Saturday, May 31, 2008

Nyalakan Nyali Keliling Jawa-Madura !


Syaykh Al‑Zaytun AS Panji Gumilang memimpin langsung khafilah Al‑Zaytun, yang tergabung dalam Asosiasi Sepeda Sport AI-Zaytun disingkat ASSA [bermakna nyali dan harapan] menjelajah jalanan Jakarta, Minggu 24 Februari 2008. Kegiatan ini merupakan try-out ketiga untuk mengalakan nyali ASSA yang berencana bersepeda keliling Java‑Madura, 26 Mei -10 Juni 2008.

Syaykh Al‑Zaytun menegaskan dengan nyali besar, siapa pun dan apa pun kedudukannya, menjadi dapat berkontribusi membangun negara dan bangsanya sesuai keahlian dan profesi yang ditekuni.

Tokoh pendidikan terpadu yang memimpin lembaga pendidi­kan Islam berskala global (Al-Zaytun), itu ikut terjun langsung sebagai peserta mengayuh kereta angin menjelajah jalanan Jakarta sepanjang 43 kilometer yang ditempuh selama dua jam tanpa henti. Sepanjang jalan, tokoh pem­bangun moral bangsa, berusia 62 tahun ini, tidak terlihat kecapekan hingga tiba kembali di finish. Bahkan seorang anggota polisi yang ikut serta dalam tim ASSA itu yang justru terengah, apalagi pada saat menyusuri jalan menanjak.

Syaykh Panji Gumilang dalam beberapa bulan terakhir memang sudah terlatih mengayuh sepeda 2 x 40 km setiap hari. Di tengah kesibukannya yang amat padat sebagai pemimpin Al-Zaytun, dia gencar merevitalisasi budaya naik sepeda, baik sebagai sarana transportasi maupun sebagai sarana olahraga. Menurut Syaykh, naik sepeda selain bisa mengurangi polusi yang diakibatkan kendaraan bermotor juga menyehatkan raga dan jiwa yang pa­da gilirannya juga membangkitkan nyali.

Setiap orang sangat membutuhkan nyali yang kuat agar jangan pernah ber­putus asa. "Nyali yang kuat memungkin­kan kita dapat menghargai dan membe­sarkan orang lain, sementara hati kita sendiri tetap penuh kerendahan. Berse­peda adalah salah satu cara membangun nyali," kata Syaykh Panji Gumilang. Da-lam rangka membangun nyali yang kuat itu, Al-Zaytun berencana bersepeda keli­ling pulau Jawa-Madura.

Asosiasi Sepeda Sport Al-Zaytun atau ASSA yang pendiriannya barn diresmikan 1 Muharram 1429 H, pada 26 Mei – 10 Juni 2008 ini merencanakan sebuah perjala­nan keliling pulau Jawa-Madura dengan bersepeda. Perjalanan sekitar 2000 km An diperkirakan diikuti oleh setidaknya 200 orang peserta, selain untuk memas­yarakatkan penggunaan sepeda di semua kalangan masyarakat, ASSA akan melaku­kan pula kegiatan menanam pohon di setiap kota di pulau Jawa yang disinggahi pada setiap momen istirahat.

Sesuai dengan makna kata ASSA, yang berarti nyali dan harapan, salah satu inti bersepeda keliling pulau Jawa-Madura ini tujuan utamanya adalah membangun nyali setiap diri peserta, maupun penik­mat Berta pemerhati olahraga sepeda.

Lewat sepeda, Al-Zaytun membangun nyali masyarakat supaya mereka tidak lemah nyali, dan jangan pula sekali-kali berputus asa. Caranya dimulai dengan memasyarakatkan sepeda. Menurut Syakh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, ber­sepeda adalah olahraga paling sehat yang dapat diikuti semua generasi mulai anak­anak, remaja, dewasa, hingga orangtua dan veteran. Dengan bersepeda, jantung sehat, saraf sehat, paru-paru sehat, otot sehat, demikian pula kerja genetika men­jadi sempurna hanya dengan modal kecil sebuah sepeda.

Syaykh menegaskan, dengan nyali besar, siapa pun dan apa pun kedu­dukannya menjadi dapat berkontribusi membangun negara dan bangsanya sesuai keahlian dan profesi yang ditekuni. Orang yang bersepeda adalah orang yang tidak pernah berputus asa, walaupun dia tidak menggunakan bahan bakar minyak. Se­bab bahan bakar sepedanya adalah bagaimana kaki digerakkan, ditumpang­kan di pedal, kemudian masuk ke roda lalu roda berputar.


Ujicoba di Jakarta

Sebelum pembentukan nyali secara aktual dimulai, terlebih dahulu dilaksa­nakan ujicoba bersepeda di berbagai tempat, termasuk keliling ruas-ruas jalan raya protokol Ibukota Jakarta, pada Minggu 24 Februari 2008 antara pukul 06.00-08.00 WIB. Jakarta dipilih yang kondisi jalan rayanya mendekati arena yang sesungguhnya di sekeliling pulau Jawa.

Peserta mengambil start dari Cirendeu, Jakarta Selatan melewati Pasar Jumat­-Lebakbulus-Pondok Indah-Kyai Maja - ­Blok M-Sisingamangaraja-Sudirman-­Thamrin-Monas.

Mereka kemudian kembali balik dengan mengambil rute Monas-Thamrin-Sudir­man-Sisingamangaraja-Blok M-Kiyai Maja-Pondok Indah-Lebakbulus-Pasar Jumat hingga finish kembali ke Cirendeu.

Ujicoba diikuti 18 peserta yang akan menjadi peserta inti saat rombongan besar Al-Zaytun berkeliling pula Jawa, dipimpin langsung oleh Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang menempuh jarak sejauh 43 kilometer yang diselesaikan selama sekitar dua jam. Jarak sejauh itu apabila ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor menghabiskan tiga liter bensin.Tetapi dengan bersepeda bahan bakarnya adalah sate kambing berikut sayur kangkung atau bayam Berta makanan protein lainnya.

Ujicoba berlangsung dengan baik sebab seiring-sebangun dengan pola latihan selama ini yang sudah tertata rapi sejak 17 Nopember 2007, yaitu dua kali setiap pagi bersepeda masing-masing selama dua jam berlangsung pukul 05.30-07-30 WIB, lalu diselingi istirahat setengah jam, kemudian dilanjutkan lagi pukul 08.00-10.00 WIB.

Dengan latihan teratur, pencapaian bersepeda keliling pulau Jawa-Madura sudah dianggap tercapai 75 persen. Apabila ditambah asupan makanan yang pas sebagai "bahan bakar", maka pencapaian sudah mendekati 90 persen. Sehingga, pada hari-H setiap peserta tinggal menambah ketelitian dan keyaki­nan diri supaya kesuksesan dapat tercapai hingga 100 persen.

Karenanya, menurut Syaykh Al-Zaytun, unsur ketelitian dan keyakinan diri kendati memberikan kontribusi 10 persen saja, perannya sangat menentukan sekali dalam meraih keberhasilan. Jalanan Jakarta yang licin dan mulus-mulus hing­ga bisa dikayuh dengan kecepatan maksimal 37, 2 km perj am, untuk j arak 43 km ternyata harus ditempuh selama dua jam karena jalanan terhalang oleh banyak kendaraan yang lalu lalang.

Kondisi tersebut menyiratkan pesan, seandainya pemerintah serius mengga­lakkan supaya semua lapisan masyarakat dalam setiap bepergian menggunakan sepeda, maka pemerintah sudah seha­rusnya mendedikasikan setidaknya satu lajur di sisi kiri dan satu lajur lagi di sisi kanan jalan tol untuk penggunaan sepeda.

Jika demikian halnya, mengingat pengguna sepeda sehat di Jakarta sede­mikian semangatnya, satu lajur khusus untuk sepeda itu diperkirakan akan dapat dimanfaatkan oleh satu juta pengguna setiap harinya. Dan bahan bakar untuk penggunaan sepeda itu tak perlu diatur dengan kartu pintar untuk mengukur penggunaan bahan bakar minyaknya. Sebab "kartu pintar"-nya sepeda adalah bagaimana mulut mencari sate kambing.
Butuh Nyali Yang Kuat

Rute bersepeda keliling Jawa-Madura­ perginya mengambil start di kampus Al-Zaytun Indramayu memasuki Pantura sampai Surabaya keliling Madura, kembali lewat jalur selatan Jombang-Ngawi-Surakarta-Jogyakarta­Karanganyar - Bumi Ayu - ke arah Pantura kembali ke kampus Al-Zaytun, menem­puh jarak 1.889 km selama 16 hari (16o jam mengayuh sepeda).

Al-Zaytun akan memberitahu dan berkoordinasi penuh dengan setiap Kepolisian Resort (Polres) di masing­-masing kota. Al-Zaytun juga akan mena­nam aneka jenis pohon tanaman keras di setiap daerah yang disinggahi. Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan terpadu, dengan nyali besar yang dimiliki, berko­mitmen untuk menanam pohon jenis apa saja yang dibutuhkan.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 56 - 2008
Berita Selengkapnya !

Membangun Jiwa Raga Bangsa Untuk Indonesia Raya


Menyambut seabad Hari Kebangkitan Nasional serta dalam rangka memperingati Hari Lahirnya Dasar dan Falsafah Negara (Pancasila), Hari Lingkungan Hidup Internasional dan Hari Anti Narkoba Internasional, serta memperingati hari lahirnya Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), dan untuk mengenal lebih dekat daerah­daerah di tanah air Indonesia tercinta, dalam hal ini Pulau Jawa dan Madura, ASSA (Asosiasi Sepeda Sport Al-Zaytun) akan menyelenggarakan perjalanan sepeda sehat mengelilingi Pulau Jawa dan Madura dengan tema "Membangun Jiwa Raga Bangsa untuk Indonesia Raya".
Tour Jawa-Madura yang berjarak 2.000 km rencananya akan ditempuh selama 16 bari dimulai dari kampus AI-Zaytun Losari - Batang - Semarang - Seluke - Gresik - Bangkalan - Sumenep - Sampang - Wonocolo - Nganjuk ‑ Sragen - Wates - Sumpiuh -­ Ketanggungan - Indramayu dan berakhir di Kampus Al-Zaytun.

Mempersiapkan perjalanan bersepeda yang akan dilaksanakan pada 26 Mei 2008 sampai dengan 10 Juni 2008, ASSA terus melakukan latihan-latihan intensif yang dibagi dalam lima tahapan yaitu Latihan Dasar II, Latihan Dasar I, Latihan Menengah II, Latihan Menengah I, dan Utama.

Untuk mengetahui ketahanan fisik yang telah didapat dari hasil latihan yang dilakukan, ASSA melakukan try out yang diikuti oleh seluruh anggota dari berbagai tingkatan latihan. Try Out pertama diadakan pada Kamis 31 Januari 2008 menempuh jarak 42 km. Dari kampus Al­Zaytun jam 06.00 WIB rombongan bergerak ke arah barat melewati Kec. Gantar, Kec. Gabus Wetan Kec. Haurgeulis dan tiba kembali di Al­-Zaytun pukul 07.45 WIB.

Try Out Kedua dilaksanakan pada Kamis tarikh 21 Februari 2008, dengan jarak tempuh 49,52 km. Berangkat dari Al-Zaytun pukul 07.20 WIB, dan tiba kembali pukul 09.47 WIB. Start dari Al-Zaytun menuju Haurkolot lalu ke arah Bantarwaru, Sanca, Bantarhuni, dan kembali ke Al-Zaytun.

Sedangkan Try Out ketiga dilakukan di ibukota Jakarta.
Try Out Keempat dilaksanakan pada Kamis 13 Maret 2008, latihan yang bertema "Jelajah Wiralodra" menempuh jarak 145 km. Berangkat dari kampus Al-Zaytun pukul 05.50 WIB, melewati Kec. Gabus Wetan, Kec. Kroya, Kec. Kandang Haur.

Dalam Jelajah Wiralodra rombongan beristirahat di kantor Polres Indramayu jam 08.20 WIB diterima oleh Kapolres Indramayu, AKBP Drs. Syamsudin Janieb beserta staf, dan Kepala Kejaksaan Negeri Kab. Indramayu, Udjijono SH. Setelah menanam sebanyak 50 bibit pohon mimba, sonokeling, salam, trembesi, guta perca, bintaro dan laban di lingkungan Polres Indramayu. Jam 10.00 WIB, rombongan melanjutkan perjalanan, melewati Plumbon-Widasari-Lohbener-Trisi-Cikedung­Tanjungkerta-Suka Slamet dan tiba di Al-Zaytun pukul 13.00 WIB.

Try Out Kelima dilaksanakan pada Sabtu 5 April 2008 di wilayah Kab. Pandeglang dan Kab. Serang, Banten. Latihan yang bertema "Nyambung Saderek" ini menempuh jarak 122 km. Jam 05.30 dari hotel Paranti Pandeglang, sirine tiga buah motor pengawal dari kepolisian Pandeglang memecah kesunyian kota, mengawal dan mengiringi barisan pesepeda berseragam hijau dengan lengan panjang berwarna hitam. Peserta "Nyambung Saderek" berbaris rapi menyongsong matahari terbit menelusuri bukit berliku sepanjang Saketi dan Menes.

Pada etape pertama, setelah menempuh jarak 40 km, seluruh peserta beristirahat di SPBU Carita. Setelah beristirahat selama 30 menit dan melakukan pemanasan, peserta melanjutkan etape kedua. Indahnya riak ombak dan tiupan angin laut yang semilir sepanjang perjalanan pada etape ini seakan memberikan pijatan­pijatan halus di sekujur tubuh dan mata sehingga tak terasa 4o km jalur Carita­ Karangbolong-Cinangka dapat ditempuh tanpa rasa lelah.

Ketangguhan peserta mulai diuji pada etape ketiga. Tatkala memasuki Cinangka, jalan mulai menanjak, sepeda hanya dapat dikayuh dengan kecepatan 5-8 km/jam. Jalan yang terus menanjak memaksa peserta untuk mengeluarkan tenaga ekstra agar dapat terus mengayuh sepeda, peserta juga harus dapat menjaga keseimbangan tubuh agar tidak terjatuh.

Memasuki Padarincang, Ciomas, jalan yang rusak dan berkerikil serta pangs yang menyengat, menambah beban otot-otot kaki untuk terus mendaki. Pada detik-detik itu, otot­otot kaki terasa tak mampu lagi digerakan, napas tersengal seakan sulit dihembuskan kembali, akan tetapi berbekal janji atlet yang "pantang menyerah", semua peserta termasuk dua peserta puteri Shofiyah Al-Widad (mahasiswi Universitas Al-Zaytun) dan Usth Kokom Komariah (Mudarisah Al-Zaytun) mampu menyelesaikan semua etape dengan selamat serta sampai kembali di hotel Paranti Pandeglang jam 13.30 WIB.

Setelah lelah mengayuh sepeda selama enam jam, dari hotel Paranti, menggunakan tiga buah mobil Panther, satu buah De­fender serta satu buah mobil ambulan, peserta kembali ke Menes untuk menghadiri resepsi pernikahan puteri H. Shaleh Asad, sahabat Syaykh Al-Zaytun. Diiringi lagu­lagu nostalgia peserta menikmati hidangan makan siang, rant wajah peserta mulai bersinar kembali karena kalori yang habis terbakar tatkala mengayuh sepeda mulai terganti. Bahkan Usth Kokom Komariah sempat mengalunkan suara merdunya dengan menyanyikan lagu berjudul "Es Lilin".

Usai menikmati makan siang, "Nyambung Saderek" diakhiri dengan menanam dua pohon kilaban sebagai kebanggaan masyarakat Banten, empat pohon jati dan dua pohon salam sebagai lambang kedamaian sejati di Perguruan Mathla'ul Anwar Pusat, Menes.

Diharapkan dengan disiplin, berani, Jujur, hemat, cerdas, sportif, toleran, menjunjung tinggi persaudaraan demi perdamaian, membela kemanusiaan dan pantang menyerah tour Jawa­-Madura dapat terlaksana sesuai rencana, mampu membangun jiwa­raga bangsa Indonesia dan dapat memayungi Indonesia dengan payung pepohonan.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 56 - 2008
Berita Selengkapnya !

Gaya Hidup Mengayuh Kereta Angin Al-Zaytun


Bersepeda layaknya mengendarai kumparan waktu. Mulanya, Baron Karl Von Drais (Heidelberg – Jerman, 1817) berkutat belasan jam di bengkel mekaniknya, menciptakan sepeda untuk menunjang efisiensi kerjanya sebagai kepala pengawas hutan Baden, yang membutuhkan sarana transportasi bermobilitas tinggi.

Dia mengatakan manusia membutuhkan kuda (ken­daraan) yang lebih molek agar hidup bisa lebih baik dan mampu menghargai waktu dengan mobilitas tinggi. Sejak itu, sepeda dan manusia menjadi sahabat karib yang tak terpisahkan oleh zaman.

Saat ini, setelah dua abad lebih bergulir, sepeda selain sebagai kenda­raan yang mempermudah hidup manusia, juga hadir sebagai kebutuhan olahraga. Saat mengayuh, aksi fisik membugarkan raga sekaligus menye­hatkan jiwanya. Lalu, si pengayuhnya akan "terbang" ke dalam romantisme masa lalu. Sepeda telah menemani kita dari masa kecil, saat menjejak usia re­maja, atau bahkan romantisme zaman bauhela saat si onthel lebih banyak am­bil peranan ketimbang si roda empat.

Dalam catatan World Tour-trial Mo­tor Journal, sampai tahun 1970 sepeda adalah kendaraan yang digunakan lebih dari 725 juta pengendara di penjuru dunia. Lalu angka menukik tajam menjadi 270 juta pengendara di akhir era 90-an. Angka tersebut sangat me­ngejutkan ketika menyadari akhir era 90-an telah terjadi lonjakan penduduk di dunia.

Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang mengatakan, bersepeda adalah olah­raga segala umur. "Dari anak-anak, re­maja, sampai orang tua bisa menggu­nakan sepeda. Faktor kecepatan dan ketepatan mengayuh bisa disesuaikan dengan umur pengendaranya," begitu kata Syaykh saat rehat setelah try out sepeda sehat menjelajah Jakarta Minggu pagi (24/02). Bersama 17 awak pendayuh lainnya, Syaykh AS Panji Gumilang bersepeda melintasi pagi hari Jakarta, sepanjang 43 km.

Jakarta dan sepeda bukan lagi karib yang baik. Prasarana untuk sepeda boleh dibilang tidak memadai. Jalan protokol, jalan perkotaan, perkantoran, pusat belanja dan area publik lainnya belum banyak menyediakan fasilitas bagi pe­ngendara sepeda. Tapi, ada yang sangat berbeda jika kita melihat kenyataan Jakarta, tepatnya down town Jakarta di minggu pagi. Belasan pengendara dari beragam komu­nitas "kereta angin berkayuh" itu bera­rakan di Jalan protokol Jakarta. Sekadar menyebut beberapa contoh, kawasan subur pengendara sepeda acap menyerbu kawasan Monas, Senayan, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan, Sunter, Kelapa Gading-Pulo Gadung, Kaman­doran-Cidodol, dan bahkan Kemayoran. Orang Jakarta bilang, sepeda mingguan. Mereka bisa datang dari mans saja, dari beragam kalangan yang membetuk komunitas pecinta sepeda. Satu yang menjadi acuan bagi mereka adalah bersepeda sehat! Mereka seperti kijang di hamparan lapangan rumput hijau. Me­ngayuh. Berarak-arakan. Melesat. Dan membelah Jakarta tanpa halangan.

Begitupun dengan khafilah yang dimo­tori Syaykh AS Panji Gumilang. Melintas Jakarta bukan lagi perkara hanya ingin mengejar kemudahan jalan yang cen­derung landai dan halus. Tanga umbul-umbul dan emblem, pagi itu khafilah Mahad Al-Zaytun menjadi "warga" sepeda sehat di Jakarta. Mengambil start di kawasan Fatmawati Jakarta Selatan, menyusur Monas, lalu finish di Cireunde­Ciputat, di ujung Selatan Jakarta.

Khafilah berkelebat selama dua jam tanpa spot perhentian. Lalu sorenya kem­bali ke Al-Zaytun Indramayu. Lalu, untuk apa bersusah payah dari Al-Zaytun datang ke Jakarta dengan membopong sepeda ji­ka di Indramayu dan kota sekitarnya jus­tru lebih menantang dengan medannya yang berat?

Jika diibaratkan, program Keliling Jawa-Madura Asosiasi Sepeda Sport Al­Zaytun (ASSA) mulai 26 Mei-10 Juni 2008 mendatang adalah semacam "pertempuran", maka sebelumnya sudah diupayakan latihan rutin dan sejumlah try out di sekitar Al-Zaytun dan kota/ kawasan di sekitarnya. Melihat kondisi keliling Jawa yang tak hanya menyimpan medan berat secara fisik, maka Jakarta bisa diibaratkan lagi sebagai medan yang "landai dan halus" namun membutuhkan taktik khusus untuk menembusnya.

" Bukan berati jalan halus yang hot mix bisa lebih santai dan asal main kebut," kata Syaykh memberi saran. Khafilah sepeda keliling Jawa nanti bukan hanya akan melintas jalan terjal, berliku, menanjak, dan curam menukik. Tempaan mental inilah yang disasar untuk mengalibrasi seluruh peserta nantinya. Jadi, apapun rupa medan dan hambatannya nanti, dengan try out di Indramayu dan kota di sekitarnya itu, dan, dengan uji coba di Jakarta ini akan menjadi holistic try out. Kesemuanya memberi gambaran bersepeda termasuk olahraga yang membutuhkan mental yang kuat.
Sehat dan Ramah Lingkungan

Jakarta di minggu pagi mirip keseharian di sekitar Mahad Al-Zaytun. Saban minggu pagi, Jakarta adalah "hari raya" sepeda sehat. Di sana terjadi kar­naval budaya gaya hidup sehat. Tua muda, beraneka jenis sepeda, dan dari beragam kalangan dan komunitas mengayuh bersama sedaya-upaya menyehatkan jiwa raga. Kemudahan fasilitas bersepeda di ja­lan protokol mulai pukul 6 sampai 9 pagi itu menjadi oase bagi pecinta sepeda sehat di Jakarta.

Sedangkan di Mahad Al-­Zaytun, sepeda sehat bukan lagi sebagai jargon. Aktivitas bersepeda menjadi keseharian hidup di Al-Zaytun. Guru dan siswa dibiasakan mengendarai sepeda di lingkungan kampus. Tersedia ruas jalan di setiap tepi jalan menjadi rancang khusus bagi pengendara sepeda di Al-Zaytun. Perlintasan itu mengambil ruas di jalan yang sama bagi pengendara roda empat. Lintasan sepeda mendapat white strips sekitar empat jengkal di tiap tepi jalan. Dengan dua. ruas (di kiri-kanan) jalan itu, pengendara se­peda akan dengan mudah mengambil jalan masing-masing satu arah. Dengan jalan satu arah itu, pengendara sepeda akan mendapat hak yang sama dengan pejalan kaki, dan pengendara roda empat lainnya.

Para pejalan kaki bisa nyaman di trotoar sambil menghirup udara segar tanpa diburu kendaraan lain. Begitupun kebera­daan sepeda dan roda empat tak terkecuali wajib mentaati rambu lalu lin­tas dan "polisi" jalan raya di kawasan kam­pus. Sebuah pemandangan yang nyaman dan teratur.

Bersepeda di Al-Zaytun bukanlah karnaval budaya saban akhir pekan. Di sana, dibiasakannya sepeda bagi santri, guru, karyawan dan eksponen telah men­jadi kebutuhan sehari-hari. Fasilitas parkir yang aman bagi sepeda juga terse­dia di setiap wilayah gedung dan di setiap, fasilitas parkir kendaraan lainnya.

Bahkan jika dibandingkan kendaraan roda empat seperti mobil para tamu atau bus karyawan, sepeda. menjadi "raja" dan sangat populis keberadaannya di Al-Zay­tun. Dengan memiliki sepeda menjadi salah satu kebutuhan secure di kampus terpadu itu.

Bila di Jakarta (pada umumnya) belum banyak menyediakan fasilitas untuk pengendara sepeda, maka di Al-Zaytun justru sudah mengembangkan sepeda sebagai gaya hidup keseharian. Mulanya berproses melalui peraturan tidak diperkenankannya kendaraan bermotor masuk lingkungan kampus, lalu pada akhirnya menjadikan sepeda sebagai kebutuhan sehari-hari, dan tersosialisa­sikan dengan sendirinya. Kehidupan ber­sepeda menjadi subur, dan benar-benar mengakar sejak mula Al-Zaytun didirikan hingga sekarang. Lalu-lalang sepeda telah menjadi pemandangan yang harmonis.

Langkah yang patut diacungi jempol. Mahad Al-Zaytun sebagai lembaga keilmuan sudah memulai gaya hidup se-hat dan ramah lingkungan, bahkan jauh sebelum isu pemanasan global menjadi isu utama dunia. Bisa dibayangkan, be­rapa jumlah bahan bakar yang di-"ta­bung" dari aktivitas seluruh kegiatan Al­-Zaytun.
Jalur Hijau

Seperti yang dikatakan Syaykh tadi, bersepeda adalah olahraga yang bisa dilakukan semua umur. Yang usia muda sudah pasti bisa melakukannya dengan baik. Dus, bagi yang berusia lanjut masih bisa melakukannya, jika masih sehat. Kendati bukan sekadar gowes-gowes, bersepeda membutuhkan teknik dan pencapaian mental yang baik pula.

Seusai bersepeda limas Jakarta minggu pagi itu, Syaykh berbagi pengalaman seputar dunia persepedaan. Ada semacam penyadaran diri bagi pengendara untuk menjiwai arti mengayuh si roda dua tadi. Meski selintas lalu sepeda terkesan sederhana, nyatanya tidak semudah itu.

"Bersepeda itu tidak boleh sambil ngo­brol," kata Syaykh memberi masukan. Jelas, bersepeda tidak bisa dipandang sebelah mata. Konsentrasi penuh diper­lukan di sang. Selain itu, bersepeda juga mempunyai attitude yang khas dari jenis olahraga lainnya. Fisik yang kuat ditopang days jelajah medan serta penguasaan ke­cepatan kayuh yang tepat.

Jelang sepeda sehat keliling Jawa­Madura mulai 26 Mei- 10 Juni 2008, Mahad Al-Zaytun akan meneruskan try out semacam ini sebagai uji persiapan. Hajatan yang kelak akan menebarkan semangat berolahraga sepeda sehat, sambil terns mengakrabi alam dari jarak yang terdekat.

Sambil terus mengayuh sepeda keliling Jawa nanti, khafilah Mahad akan mene­bar bibit-bibit pohon untuk penghijauan lahan. Jika nanti khafilah akan menyusuri Jalan Pos Deandels sepanjang Utara Jawa, lalu pulang arah Selatan, maka bisa dibayangkan sejumlah kabupaten sing­gahan tadi akan menjadi "jejak hijau" di puluhan tahun mendatang. Bibit-bibit yang disebar di sejumlah kota singgahan itu akan menjadi pohon yang akan men­jaga kesuburan tanah Jawa.

Bersepeda keliling Jawa Al-Zaytun (Asosiasi Sepeda Sehat AI-Zaytun) bukan sekadar terirah menyusur kenangan lama yang mengatakan Jawa adalah tanah yang subur. Menebar bibit pohon, justru ingin membuktikan bersepeda keliling Jawa ini tidak lain adalah ingin mengembalikan kedikjayaan tanah Jawa yang dulu dika­takan sebagai Jawa-dwifa, tanah Jawa yang subur.

Saat menciptakan maha karya Von Drais, sang mekanis berhati mulia itu berharap kelak kendaraan sepeda kayu beroda dua yang diciptakannya itu bisa membuat hidup manusia lebih baik dan menghargai waktu. Von Drais telah merubah dunia dengan kendaraan kayu roda dua itu. Dan, kini, begitu banyak hal terbaik yang telah dilakukan dengan sebuah sepeda.

Rencana program mengayuh sepeda keliling Jawa Juli mendatang itu, Al-­Zaytun akan menuntaskannya dengan pe­nanaman bibit-bibit pohon. Sudah sehat jiwa raga, aksi penghijauan menjadi persembahan yang tak ternilai harganya bagi lingkungan. Bukan sekadar klange­nan naik sepeda keliling sambil menge­nang romantisme tanah Jawa yang "Dwifa". Tapi, aksi nyata yang ingin mem­buktikan dengan sepeda manusia layak memperbaiki hidup lebih baik lagi. Sambil gowes-gowes keliling Jawa, khafilah Al­-Zaytun menebar aksi sehat dan kecintaan terhadap lingkungan. Kelak, puluhan ta­hun mendatang, generasi berikutnya akan mendapat jejak hijau di sepanjang petila­san hijau saat pemberhentian para penda­hulunya keliling Jawa.

Bisa dibayangkan, jika aksi sehat keliling Jawa ini diagendakan secara ru­tin setahun sekali, maka jejak hijau itu bu­kan lagi seperti napak tilas. Tapi, menjadi jalur hijau yang akan menjaga sepanjang Utara dan Selatan tanah Jawa ini.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 56 - 2008
Berita Selengkapnya !

Thursday, May 29, 2008

Tour de Java 2.000 Km

Rombongan Nyanyikan Indonesia Raya di Hotel

BREBES - Setelah menempuh perjalanan tujuh jam lebih, rombongan sepeda Tour de Java, dari Pondok Pesantren AL Zaytun, Indramayu, kemarin pukul 13.20 singgah di Dian Hotel, Tanjung, Brebes.

Rombongan dipimpin Pimpinan Ponpes Syeikh DS Panji Gumilang, diterima Ymt Camat Tanjung Hadi Prawoto BA, Kapolsek AKP Riyanto dan Danramil Wahyudi.
Tour de Java sesuai rencana akan menempuh perjalanan 2.000 km melewati jalur pantura Brebes - Tegal - Pekalongan - Semarang - Rembang - Tuban - Gresik - Surabaya - Madura. Rombongan berjumlah 278 peserta terdiri atas santri ponpes dan klub sepeda dari Indramayu. Peserta dilepas dari Ponpes Al Zaytun di Desa Mekarjaya Kecamatan Gantar, Indramayu, Jabar Senin (26/5) pukul 05.00.

Ketika tiba di halaman Dian Hotel, rombongan sejenak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Selanjutnya sore hari melakukan kegiatan penanaman pohon di Desa Tanjung.

Melatih Fisik

Menurut Pimpinan Ponpes Al-Zaytun Syeikh Panji Gumilang, kegiatan yang diistilahkan jelajah akbar ini digelar berkaitan Seabad Hari Kebangkitan Nasional, bertujuan untuk mengenalkan para santri mengenal daerah luar. Sekaligus mengenal adat dan budaya bangsa yang beraneka ragam. ’’Kegiatan ini juga untuk melatih fisik supaya tetap sehat,’’ tuturnya.

Pagi ini (27/5) pukul 05.00 rombongan melanjutkan perjalanan ke Pekalongan. Sesuai jadwal panitia, peserta akan istirahat dan bermalam di Tirto, Pekalongan, selanjutnya berangkat lagi Rabu (28/5) ke Semarang dan istirahat di Mangkang, Semarang. Kamis 29 Mei sampai Kaliori, Rembang, dan 30 Mei di Jembel (Tuban).

Seluruh perjalanan 17 hari, dari Madura, kembali melewati jalur selatan Nganjuk (Jatim)- Sragen-Wates-Prembun (Kebumen)-Wangon-Bumiayu-kembali ke jalur pantura di Tanjung. ’’Kami akan kembali lagi di Dian Hotel, Tanjung 10 Juni,’’ kata Humas Panitia, Latief.(wh-17)
Berita Selengkapnya !

Wednesday, May 28, 2008

Bersepeda Jelajah Jawa-Madura

Indramayu, Pelita. Dengan mengucapkan Bismillahi majreha wal mursaha, ina robbi la ghofururohim, Senin 26 Mei 2008 jam 05.00 WIB, Syaykh AS Panji Gumilang mulai memimpin perjalanan para anggota Assosiasi Sepeda Sport Al-Zaytun (ASSA) mengelilingi Pulau Jawa dan Madura.

Sesaat sebelum berangkat Syaykh mengatakan Azam untuk menjelajah Jawa-Madura kita mulai, tanamkan jiwa pantang menyerah, disiplin, saling menghormati, dan toleransi, serta selalu memohon kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kita menjelajah bukan untuk berlomba tetapi untuk mengenal lingkungan yang ada di Jawa-Madura yaitu Indonesia Raya. Untuk itu jangan saling mendahului, group-group yang telah disusun ditaati, nomor-nomor urut group tetap dipertahankan, supaya kita memperoleh keselamatan.

Awal perjalanan itu disaksikan pula oleh Pengurus Ikatan Sepeda Seluruh Indonesia (ISSI) Sofyan, dan perwakilan dari perusahaan sepeda Giant Jakarta Dedi. Bahkan Sofyan mengibarkan bendera start sebagai tanda dimulainya perjalanan. Keduanya menyatakan merasa terkesima menyaksikan antusias yang begitu besar dari anggota ASSA mengikuti perjalanan Jawa-Madura. Biasanya perjalanan sepeda paling banyak diikuti 50 orang, namun disini diikuti 278 peserta, sungguh suatu fenomena yang baru. Ini adalah berkat ketegasan Syaykh dalam menerapkan disiplin, kata Sofyan kepada Pelita.

Tiga hari pertama

Suasana masih pagi, namun kemeriahan terasa di pintu utama Al-Zaytun, semua unsur yang ada dilembaga pendidikan ini ber-kumpul dan berjajar, anggota ASSA sudah siap mengikuti perja-lanan, dan yang lainnya ikut melepas para pesepeda itu. Perjalanannya cukup lama yaitu 17 hari dalam 17 etape dengan jarak tempuh sekitar 2000 km. Etape pertama dari kampus Al-Zaytun menuju kecamatan Tanjung di Jateng melintasi jalan-jalan yang ada di Indramayu dan Cirebon Provinsi Jawa Barat, serta kemudian me-masuki Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

Sampai ditempat tujuan sekitar jam 13.00 WIB, lalu tim menuju Hotel Dian di Tanjung sebagai tempat yang ditetapkan untuk me-nginap pada etape pertama. Pada etape kedua, start dari Tanjung jam 05.00 WIB, lalu melintasi jalan-jalan yang ada di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, serta masuk ke wilayah ibu kota Kabupaten Batang jam 11 siang.

Assda I Drs Suharyanto mewakili Bupati Kabupaten Batang H.M. Tatang Bintoro SE berkesempatan melepas perjalanan Tim Assa hari ketiga Rabu 28 Mei 2008 dari halaman hotel Dewi Ratih. Dalam sambutannya mengharapkan penanaman pohon yang telah dilakukan ASSA merupakan amal baik kepada Kabupaten Batang sehingga bisa memberikan manfaat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak pemanasan global.
Penanaman pohon merupakan wujud nyata kepedulian ASSA terhadap kelestarian lingkungan. Terkadang kita hanya bisa memetik dan lupa menanam. Dengan menanam pohon kita terus ingat pada Allah Swt yang senantiasa memberikan rezeki kepada manusia, ungkapnya. Selanjutnya Assda mengucapkan selamat jalan kepada tim, hen-daknya hati-hati dalam menempuh perjalanan karena Jalur Pantura melewati alas roban merupakan jalan yang selalu sibuk, banyak tikungan, tanjakan dan turunan.

Kepada Pers, Drs Suharyanto mengemukakan kegiatan yang dilakukan ASSA sangat positif, seragamnya merah putih dan sebelum berangkat menyanyikan Indonesia Raya. Merupakan nilai kejuangan yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia, lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa demi keutuhan NKRI. Nilai keju-angan seperti itu harus terus didengungkan sebab pada masa seka-rang ini terjadi gejala-gejala perpecahan diantara bangsa Indonesia, tegasnya.

Perjalanan hari ketiga, dari Batang diteruskan ke Tulis, Subah, Grinsing, Waleri, Kendal, Kaliwungu, Mangkang dan berakhir di Semarang. Sampai di Kendal jam 08.25 WIB, kemudian dilanjutkan menuju Ibu Kota Jawa Tengah Semarang. Tiba di Mesjid Agung Semarang jam 10.20 WIB, tim diterima oleh Direktur Pengelola Mesjid, Edi.

Saya merasa bangga dengan kegiatan ASSA ini, semoga Indonesia semakin maju dan berkembang dimasa mendatang. Saya juga berterima kasih, tim mau berkunjung kesini sehingga akan lebih memakmurkan mesjid, kata Edi sewaktu menerima kedatangan tim sepada ASSA. Rabu malam, tim Assosiasi Sepeda Sport Al-Zaytun menginap di Mesjid Agung Semarang,
Berita Selengkapnya !

“ Al-Zaytun lah Wujudnya … “

Group Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun

Perintis pesantren kita Saudagar Gujarat India. Kota Gresik pusat penyebarannya.
Kota gersang namun resik.
Wali pendirinya Syaykh Maulana Malik Ibrahim. Kota asri damai abadi. Kota tempat para wali Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya. Diteruskan santri gemilang.
Al-Zaytun lah wujudnya. Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya Diteruskan hamba perdamaian
Al -Zaytun lah wujudnya.

Itulah petikan lirik dari komposisi yang berjudul Pesantren Damai. Syaykh AI-Zaytun Panji Gumilang menulis sendiri liriknya, dengan aransemen Agung Setiawan salah seorang personil Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun. Kehadiran Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al- Zaytun punya keistimewaan sendiri. Keroncong yang mengkilap. Seni yang menawarkan banyak proses di dalamnya. Tidak saklek. Bisa ditekuk-tekuk aturan mainnya.

Mendengar sejumlah komposisi yang dibawakan Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun, seperti ada harapan untuk terus melestarikan jenis musik yang acap dikatakan "bikin ngantuk", redup, down tempo, atau sejumlah sangkaan yang serupa ini. Bisa dibayangkan, lagu Volare yang populer lewat permainan atraktif pemusik Latin, Gipsy Kings, meluncur dalam alunan cukulele, cakalele dan gitar bolong.

Lagu Volare yang kaya rhythm perkusi diformat dalam nada progres keroncong yang lazimnya dua kuplet itu. Volare dipapar dalam format irama yang jauh dari improvisasi dan tampil sedikit lebih kalem. Meski sedikit "mengkhianati" aturan bar pada musik rumba flamenco aslinya, tapi, masih bisa dikatakan keroncong. Itulah keroncong yang dimaksud mengkilap dalam Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun tadi.

Keroncong memang memiliki patron musik yang tak lazim di telinga anak sekarang. Perjalanan panjang sudah dialami keroncong di Indonesia. Sejak awal abad ke-16, di penghujung penguasaan bangsa Portugis, keroncong justru mulai disemai lewat "seni pemberontakan" kaum budak dan para opsir Portugis. Semacam hiburan kaum tertindas yang mirip dengan sejarah jazz di dataran Amerika. Benih musik yang tersemai di India, Maluku, dan kemudian menyebar hingga Minahasa, Filipina, Semenanjung Malaka, dan sampai juga ke tanah Jawa.

Dan, ketika kini benih musiknya berkecambah di tanah Al-Zaytun, evolusinya sudah sedemikian rupa. Keroncong Al-Zaytun bisa dikatakan sebagai keroncong kontemporer. Keroncong yang sudah mengalami proses sosialisasi. Kehadiran conga, triangle, dan keyboard bukan bertujuan mengkhianati patron musik aslinya. Ada semacam kepentingan mendesak untuk keperluan adaptasi.

Taktik ini bertujuan untuk lebih mudah masuk ke banyak telinga, terutama pendengar usia remajanya. Diperlukan banyak materi lagu (komposisi) yang populer, dan itu memerlukan tools untuk mencapai estetikanya. Keroncong Al-Zaytun adalah keroncong "formula" mutakhir antara pop dan world music. Istilah gampangnya seperti itu.
Jadi, jangan heran jika lagu Hey Jude (Beatles), Qurrata Ayun, atau lagu pop 8o-an Tak Ingin Sendiri terdengar dalam balutan keroncong. Mendayu-dayu tetap, tapi, ada yang bisa jadi alasan untuk disimak oleh pendengar yang lebih muda.

Cikal "Perdamaian"

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun adalah salah satu bentuk kegiatan seni yang resmi dibentuk pada 25.Januari 2002 silam. Komite Olah Raga dan Seni Ma'had Al Zaytun (KOSMAZ) menjadi koordinatornya. Pada saat itu, Lapangan Track Palagan Agung menjadi saksi bagaimana sebuah itikad berkesenian itu mulai disemaikan benihnya.

Ustad Anang Rifa'i yang waktu itu ditunjuk sebagai Koordinator Seni Bagian Keroncong menggaet Agung Setiawan dari Mahasiswa P3T ( Program Pendidikan Pertanian Terpadu ) untuk bergabung. Kemudian disusul sejumlah personil lain, Ust. Ciptadi Triwiharso dan Ust. Hari Pramono. Meski dengan instrumen yang masih sederhana, kegiatan keroncong berlatih dimulai.

Untuk menyemangati seni keroncong A]-Zaytun, KOSMAZ mengadakan Lomba Lagu Keroncong Al-Zaytun dalam rangka Syawal Cup II 2002 pada Juni 2002. Kehadiran 30 orang peserta dari seluruh civitas Mahad Al-Zaytun, menandakan animo yang lumayan besar untuk kegiatan seperti seni keroncong. Meskipun baru dalam tataran pesertanya masih guru dan karyawan, ada titik cerah untuk menambah personil dari proses lomba ini.

Sebagai pemenangnya adalah Ust. Luki Burhansyah dan Usth. Siti Mahmudah. Kemudian keduanya berkiprah sebagai personil Grup Keroncong Perdamaian Mahad AlZaytun hingga sekarang. Dan pada akhir November 2002, Ust.Budi Satrio bergabung sebagai personil tetap dengan kekuatan instrumen kontra bass, menggantikan posisi Ust.Ciptadi yang beralih pada biola. Dan mulailah riwayat sebuah alunan yang menyejukkan telinga itu meretas hingga sekarang.

Hampir di setiap event besar yang diselenggarakan oleh Ma'had Al Zaytun, seni keroncong kerap menyertainya. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 9 Mei 2003, Syaykh Al-Zaytun bertandang saat kegiatan seni keroncong ini latihan. Penamaan grupnya sendiri diberikan langsung dari pengasuhnya, Syaykh AlZaytun saat itu juga. Nama "Keroncong Perdamaian" diambil dari spirit lirik lagu Pesantren Damai yang diciptakan langsung oleh Syaykh.

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun sendiri adalah salah satu bentuk olahan dari ranch seni di Al-Zaytun. Santri terlibat langsung dalam setiap event baik yang besar maupun reguler, para santri menjadi on the spot audience. Di masa mendatang, cikal dari Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun yang sedang tumbuh berkembang ini ditentukan juga oleh oleh para on the spot audience-nya tadi. Para santri itulah yang akan menjadi salah satu penentu hidup matinya keroncong di Al-Zaytun.

Jika berhenti sampai di sini, kehadiran seni keroncong akan menjadi monumen. Mirip seperti TVRI yang terns merayap mempromosikan keroncong dari zaman ke zaman, puluhan tahun bergerilya mempertahankan keroncong hanya dalam tataran tradisi. Toh, tapi tetap saja masih jauh dari harapan pendengar mudanya.

Grup Keroncong Perdamaian Mahad Al-Zaytun punya peluang besar sebagai salah satu bentuk seni "bawah tanah" yang telah dibahas di artikel sebelumnya. Seni keroncong menjadi salah satu impuls seni yang kuat dalam komunitas "kedap" pengaruh luar ini. Setidaknya, setiap ada event, alunan keroncong menempati ruang inspirasi para santrinya. Jelajah seni para santrinya akan dipengaruhi lemah kuatnya keroncong Al-Zaytun. Gairah eksplorasi santri muda Al-Zaytun akan menjadi salah satu faktor penentu rembesnya pengaruh keroncong dalam proses hidup berkesenian mereka.

Para santri Al-Zaytun saat ini telah membentuk grup-grup kecil bentukan seni keroncong. Sekadar menyebut contoh, di luar Al-Zaytun sana, pemusik underground Bondan Prakoso telah memakai keroncong untuk memadukan musik hip-hop.

Diplomasi Seni

Dengan pendidikan yang mengacu pada standar kualifikasi internasional, Al-Zaytun menjadi komunitas siswa se-Nusantara dan mancanegara. Santri yang datang menimba ilmu, tidak hanya datang dari seantero Nusantara. Tapi, santri dari sejumlah negara pun tercatat sebagai civitas Mahad Al-Zaytun.

Kenyataan ini membuka peluang untuk terjadinya interaksi kuat antar bangsa dalam Al-Zaytun. Bukan hanya interaksi antar siswa, sejumlah tamu kenegaraan pun acap melakukan kunjungan ke Al-Zaytun. Tak heran, jika dalam sejumlah agenda kunjungan para duta negara asing, alunan musik keroncong menyertai acara perjamuan makan.

Sejarah mencatat bahwa seni sudah menjadi diplomasi yang ampuh. Alat untuk memperkenalkan identitas antar bangsa. Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun telah menjadi salah satu duta budaya Al-Zaytun. Mereka setia hadir menemani rehat tamu istimewa dan acara-acara besar. Tawaran yang pantas untuk mentasbihkan Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun sebagai duta seni.

Selain acara reguler tahunan seperti Pagelaran Seni Rihlah Ilmiah Mahad Al-Zaytun, agenda para koordinator santri dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Taiwan, Singapura, dan atau sejumlah Atase Budaya sejumlah negara yang Bering juga datang ke kampus untuk sekadar datang berkunjung atau meliput event-event penting yang terjadi di Ma'had Al-Zaytun. Mereka kerap mendapatkan sambutan musik keroncong.

Event lain yang pernah melibatkan Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun sebagai duta seni saat kunjungan Atase Politik Amerika Serikat pada 4 April 2003 telah memberikan sambutan yang luar biasa, sehingga mereka meminta Grup Keroncong Perdamaian Al-Zaytun merekam jams session pada 18 Desember 2003 dan 22 Desember 2003 bertempat di lokasi latihan di Tribun Selatan Palagan Agung Lantai I.

Dan tepat di pengujung tahun 2004 sebelum pergantian ke tahun 2005, saat itu kunjungan Prof.Dr.Robert W.Hefner dari Universitas Boston Amerika Serikat yang memberikan ceramahnya di Meeting Room Wisma Tamu Al Ishlah Ma'had Al Zaytun. Semua personil disulap dalam kostum yang sangat formal. Kali ini mereka tidak mengenakan seragam grup yang biasa mereka kenakan. Jas formal membalut tampilan mereka yang mengkilap.

Begitupun saat Hendropriyono sebagai perwakilan Presider Megawati datang berkunjung ke Ma'had Al Zaytun pada 13 Mei 2003 silam mendapatkan siraman tembang kenangan Grup Keroncong Perdamaian di Meeting Room Wisma Tamu Al Ishlah.

Tidak hanya di dalam lingkungan Mahad Al-Zaytun, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun juga melawat ke sejumlah event di sejumlah kota. Untuk pertama kali penampilan mereka diuji di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN). Mereka datang atas undangan untuk mengisi acara hiburan Temu Alumni UIN Jakarta pada tanggal 17 Mei 2003. Lalu disusul pada bulan Juni 2004, penampilan Grup Keroncong Perdamaian Ma'had Al Zaytun dalam rangka Rihlah Ilmiah Pelajar Ma'had Al Zaytun.

Berturut-turut mulai tanggal 2 Juni 2004 di Semen Gresik, tanggal 3 Juni 2004 di Petro Kimia Gresik, tanggal 5 Juni 2004 di UNESA Surabaya, tanggal 8 Juni 2004 di UGM, tanggal 10 Juni 2004 di SMU Taruna Magelang dan tanggal 11 Juni 2004 di UNES Semarang, Jawa Tengah.

Sebagai duta seni, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun sudah mendapatkan posisi yang nyaman untuk terus eksis. Jadwal manggung, baik event besar atau reguler menjadi penanda betapa besar peranan seni dalam Al-Zaytun. Namun, keberadaan yang terkesan elitis ini perlu diperlunak dengan sosialisasi ke dalam. Para santri sebenarnya juga menjadi sasaran utama mereka. Para santri itulah pendengar sejatinya.

Jika lagu Volare sudah membuat shocking para santri hingga menyebut Usth.Kokom Komariah (solist/vokal) sebagai "Ustadzah Volare" artinya para santri masih menagih banyak lagi lagu yang bisa membuat mereka terkejut.

Bagaimanapun, Grup Keroncong Perdamaian Al Zaytun sebagai duta seni sudah menjalankan misi mulia, menebar benih-benih seni. Mari kita ulang petikan lirik lagu Pesantren Damai yang ditulis langsung oleh Syaykh: Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya / Diteruskan santri gemilang /AI Zaytun lah wujudnya // Pesisir utara, pohon lontar, saksi berdirinya / Diteruskan hamba perdamaian Al Zaytun lah wujudnya //

Apapun bentuk seninya, Al-Zaytun sudah memberi ranah yang subur. Tinggal bagaimana benih itu berkecambah, dan tumbuh menjadi insan yang cerdas baik intelektual, emosional, dan spiritualnya. Mahad AlZaytun berupaya menghasilkan intelektual muda berhati mulia, dan tentunya dilambari cinta seni. Ya, di Al-Zaytun lah wujudnya.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 55 -2008

Berita Selengkapnya !

Kecerdasan Berkesenian di Al-Zaytun

Ucapkan selamat datang untuk kebebasan ekspresi seni di ranah ini. Dengan semboyan "Pesantren Spirit but Modern System" ; Mahad Al-Zaytun meyakini seni sebagai bahasa komunikasi kolektif. Seni menjadi salah satu kebutuhan pencerdasan dan pencerahan hidup. Yang suka musik, silakan. Yang suka tari ada banyak pilihan. Mau yang tradisionil silakan pilih, karena sudah beberapa yang dikembangkan di sini. Atau mau breakdance? Asal hati-hati kepalanya... :' kata Syaykh AS Panji Gumilang di atas mimbar saat acara Muharram 1429H silam.

Seni dan modernitas adalah saudara kandung yang acap dikepung banyak polemik. Seni yang terbenam dalam otak kanan sering dianggap versus dalam membentuk pola kedisiplinan dan kecerdasan otak. Al-Zaytun sebagai pesantren, tidak lantas menganggap seni adalah musuh dari watak yang disiplin, meskipun kedisiplinan adalah salah satu tujuan yang diharapkan untuk para santrinya.

Seperti petikan ungkapan Syaykh di atas, renting toleransi yang diberikan untuk pilihan seni dalam pratiknya sangatlah besar. Gamblangnya, Al-Zaytun menempatkan seni dalam tataran yang toleran, cerdas dan global. Animo seni para santri diapresiasikan dalam kelembagaan. Keberadaannya meresap dalam institusi.

Kehidupan berkesenian bukan lagi perkara bagaimana sebuah karya seni itu bisa tumbuh dan berkembang. Bukan hanya seperti sebuah tarian bisa berkelebatan di atas panggung. Atau tidak sekadar membahananya sebuah kidung dalam sebuah pentas yang memukau. Kebersenian adalah bentuk elaborasi beragam aspek hidup yang sinergis. Ada "pentas" belum berarti kehidupan berkeseniannya mengakar dalam kesehariannya. Kebersenian bukanlah panggung semata, yang sekadar menghiburkan panca indra. Hidup berkesenian itu seperti proses yang terus berkembang, terus mereproduksi bahasanya. Seni menciptakan reproduksi "bahasa barn".

Toleransi yang diberikan Al-Zaytun untuk kesenian sangatlah besar. Beragam seni tumbuh dan berkembang. Di bawah KOSMAZ, (semacam ekstra kulikuler siswa) yang singkatan dari Komite Olah Raga dan Seni Ma'had Al Zaytun itu, sejumlah seni difasilitasi. Sebut saja a sejumlah seni tari (baik tradisional maupun modern). Seni tari tradisional tidak hanya seni tari Sunda, tapi mengikuti perluasan kesejumlah seni tari dari daerah lain. Dan yang tidak kalah menarik, seni tari modern dari budaya Afro-Amerika seperti breakdance pun mulai menggeliat di Al-Zaytun. Untuk musik sudah pasti sejumlah musik bernuansa islami banyak diminati, seperti terbangan, dan qasidah.

Musik tradisional seperti angklung, gamelan dan keroncong juga bersanding serasi dengan musik modern semacam band-band kecil bentukan. (Bacajuga "Keroncong Perdamaian: Al-Zaytun lah Wujudnya..."). Setiap anak diharapkan bisa memilih mana yang mereka sukai. Selain minat, faktor kemampuan dan bakat, akan menentukan jenis seni yang bisa diambil oleh santri. Salah satunya adalah breakdance.
Melihat kehidupan berkesenian di A]-Zaytun seperti membaca sejumlah "bahasa baru" yang dimaksud tadi. Kita bisa mengatakan para santri AlZaytun adalah "santri seni". Santri santri yang melembari hidup sehariharinya dengan seni. Al-Zaytun sebagai kelembagaan pendidikan telah berupaya menyuburkan kehidupan berkesenian dengan mengoptimalkan fasilitas kesenian yang ada.





Seni Sebagai Teks

Sejak berdirinya Al-Zaytun tahun 1999, landasan pesantren dipasak sebagai spirit yang menjiwai sistem pendidikannya. Di sana terkandung nilai-nilai kemandirian, kebersamaan dan cinta ilmu yang dilandasi akhlaq al-karimah, dan keutamaan taqwa kepada Tuhan. Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan secara tegas mengupayakan pendidikan dan membangun semata-mata hanya beribadah kepada Allah. Dalam landasan tersebut, nilai-nilai seni berada dalam posisi yang nyaman. Seni tidak dipopor sebagai barang haram. Bukan juga terra yang perlu diseret dalam polemik yang berkepanjangan.

Nilai kemandirian adalah hakikat seni. Karena seni itu mencirikan independen, eksplorasi budi daya manusia, dan sifat memerdekakan. Mika kemandirian yang ditegaskan dalam landasan Al-Zaytun tadi itu akan selaras dengan sendirinya. Al-Zaytun sebagai pesantren dengan spirit modern akan menjadi ranah yang subur bagi tumbuh kembangnya hidup yang berkesenian. Mengambil jarak yang terdekat dengan seni adalah langkah yang tepat untuk mencapai harmoni.

Seni, (dalam hal ini seni pertunjukan baik tradisional maupun modern) seperti teks yang bisa dibaca sebagai "ekspresi". Ekspresi adalah perwujudan seni sebagai teks. Seni dapat dibaca sebagai wadah untuk menuangkan inspirasi, daya kreasi, aktualisasi diri, jelajah identitas, bahkan budaya perlawanan. Dan Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan yang menjunjung kedisiplinan mewadahi seni dengan terbuka. Lalu, di manakah posisi seni dalam Al-Zaytun?

Bisa dilihat bagaimana Syaykh Panji Gumilang (2004) menyimpulkan bahwa: pendidikan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mengarahkan kepada full development personality, yang berarti membangun, membentuk watak maupun kepribadian utuh dalam sistem pengasuhan peserta didik yang berkesinambungan, sehingga terwujud sound in mind and bodily prowess tercermin dalam pribadi bangsa yang cerdas (intelektual, emosional, spiritual), bangsa yang bajik dan bijak mampu memosisikan diri dalam berbagai kondisi yang tersimpul dalam berbagai sikap.

Konsep cerdas yang nalar (logic) baru setimbang dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Dapat disimpulkan, Al-Zaytun memberikan "kebebasan" kepada para santri didikannya untuk menimba ilmu setinggi mungkin, namun tetap memperhatikan seni (culture) sebagai peyeimbangnya. Al-Zaytun sendiri sebagai lembaga pendidikan tetap menyasar pada pengembangan nilai (prinsip) manajemen modern dengan bersandar pada ilmu pengetahuan, berorientasi pada program, procedural dalam organisasi, dan mempunyai etos kerja dan disiplin yang tinggi.

Keseharian para santrinya ditakar dalam program yang tertata. Rutinitas belajar di ruang ajar, program kelompok belajar, praktikum, tugas-tugas harian, kegiatan luar sekolah, dan keseharian dalam sistem sekolah asrama yang membulatkan ekspektasi kedisiplinan dalam proses belajar di Al-Zaytun. Seni bisa dijadikan tempat kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan lain seperti olahraga pun mirip demikian. Di mana para santri bisa mlipir sejenak dari rutinitas akademik. Mereka bisa berkreasi untuk menuangkan bakat, bisa juga sebagai alat bantu pelepasan ekspresi.

Dengan begitu, Al-Zaytun menghadirkan aneka ragam pilihan kegiatan seni sebagai program yang krusial. Ibarat sumbatan emosional, seni bisa menjadi memperlancar segala jenis sumbatan. Program seni bukan sekadar pelengkap yang bisa mati kapan saja. Al-Zaytun dengan tegas menyikapi seni sebagai salah satu bagian penting dalam konsep "Modern" yang dimaksud dalam landasannya. Sistem pendidikan terpadu yang mengkombinasikan kereligiusan, science technology, agriculture, information technology, sport, dan arts.

Secara tidak langsung, seni yang liberal telah membulatkan konsep "Modern" dalam Al-Zaytun. Ibarat padang gersang, Al-Zaytun adalah oase bercita rasa seni bagi musafir yang dahaga akan ilmu pengetahuan. Selain Pagelaran Seni Rihlah Ilmiah Mahad Al-Zaytun yang diretaskan secara rutin tiap tahunnya, salah satu penanda lainnya adalah perayaan Muharram 1429 H yang baru saja lewat. Tahun Baru Islam menjadi salah satu dari event besar Al-Zaytun. Pada puncak 1 Muharram 1429 H silam, sebagai pembukaan acara digelar paduan suara yang diiringi alunan full band, dipadu gamelan, dan terbangan. Selain "lagu wajib" Mars Al-Zaytun, lagu Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, dan Rayuan Pulau Kelapa membahana di langit-langit Masjid Rahmatan Lil'alamin.


Semangat "Indie"

Budaya dalam arti luas adalah hal-hal terbaik yang pernah dipikirkan dan diucapkan di dunia, seperti kegiatan “membaca", "mengobservasi", dan "berpikir". Gagasan seni menurutnya meluas sehingga mencakup hal "berbudidaya" (cultivated), dan atau "berbudaya" (cultured). Ada keterikutan unsur "logisme" dalam argumentasi estetika seni.

Al-Zaytun menjadikan seni sebagai bagian hidup yang logis. Penjadwalan, fasilitas, dan ruang gerak yang tertata menjadikan tataran seni masuk dalam argumentasi estetika. Pergerakan seni (aspiration) menjadi impuls, namun estetika seninya tetap dalam koridor yang tertata.

Kebersenian sebagai eksistensi diri, termasuk identitas diri semacam common knowledge tiap santrinya. Setiap santri difasilitasi identitas seninya. Apapun program seni yang diambil, is akan melekat pads diri santrinya. Jadi, jika saja si A adalah santri aliyah kelas 11 yang pandai fisika itu menjadi calon duta Olimpiade Fisika Tingkat Nasional, dia juga akan terkenal lewat identitas lainnya di basket dan kelompok musik terbangan, itu misalnya.

Keragaman pilihan seni di Al-Zaytun menjadi keinginan (aspire) dalam tataran demokratis. Pendekatan seni yang logis, dan menempatkan seni dalam ranch yang nyaman. Seni menjadi aktual, berada dalam tataran realitas. Seni macam ini akan mengikis pandangan seni itu adiluhung. Karena seni akan menjadi aktual dalam kenyataan sehari-hari. Di Al-Zaytun, seni menjadi menjadi pilihan melalui proses pemahaman. Seni Al-Zaytun adalah demokratisasi seni dan kebudayaan.

Kehidupan para santri yang harmonik (systematize), beban materi pembelajaran (materials), yang akhirnya memosisikan seni (arts) sebagai kegiatan di sela rutinitas. Pendekatan seni semacam ini akan menjadikan santri tetap berada dalam zona yang nyaman. Santri akan tetap merasa nyaman melewati siklus pembelajaran (processing) selama sekolah, berkegiatan, dan di asrama.

Kenyataan hidup keseharian para santri di asrama yang "kedap" terhadap gelombang elektronik menjadi realitas dari sistem selektif yang dimaknai sebagai "tradisi". Kedap terhadap pengaruh luar (impact) dari televisi dan seluler membuka peluang jelajah seni mereka ke arah yang lebih acak.

Pengaruh "imperialisme media" seperti televisi mengikis "imperialisme kultur" dalam kehidupan santri selama di asrama. Mereka nyaris "kedap" dengan pengaruh MTV, cable, byte, radio, video, atau wire. Para santri AlZaytun bukanlah generasi pemirsa aktif yang punya antusias terhadap ideologi media. Mereka terhindar dari general ideological effect (pengaruh ideologis umum) yang diproduksi televisi melalui pesan-pesan acara (program), manipulasi pemirsa, dan iklan.

Selama proses ajar, satu-satunya yang mereka dapatkan adalah input informasi dari para pengajar, atau pertemuan tiap pekan dengan keluarga. Dengan sistem "kedap" inilah yang nantinya akan menjadi pemancing eksplorasi berkesenian para santrinya. Status para santri yang menjadi "pemirsa pasif' membuat mereka mengikis pengaruh luar dan kembali pada identitas pencarian mereka semula.

Apapun yang terjadi di Amerika, tidak otomatis merebak di sini. Santri Al-Zaytun tidak akan pernah merasa gelisah dengan harga tiket pertunjukan grup musik rock My Chemical Romance yang mentas akhir Januari 2008 lalu, misalnya. Kehidupan seni para santrinya akan mengarah pada ketangguhan tiap personilnya. Filosofi musik indie akan menjadi bentuk seni di Al-Zaytun di masa mendatang. Spirit musik indie yang terkenal dengan "Do It Yourself”, menjadi selaras dalam kehidupan keseharian di Al-Zaytun.

Al-Zaytun dilambari nilai-nilai kemandirian dan kebersamaan. Tinggal bagaimana di masa mendatang AlZaytun mampu mewadahi seni indie ini sebagai "gerakan seni" indie sebagai seni yang direstui, tumbuh dan berkembang. Karena semangat independen, semangat kemandirian-kebersamaan-gotong royong sudah menjadi realitas para santri Al-Zaytun sehari-hari.

Kemandirian dalam ritus kehidupan para santrinya, menyebabkan kita bisa memproduksi makna barn dalam pola berkesenian mereka yang indie. Maka kita bisa menyebut mereka "santri indie".

Pihak AI-Zaytun patutlah merayakan semangat indie para santrinya sebagai proses berkesenian yang mantap. Jika keselarasan itu terpenuhi, para "santri indie" akan terns memproduksi makna berkesenian mereka dengan semangat "Do It Yourself”. Gerakan-gerakan kecil mereka akan mengarah pada pencarian jati diri yang subtil.

Kelak, di masa mendatang, tak bisa dihindari akan muncul identitas seni yang menempati gorong-gorong budaya. Kekayaan hidup berkesenian para santri akan mengarah pada kehidupan seni underground. Jika Al-Zaytun memberikan peluang dan kesempatan seluas-luasnya, Insya Allah, keberadaan seni indie Al-Zaytun akan menjadi identitas yang mantap. Dan beri tabik, ucapkan selamat datang bagi santri-santri indie" Al-Zaytun.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 55 - 2008


Berita Selengkapnya !

Bisnis di Internet