Monday, February 26, 2007

Gelar Konferensi Guru Besar

H. Achmad Zaini, MA

Persis pada 10 Nopember 2006 bertambah sebuah organisasi kaum cendekiawan. Namanya Forum Intelektual Indonesia, disingkat FII. Organisasi ini secara khusus menghimpun para guru besar dari seluruh Indonesia. Karena itu, sifatnya sangat inklusif lintas agama, lintas tokoh masyarakat, dan lintas disiplin ilmu. “Aktifitasnya mengkaji masalah kebangsaan,“ kata H. Achmad Zaini, MA (56Tahun), penggagas pendirian yang kini dipercaya menjabat Ketua Umum FII.

Walau baru berdiri, FII sudah siap menggelar sebuah hajatan besar, “Konferensi Guru Besar Seluruh Indonesia“, dengan mengambil tema masalah pendidikan, berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada tanggal 17-18 Mei 2007 mendatang. “Konferensi Guru Besar ini didukung oleh seluruh rektor universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia,“ tambah pria Madura kelahiran Bangkalan, Jawa Timur, 30 Juni 1951 ini.

Achmad Zaini yang sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta ini menyebutkan, dari seluruh 2.500 Guru Besar yang ada di Indonesia, ribuan di antaranya, akan bersedia berkumpul di Jakarta. “Ini konferensi yang pertama, mungkin nanti akan ada yang kedua dan selanjutnya,“ kata Zaini, yang juga menjabat Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Madura (FKMM) Indonesia, Ketua Yayasan Festival Walisongo, Ketua Lembaga Pengkajian Pantai Utara Madura, dan penggagas terlaksananya Pembangunan Proyek Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).

Pendirian Forum Intelektual Indonesia di dasari oleh sikap para pendirinya, yang merasa mempunyai kewajiban untuk memberdayakan para Guru Besar di seluruh Indonesia. Selama ini Guru Besar masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat, termasuk juga dari pemerintah. Padahal mreka itu adalah orang-orang berilmu.

“Mereka memilki berbagai orang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri swasta dan sebagainya. Mengapa mereka tidak diberdayakan,“ kata penggiat organisasi sosial kemasyarakatan ini.

Visi yang hedak diusung FII adalah mengkaji masalah-masalah kebangsaan, yang hasilnya kelak akan diserahkan ke pemerintah. Visi ini sangat mulia, semulia citra para pendirinya yang sangat peduli akan masa depan bangsanya. Mereka sangat berusaha sekali untuk memperbaiki bangsanya dengan terlebih dahulu memajukan pendidikan. Karena itulah para pendiri yang kebanyakan tokoh-tokoh pendidikan dan keagamaan, sekaligus pemerhati masalah-masalah kebangsaan itu secara khusus memberdayaakan para Guru Besar yang profesi sehari-hari adalah dosen di perguruan tinggi negeri dan swasta dengan menyandang gelar Professor.

Achmad Zaini menyebutkan nama 21 orang tokoh pendiri FII diantaranya Prof. Sri Edi Swasono, Prof Syafi’i Ma’arif, Prof Ichlasul Amal, Prof Purohito, Rektor Unair Surabaya, Prof Sudarso Joyonegeoro, KH Masdar Mas’udi dari PB NU, Steve Sujatmiko dari Katolik, Michael Utomo, Haji Ali Badri Zaini, KH Machsoem dari Pondok Pesantren AL-Islah Bondowoso, Achmad Zaini, MA sendiri serta Syaykh Abdussalam Panji Gumilang, Syukri Zakarsih dari Gontor, KH. Yusuf Hasyim (almarhum). Tiga nama terakhir ini diangkat pula sebagai Penasihat FII.

Dari sejumlah nama pendiri, Achmad Zaini secara khusus memberikan penilaian yang mendalam mengenai rasa kebangsaan dan inklusivitas Syaykh AS Panji Gumilang, yang juga pimpinan Kampus Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Zaini mengaku mereka berdua sudah lama bersahabat dan saling mengenal sejak masa mudanya. Sejak berkenalan kedua-duanya sudah mempunyai visi kebangsaan itu.

“Syaykh Al-Zaytun, saya lihat beliau juga ada keturunan dari Madura. Beliau kakeknya dari Madura, dan Madura itu sangat peduli kepada bangsa ini. Artinya, kepada pendidikan juga peduli sekali,“ papar ayah empat orang anak ini.

Tentang dirinya sendiri, Zaini mengatakan sejak kecil sudah dekat degan ulama di pesantren, kemdian dekat pula dengan Guru Besar dan perguruan tinggi padahal keduanya biasanya bertolak belakang. “Sekarang terasa, pesantren dan perguruan tinggi dapat bekerja-sama dengan baik,“ kata Achmad Zaini kepada Berita Indonesia.
(Sumber - Majalah Berita Indonesia – Edisi 32/2007)
Berita Selengkapnya !

Pendidikan Terpadu Berskala Global

Al-Zaytun Sebuah lembaga pendidikan terpadu berskala global. Sebuah Kampus untuk belajar semua aspek kehidupan secara terpadu. Termasuk belajar manajemen air untuk mengatasi masalah banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.

Jakarta keadaraan darurat akibat banjir. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di berbagai daerah. Siklus bencana kebanjiran di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Siklus itu berulang nyaris tanpa ada upaya untuk mengatasinya.

Dalam kondisi ketidak-berdayaan seperti ini, kiranya tidak terlalu berlebihan, bila para petinggi negeri ini, para pengambil keputusan negeri ini, meluangkan waktu belajar dari manajemen air yang diterapkan AL-Zaytun.

Khusus para petinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebuah kampung besar, metropolitan, yang sudah langganan banjir di musim hujan dan kekeringan air bersih di musim kemarau. Silahkan menengok prinsip manajemen air yang berlaku di Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Jika prinsip manajemen air Al-Zaytun itu dianut, barangkali banjir di Jakarta tak akan separah seperti tahun ini.

Manajemen air di Al-Zaytun mengandung prinsip panen air di musim hujan dan tidak kekeringan (kekurangan air) pada musim kemarau. Padahal sebelumnya kampus Al-Zaytun dengan areal 1200 hektar itu adalah tanah gersang yang kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Dengan manajemen air, kondisi buruk itu dapat diatasi.

Manajeman air di Al-Zaytun itu antara lain dengan membangun sumur resapan air, waduk, dan parit (tali air) secara proporsional, serta proses treatment. Bila saja prinsip ini yang diaplikasikan di Jakarta, dengan cara yang hampir sama, niscaya Jakarta akan dapat mengatasi masalah kebanjiran dan kekeringan.

Kampus Al-Zaytun letaknya memang sangat terpencil terletak di Kampung Sandrem, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Jauh dari pusat keramaian Ibukota Jakarta tetapi sumbangan idenya, antara lain manajemen air jauh lebih maju dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Manajemen air sesungguhnya hanyalah sedikit saja dari sejumlah ide besar yang sedang dibangun dan dikembangkan di Al-Zaytun. Al-Zaytun adalah sebuah fenomena besar berskala global di bidang pendidikan terpadu. Inilah pusat pendidikan yang disenyawakan dengan pusat ekonomi demin membangun masa depan Indonesia yang kuat dalam segala hal dan berdimensi sangat luas sekali.

Sejak memulakan pendidikan pada 1 Juli 1999 tampak sekali pesatnya kemajuan fisik dan non fisik serta sistem yang dibangun-tampilkan Al-Zaytun.

Di-setting hidup dalam ruang dan waktu yang tak terbatas dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dengan menerapkan sisitem pendidikan satu pipa maka dalam hitungan puluhan tahun ke depan Al-Zaytun diperkirakan sudah akan turut memberikan kontribusi besar terhadap perbaikan peradaban dunia, baik dari segi iptek, kemandirian ekonomi dan pengelolaan lingkungan hidup maupun menciptakan perdamaian karena kampus ini dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi dan pusat pengembangan budaya perdamaian.

Di hadapan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, yang secara khusus menyempatkan diri datang ke Kampus AL-Zaytun untuk memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharam 1428 Hijriyah yang jatuh tepat pada 20 Januari 2007, pimpinan, penanggung-jawab, sekaligus personifikasi Al-Zaytun yaitu Syaykh AS Panji Gumilang berpidato menceritakan kilas balik peta perjalanan Al-Zaytun berikut cita-cita, visi dan misi yang hendak diraihnya. Pidato itu diberinya judul. “Laporan Syaykh Al-Zaytun Kepada Wapres Bapak Jusuf Kalla, Pada Peringatan 1 Muharam 1428 H di Masjid Rahmatan Lil’Alamin Al-Zaytun, Hari Sabtu, Tarikh 1 Muharam 1428H / 20 Januari 2007M“.

Pelopori Perubahan

Selanjutnya, ketika menyampaikan pidato tanpa teks untuk memberikan pembelakan kepada segenap civitas akademia Al-Zaytun, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengatakan kita adalah bangsa yang besar, yang luas, yang kaya, yang penduduknya nomor lima terbesar di dunia.

Wapres mengatakan salah satu hal yang sangat kuat memberikan pengaruh terhadap kemajuan adalah PENDIDIKAN. Karena itu siapa saja, atau kepada setiap lembaga dan institusi yang memberikan sumbangan pendidikan kepada bangsa haruslah kita berikan penghargaan yang sangat tinggi.

Wakil Presiden menyebutkan AL-Zaytun telah mempelopori perubahan atas citra pondok pesantren dari yang sebelumnya kumuh, kotor, sempit, menjadi lebih teratur, lebih baik, dan lebih maju bahkan terlihat mewah.

Wapres mengatakan bahwa misi utama pondok pesantren adalah pendidikan. Dimana-mana tujuan pendidikan adalah untuk peningkatan harkat manusia. “Tidak ada bangsa yang maju tanpa pendidikan yang baik. Tidak ada ummat yang maju tanpa pendidikan yang baik. Tidak ada orang pribadi demi pribadi yang maju tanpa pendidikan yang baik. Apalagi dalam alam di mana orang bersaing antar negara, antar daerah, antar kota, maka, tentu, hanya pendidikanlah yang dapat memperbaiki dan memenangkan persaingan-persaingan tersebut,“ kata Kalla.
(Sumber - Majalah Berita Indonesia – Edisi 32/2007)
Berita Selengkapnya !

Bisnis di Internet