarat lain selain UN adalah pertama, mengikuti seluruh proses belajar dan indicator jumlah kehadiran. Kedua, nilai siswa dalam pelajaran harus mengandung muatan afeksi seperti seni, olahraga, moral, dan agama. Ketiga, nilai ujian siswa dalam ujian sekolah yang mengujikan mata pelajaran selain UN.
"Ketiga ujian itu ditentukan sekolah, kemudian dilengkapi dengan ujian terakhir yaitu UN, yang mencangkup bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Masyarakat tahunya hanya UN. Kita pertanyakan mengapa sekolah tidak mengoptimalkan tiga ujian lainnya," kata Mendiknas dalam pertemuan Forum Editor di Jakarta baru-baru ini.
Mendiknas menjelaskan keempat factor penentu kelulusan ini memilki posisi sederajat. Dengan kat lain meskipun hasil UN bagus, namun siswa sering bolos maka bisa menjadi penentu ketidak-lulusan.
Namun, kenyataannya sekolah-sekolah hanya terpaku pada UN saja. Jika keempat faktor penentu kelulusan itu diaplikasikan, Mendiknas yakin jumlah siswa yang tidak lulus jauh lebih besar daripada jumlah murid SMP dan SMA yang gagal UN. "Sekarang kan yang gagal UN itu 8%, tapi coba kalau semua sistem ujian itu dioptimalkan, saya yakin bisa lebih besar," ujarnya.
Mendiknas menuturkan, hanya satu sekolah di Kalimantan, yang berani memutuskan tidak meluluskan salah satu siswanya yang dianggap tidak disiplin.
(Sumber Harian Media Indonesia –Rabu, 9 Agustus 2006).
0 Comments:
Post a Comment
<< Home