Sejumlah SD Dimerger, Jumlah Siswanya tidak Mencungkupi
Dinas pendidikan melakukan merger sejumlah sekolah dasar (SD) negeri karena kekurangan murid. Merger itu dilakukan setelah melalui beberapa tahap perbaikan, namun tidak berhasil. Pemerintah DKI Jakarta sedang menginventarisasi data SD negeri yang akan dimerger, sedangkan Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, siap memerger dua SD. "Namun, emngenai data SD yang akan dimerger itu biasanya baru diketahui pada Agustus ini setelah proses pendaftara siswa baru selesai dilaksanakan," kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) DKI Jakarta Sylviana Murni kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. .
Bahkan, merger SD negeri yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bukanlah untuk yang pertama kali. Pada 2005, sebanyak 18 SD yang memiliki murid kurang dari 100 telah dimerger.
Sylviana mengatakan, setelah masing-masing sekolah memberikan rekapitulasi jumlah siswa maka Dikdasmen DKI akan melakukan penilaian. Selanjutnya menentukan SD mana saja yang harus dimerger dengan SD lain.
"Dasar utamanya memang julah siswa. Tapi kita juga perhitungkan lokasi sekolah. Kalau terlalu jauh dari sekolah di sekitarnya, kita juga akan pertimbangkan. Begitu pula dengan lokasi sekolah. Kita harus perhitungkan akan dibagaimanakan lokasi bekas sekolah itu," katanya.
Dia menilai banyaknya sekolah kekurangn murid kemungkinan besar dipicu tingginya kesadaran warga Jakarta mengikuti program keluarga berencana (KB). Selain itu semakin banyaknya sekolah swasta yang menawarkan kualitas juga membuat orang tua memiliki banyak alternative untuk memilih SD untuk anaknya.
Dia juga menegaskan, kebijakan merger sekolah hanya berlaku untuk SD negeri yang jumlahnya saat ini mencapai 2.158 di seluruh Jakarta. Sedangkan untuk SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta hanya mencakup 60% dari total lulusan SD setiap tahunnya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan ddan Olah Raga (Disdikpora) Kota Solo juga menyarankan dua SD negeri di Kecamatan Pasar Kliwon yang tidak mampu memenuhi standar pelayanan mutu (SPM) karena minimnya jumlah murid dan guru agar segera melakukan merger.
"Upaya merger kami sarankan karena Disdikpora yang melakukan peninjauan di SDN Joyosuran dan SDN Baturono melihat kduannya sudah tidak mampu lagi menyelenggarakan proses belajar mengajar (PBM) secara baik. Jika diteruskan, kasihan para siswa," kata Kadisdikpora Amsori di Solo, Senin (31/7).
Paket C
Sementara itu, jumlah peserta program paket C atau keseteraan SMA tahun ini meningkat 200% ketimbang 2005. Total peserta mencapai 310.612 siswa dan sebanyak 76% dia antaranya adalah siswa yang gagal dalam ujian nasional (UN).
Direktur Kesetaraan Direktorat Jendral Pendidikan dan Luar Sekolah (PLS) Ela Yuleawati mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (31/7).
Ela menjelaskan tahun ini program paket C diselenggarakan sebanyak dua periode. Pertama diselenggarakan pada Mei 2006, dan diikuti 109.436 siswa. Sedangkan siswa gagal UN mengikuti periode kedua yang akan dimulai Agustus 2006. Sampai saat ini telah terdaftar 201.176 siswa. Sebanyak 176.305 diantaranya mengikuti program IPS dan 24.871 orang belajar di jurusan IPA.
"Di jurusan IPS, yang dulunya berasal dari sekolah formal atau dengan kata lain siswa gagal UN mencapai 65%, sedasngkan di IPA 93%. Jadi hampir 76%, peserta paket C tahun ini adalah siswa gagal UN," kata Ela.
Depdiknas mencatat, tahun ini terjadi peningkatan hampir 400% jika dibandingkan dengan 2005 para peserta paket A, B, dan C. Jika tahun lalu hanya mencapai 150 ribu, pada 2006 mencapai 750 ribu peserta.
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi mengakui kenaikan jumlah peserta program itu dipicu oleh keputusan pemerintah menghilangkan ujian ulangan bagi peserta UN. Sehingga, mengikuti paket C akhirnya menjadi alternatife siswa SMA tidak lulus.
(Sumber Harian Media Indonesia, – 2 Agustus 2006)
Bahkan, merger SD negeri yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bukanlah untuk yang pertama kali. Pada 2005, sebanyak 18 SD yang memiliki murid kurang dari 100 telah dimerger.
Sylviana mengatakan, setelah masing-masing sekolah memberikan rekapitulasi jumlah siswa maka Dikdasmen DKI akan melakukan penilaian. Selanjutnya menentukan SD mana saja yang harus dimerger dengan SD lain.
"Dasar utamanya memang julah siswa. Tapi kita juga perhitungkan lokasi sekolah. Kalau terlalu jauh dari sekolah di sekitarnya, kita juga akan pertimbangkan. Begitu pula dengan lokasi sekolah. Kita harus perhitungkan akan dibagaimanakan lokasi bekas sekolah itu," katanya.
Dia menilai banyaknya sekolah kekurangn murid kemungkinan besar dipicu tingginya kesadaran warga Jakarta mengikuti program keluarga berencana (KB). Selain itu semakin banyaknya sekolah swasta yang menawarkan kualitas juga membuat orang tua memiliki banyak alternative untuk memilih SD untuk anaknya.
Dia juga menegaskan, kebijakan merger sekolah hanya berlaku untuk SD negeri yang jumlahnya saat ini mencapai 2.158 di seluruh Jakarta. Sedangkan untuk SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta hanya mencakup 60% dari total lulusan SD setiap tahunnya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan ddan Olah Raga (Disdikpora) Kota Solo juga menyarankan dua SD negeri di Kecamatan Pasar Kliwon yang tidak mampu memenuhi standar pelayanan mutu (SPM) karena minimnya jumlah murid dan guru agar segera melakukan merger.
"Upaya merger kami sarankan karena Disdikpora yang melakukan peninjauan di SDN Joyosuran dan SDN Baturono melihat kduannya sudah tidak mampu lagi menyelenggarakan proses belajar mengajar (PBM) secara baik. Jika diteruskan, kasihan para siswa," kata Kadisdikpora Amsori di Solo, Senin (31/7).
Paket C
Sementara itu, jumlah peserta program paket C atau keseteraan SMA tahun ini meningkat 200% ketimbang 2005. Total peserta mencapai 310.612 siswa dan sebanyak 76% dia antaranya adalah siswa yang gagal dalam ujian nasional (UN).
Direktur Kesetaraan Direktorat Jendral Pendidikan dan Luar Sekolah (PLS) Ela Yuleawati mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (31/7).
Ela menjelaskan tahun ini program paket C diselenggarakan sebanyak dua periode. Pertama diselenggarakan pada Mei 2006, dan diikuti 109.436 siswa. Sedangkan siswa gagal UN mengikuti periode kedua yang akan dimulai Agustus 2006. Sampai saat ini telah terdaftar 201.176 siswa. Sebanyak 176.305 diantaranya mengikuti program IPS dan 24.871 orang belajar di jurusan IPA.
"Di jurusan IPS, yang dulunya berasal dari sekolah formal atau dengan kata lain siswa gagal UN mencapai 65%, sedasngkan di IPA 93%. Jadi hampir 76%, peserta paket C tahun ini adalah siswa gagal UN," kata Ela.
Depdiknas mencatat, tahun ini terjadi peningkatan hampir 400% jika dibandingkan dengan 2005 para peserta paket A, B, dan C. Jika tahun lalu hanya mencapai 150 ribu, pada 2006 mencapai 750 ribu peserta.
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi mengakui kenaikan jumlah peserta program itu dipicu oleh keputusan pemerintah menghilangkan ujian ulangan bagi peserta UN. Sehingga, mengikuti paket C akhirnya menjadi alternatife siswa SMA tidak lulus.
(Sumber Harian Media Indonesia, – 2 Agustus 2006)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home