Tuesday, August 22, 2006

Bukan Sekedar Alih Pengetahuan

Ketua Dewan Direktur Center for Moderate Muslim (CMM), KH Dr. Tarmizi Taher mengatakan, seperti diungkapkan pakar pendidikan, bahwa pendidikan Islam bukan sekadar transfer of knowledge atau transfer of tranining, melainkan lebih merupakan suatu sistem yang dibangun di atas landasan keimanan dan kesalehan yang terkait secara langsung dengan Tuhan.

Karena itu, kata Tarmizi, lembaga-lembaga pendidikan perlu melakukan perubahan pendekatan pembelajaran agama. Di samping itu, mereka juga harus mencoba merekonstruksi dan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan pada lingkungan masyarakat yang lebih luas. "Dengan demikian, akan terwujud humanisme agama dan solidaritas kemanusiaan," katanya.

Mantan Menteri Agama ini menilai bahwa sistem pendidikan Islam di sekolah-sekolah SMP dan SMA yang berasrama, seperti Al Kautasr Sukabumi, Madania dan lain-lain, sudah tergolong bagus. Tetapi, menurutnya, masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan pelajaran agama hanya selama dua jam seminggu. Ini sangat kurang. Karena itu, jika sekolah-sekolah tersebut menambah jam pelajaran agama hingga 6 atau 10 jam seminggu, tentu di luar jam kelas.

Membangun pendidikan di sekolah-sekolah Islam, kata dia, merupakan tantangan umat Islam secara keseluruhan, baik keluarga, guru, maupun pemerintah. Meski demikian, kita mesti memahami bahwa untuk tujuan itu, kekuatan pemerintah tidak maksimal. Karena itu, umat Islam dapat melakukan perencanaan secara bertahap dari satu provinsi ke provinsi yang lain.

Tarmizi menambahkan, untuk membenahi sistem pendidikan Islam, harus dimulai dari system pemerintah. Contohnya adalah Malaysia. Di sana, seorang menteri pendidikan adalah figur yang telah sukses di bidang pendidikan. Ini diperlukan karena dalam pendidikan memiliki banyak materi yang harus diajarkan. Di samping itu, ilmu pengetahuan terus berkembang, sehingga memerlukan metodologi dan iptek yang dipergunakan mendukung pendidikan tersebut, secara baik. "Jangan seperti yang terjadi di negeri kita, ada pameo, ganti menteri ganti kurikulum," ujarnya. (Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Sistem Pendidikan Agama Islam

Perkembangan sians dan teknologi dalam dunia global sekarang ini, kian tak terbendung lagi. Berbagai informasi pun menembus hingga ke kamar-kamar setiap individu. Hal ini merupakan tantangan tersendiri, bagaimana kemajuan teknologi itu mampu mendukung pendidikan bagi umat Islam.

Namun di sisi lain, pendekatan pengajaran agama di sekolah masih lebih banyak difokuskan pada doktrin dan transfer pengetahuan semata. Akibatnya, siswa tak jarang tidak memahami esensi materi yang diajarkan. Tak hanya itu, siswa bahkan tak mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Pandangan itu mengemuka dalam lokakarya selama dua hari bertajuk "Memantapkan Konsep Pendidikan Dalam Islam" di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, pecan lalu. Hadir sebagai peserta lokakarya yang diselenggarakan Center for Moderate Muslim (CMM) dan Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia (YADIM) itu adalah para praktisi dan pakar pendidikan dari Indonesia dan Malaysia.

Datuk Haji Mohd. Nakhaie, Ketua YADIM, mengatakan bahwa pendidikan Islam belum memiliki falsafah secara jelas, melainkan hanya secara umum menyebutkan ihwal tingkat keislaman yang hendak dicapai oleh para siswa. Karena itu, harus dibuat penajaman. "Secara detail, pendidikan Islam belum menguraikan bagaimana mencapai insane yang bertakwa, bagaimana bentuk insane bertakwa, misalnya," ujar Nakhaie.

Nakhaie berharap masyarakat Islam, baik di Indonesia maupun Malaysia, perlu melakukan perubahan mendasar sehingga dapat menjadi contoh baik penghayatan Islam dan kemajuan Islam itu sendiri. Itulah sebabnya, kata dia, setiap perumusan sains harus dikaitkan dengan ajaran tauhid, world view dalam Islam.

Hal sama dikemukakan Prof Dr Sidek Baba. Guru besar di Universitas Antar Bangsa Malaysia ini mengatakan, untuk melindungi generasi Islam, pendidikan Islam harus diarahkan kepada pendidikan integrative. Sebuah pendidikan yang mengarah kepada pembinaan watak secara holistic, yaitu membangun potensi insani, pengajaran yang berasaskan nilai dan adab, serta melakukan proses evaluasi yang seimbang. "Pendidikan Islam harus menerapkan fikih atau hukum Islam," tandasnya.

Pentingnya pendidikan integrative dan penerapan fikih dalam pendidikan Islam, menurut Baba, adalah sebuah kekuatan yang menjadi faktor utama dalam membangun dan memajukan umat Islam. Sebab, kata dia, proses pembaratan yang kini tengah dipaksakan menjadi msalah serius bagi umat Islam.

Baba lalu menyontohkan, mengapa alumni pendidikan luar negeri yang etlah bergelar hingga doctor sekalipun, masih menyimpan rasa dengki. "Penguasaan sains dan teknologi tanpa dilandasi nilai-nilai moral, hanya akan menghasilkan penyalah-gunaan," kata dia menegaskan.

Sementara itu, menurut Afriki, Kepala Sekolah Madania Elementary School Parung, Bogor, kini sudah saatnya melakukan perubahan metode pendekatan pembelajaran. Pasalnya, kata dia, pendekatan yang berlaku selama ini masih sebatas membekalin siswa dengan pengetahuan dan ritual semata tanpa dibarengi pemahaman mendalam terhadap esensi dan relevansinya bagi kehidupan mereka sekarang, yang akan datang maupun kelak di akhirat.

Afriki menambahkan, untuk mendapatkan pendidikan agama Islam yang berkualitas dan bermakna, dibutuhkan kurikulum yang terintegrasi dan berkesinambungan. Di samping juga penerapan metode, pendekatan pembelajaran modern, dan pembekalan keterampilan guna mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
(Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Ujian Nasional Tak Lagi Diserahkan ke BSNP

Meski masih tetap diadakan, ujian nasional (UN) akan direvisi. Penyelenggaranya mungkin bukan lagi BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) seperti sebelumnya. Kelak dibentuk lembaga baru yang kini masih dikaji lebih lanjut.

"Ini untuk menghidari fungsi ganda BSNP. Sebagai pengembang, pemantau, dan penilai standar, masak BSNO juga menjadi penyelenggara. Hal itu menyalahi prinsip berdirinya BSNP," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas Bambang Wasito Adi.


Depdiknas juga tidak mungkin diserahi tugas tersebut. Masalahnya, tugas Depdiknas sebenarnya adalah mencari, mengelola, dan menguji siswa. Oleh karena itu, sebenarnya, kepentingan Depdiknas adalah meluluskan murid sebanyak-banyaknya. Bila uN diserahkan Depdiknas, dikuatirkan jumlah lulusannya 100 persen terus.

Bambang menyebutkan, rakornas pendidikan pekan lalu merekomendasikan perlunya sebuah lembaga pengujian pendidikan nasional (LPPN). Ini merupakan lembaga professional yang memilki otoritas dalam penyelenggaraan UN. Lembaga itu didukung tenaga professional, inovasi yang terus menerus dalam metodologi ujian, teknologi ujian yang mutakhir, serta manajemen ujian yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Dia menjelaskan, LPPN tersebut bisa diibaratkan LIPI, LAN, dan sejumlah lembaga negara Independen lainnya. Untuk mengatasi disparitas kemampuan siswa, terutama antara daerah terpecil dan perkotaan, Depdiknas mengategirikan kualitas sekolah dan siswa dalam termin, A, B, dan C. UN pun disesuaikan dengan kemampuan siswa dan sekolahnya tersebut. "Kami akan memberikan soal ujian dengan level B," jelasnya.

Kendati demikian, kategori itu diharapkan lenyap dalam 10 tahun mendatang. Lima tahun pertama, sekolah kategori C harus meningkat ke B dan yang B menjadi A. Demikian juga lima tahun berikutnya. Dengan demikian, 10 tahun yang akan datang, semua sekolah sudah mempunyai standar yang sama.

Bambang optimis hal itu tercapai. Sebab, nanti juga ada insentif lebih bagi guru yang mengajar di daerah terpencil. "Guru di daerah terpencil bakal menikmati gaji yang paling besar. Hal ini diharapkan untuk merangsang para guru terbaik agar mau mengajar di daerah terpencil," pungkasnya. (Sumber Harian Indo Pos – Selasa, 22 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Belajar sambil Berkebun, Tak Perlu Kerjakan PR

Menengok SD Alternatif Gratis yang diasuh Kak Seto

Merah putih. Itulah nama sekolah yang diasuh Psikolog Anak Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto. Menariknya, mulai kurikulum hingga aktivitasnya membuat anak-anak tidak fobia mengikuti sekolah yang menganut system home schooling itu. Seperti apa sekolah yang diresmikan oleh Menkes dan Meneg PP itu?

Sekolah yang terletak di Jalan Komboja 6-8 Haji gandun, Karang Tengah, Lembak Bulus, Jakarta Selatan, itu diperuntukkan bagi anak-anak yang kurang mampu. Konsep belajar di sekolah alternative gratis itu juga berbeda dengan sekolah konvensional lainnya. "Kami lebih banyak bermain dan belajar di lingkungan sekolah," ungkap Kak Seto usai peresmian sekolah alternative yang diberi nama SD Merah Putih itu, kemarin.


Menariknya, mereka yang berminat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar tidak perlu susah-susah menyiapkan dana atau buku pelajaran. Cukup datang ke lokasi kemudian ikut didaftar lalu bermain sambil belajar bersama.

Ketika Indo Pos menengok sekolah yang terletak di daerah Lebak Bulus itu, pemandangan asri langsung menyapa. Beberapa pohon buah dan bunga tertata apik. Ada sebuah pendopo bernama Puri Joglo Adhiwijna di sekolah yang muridnya rata-rata anak tukang ojek, pengamen, sopir angkot, dan pemulung itu.

Di pendopo itulah kegiatan sekolah dilakukan setiap hari. Kini sudah ada 59 anak usia 3-10 tahun yang terdaftar. Di pendopo yang cukup luas itu kegiatan sekolah dimulai pada pukul 07.00 hingga 11.00. Ada dua guru tetap dan 20 guru sukarelawan. Mereka adalah tenaga pengajar yang cinta dan memahami dunia anak.

Sekolah itu memang dirancang untuk anak-anak tidak mampu. Sekolah tersebut tetap mengacu kurikulum nasional, tapi dengan konsep home schooling. "Supaya anak-anak nyaman bersekolah sehingga tidak ada istilah fobia ke sekolah," jelas Kak Seto.

Seperti apa home schooling itu? Ternyata konsep itu diadaptasi dari pengalaman Kak Seto sendiri. Tiga dari empat anak-anaknya tidak ada yang sekolah umum. Mereka ikut home schooling. "Ini ternyata punya peranan besar agar anak tidak fobia sekolah," ungkap ayah empat anak pemilik Yayasan Nakula dan Sadewa itu.

Program itu akan membuat anak-anak lebih nyaman dan termotivasi untuk masuk sekolah. Konsep itu membuat anak-anak tidak perlu mengerjakan PR atau pun membawa banyak buku pelajaran. "Mereka tidak harus terbebani dengan banyak PR, tidak harus berat-berat membawa banyak buku, ataupun sibuk memikirkan baju seragam," ujar Kak Seto bersemangant.

Di sekolah yang bermoto Sekolah Sambil Bergembira itu anak-anak juga diajak belajar santai dan tidak terfokus dengan banyak bidang. Namun, mereka mendalami lif skill yang merupakan perpaduan antara pengembangan potensi individual tiap anak yang berbeda-beda. Pokoknya, sekolah yang juga mengajarkan dan menerapkan hidup sehat itu, anak belajar efektif tetapi santai.

Di SD Merah Putih, anak-anak juga diajak belajar sambil berkebun, bertaman, keterampilan membuat layang-layang, ataupun olahraga. Sehingga, program yang ditawarkan sekolah itu terkesan tidak kaku. Bahkan, anak-anak diajak berlatih nyanyi dengan Bertha, sang pelatih nyanyi yang sudah tidak asing lagi di Akademi Fantasi Indonsiar (AFI) seminggu sekali.

Kak Seto menambahkan, sebuah pelanggaran hak anak jika mereka merasa terpaksa ke sekolah ataupun merasa fobia. "Jangan paksa anak-anak untuk sekolah, biarkan mereka merasa ingin dan butuh untuk ke sekolah sehingga kita berpihak pada anak," pungkasnya.
(Sumber Harian Indo Pos – Ahad, 20 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Saatnya Bertemu Guru

Sungguh sayang, jika pertemuan dengan guru diwakilkan pada om, tante bahkan pembantu. Ini pertemuan kedua Mustika dengan guru kelas Andin. "Saya jadi lebih paham harapan guru terhadap murid-murid di kelas baru ini," kata Mustika. Hampir sebulan Andin duduk dikelas empat SD. Mustika tak ingin gadiis mungilnya itu mengalami kesulitan belajar seperti di kelas tiga.

Tak seperti di kelas sebelumnya, kini Mustika merasa harus aktif berhubungan dengan guru. "Supaya semua kesulitan bisa dideteksi sejak dini," katanya. Hubungan antara orang tua dengan guru memang terkadang tidak bisa terlalu intensif. Lain halnya hubungan guru dengan murid, ataupun anak dengan orang tuanya.


Namun, "Sinergitas antara orang tua murid engan gurunya haruslah terjaga. Agar masing-masing pihak dapat merasa mempunyai tanggung jawab," ujar Dra Evita Adnan, doesen psikologi di Universitas Negeri Jakarta.

Tahu Lesson Plan

Sinergi yang dimaksud Evita di jalin lewat sikap, pengetahuan, dan perkembangan anak ketika di rumah ataupun di sekolah. Guru menjalankan tugasnya mendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Orang tua di rumah juga harus memantau perkembangan daya serap anaknya terhadap materi pelajaran di sekolah seta mengajarkan perilaku yang baik.

"Orang tua harus memerhatikan perkembangan si anak, dan juga harus mengetahui lesson plan yang diberikan oleh guru," kata Evita. Lesson plan yang dimaksud adalah rencana kegiatan belajar mengajar dari sekolah selama satu minggu, satu bulan, dan satu semester. Ia mengatakan, orang tua di rumah harus berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran seusai dari sekolah.

"Itu dapat dilakukan dengan membantu saat anak membuat PR atau tugas-tugas," ujar Evita. Dengan begitu, secara tidak langsung orang tua telah memnatu guru dan menjadi kepanjangan tangan dari guru, yang hanya bisa ditemui di sekolah. Sebaliknya seorang guru juga harus berperan memberikan contoh yang baik dan mengayomi bagi murid-muridnya.

Sayangnya, pertemuan yang terjadi antara orang tua dan guru terkadang hanya sewaktu penerimaan rapor, rapat, atau malahan ketika anak tersangkut maslah di sekolah. "Seharusnya pertemuan mereka tidak sebatas itu, mungkin karena kesibukan orang tua sehingga pertemuan itu jarang berlangsung," tutur Evita.

Pihak sekolah juga terkadang kurang memerhatikan hubungan guru dengan orang tua murid. Menurut Evita, minimal pihak sekolah mempunyai agendea khusus untuk membahas planning yang akan dicanangkan oleh sekolah bersama orang tua murid. "Dengan begitu orang tua juga dapat terlihat secara aktif dalam pendidikan di sekolah, dan banyak berkomunikasi dengan guru," ucap Evita.

Jangan Wakilkan

Guru, jelas Evita, merupakan penerus tanggung jawab dari orang tua, yang bekerja secara professional sebagai pendidik. Walaupun guru bertanggung jawab terhadap muridnya, tidak dapat dimungkiri sosoknya lebih sebagai pendidik yang lebih menekankan nilai akademik.

"Bisa kita bayangkan dengan sistem pendidikan di Indonesia di mana satu kelas jumlah muridnya rata-rata di atas 40 anak, maka apakah pendidikan dapat sepenuhnya efektif, kata Evita. Di sinilah dituntut peranan orang tua untuk membantu guru dalam mendidik anak-anak. Di masa kanak-kanak seperti TK dan SD, orang tua lebih banya berperan. "Peran orang tua sekitar 70 persen, dibandingkan guru," ucap Evita.

Lulusan pasca-sarjana Universitas Indonesia ini menyarankan para orang tua agar tidak melewatkan pertemuan denganpihak sekolah. Walaupun jarang, itu merupakan kesempatan untuk dapat berkomunikasi langsung dengan guru. "Yang banyak terjadi, kakaknya, om, atau tante, malahan kadang pembantunya yang datang mewakilinya. Orang tua harus sadar akan pentingya bertukar pikiran dengan guru," ungkapnya.

Pertemuan orang tua – guru dirancang untuk kepentingan akademik anak. Namun, baik orang tua maupun guru kerap merasakan perasaan yang bercampur aduk menghadapi pertemuan ini. Di satu sisi, guru menangani sekian puluh anak dengan beragam tugas mereka yang harus siap menghadapi pertanyaan mendetail dari orang tua tentang anak mereka. Di sisi lain, orang tua terkadang mempunyai harapan yang tidak realistis atas sang anak dan merasa guru tidak berusaha maksimal.

Dari berbagai sumber yang dikumpulkan menyarankan satu hal; peremuan dengan guru sebaiknya direncanakan dengan baik. Dalam keadaan sama-sama segar sehingga pembicaraan bisa difokuskan pada anak.

Pertemuan itu paling tidak diadakan setelah enam minggu tahun ajaran dimulai. Sebab, pada waktu itu orang tua sudah mengetahui masalah paling penting bagi anak. Jadi, tak perlu selalu menunggu pertemuan penerimaan rapor untuk bicara dengan guru kelas anak.

Melengkapi Informasi

Dalam pertemuan dengan guru, keterampilan komunikasi menjadi masalah penting. Sebab, jika tidak guru akan merasa "terancam" dan bisa ber bersikap defensive. Akhirnya, hubungan baik orang tua dan guru pun tertutup.

Karena itu, saran Marna Biederman, dalam Talking with the Teacher, "Sampaikanlah hal yang positif dulu, baru mempertanyakan guru." Misalnya, "Anak saya bilang, Bu Sri Paling enak kalau menjelaskan Sains."

Tak mudah bagi guru mengetahui secara detail pribadi puluhan murid-muridnya. Tapi, secara garis besar biasanya mereka tahu kekuatan dan kelemahan akademis murid. Meskipun begitu, guru perlu informasi lain untuk membantu melihat anak dengan sudut pandang baru. Peran orang tua adalah melengkapi informasi bagi guru.

Orang tua bisa mengungkap pada guru tentang buku favorit anak, acara televisi kesuakaannya, olahraga, hobi, dan musik yang digandrunginya. Jangan lupa juga menceriterakan tugasnya di rumah. Semakin banyak informasi yang dimiliki guru tentang anak, lebih baik lagi ia mengajarkannya.

Gunakan bahasa positif, bukan membela diri, saat mendeskripsikan "masalah" pada anak. Bagaimanapun, cara orang tua memandang anak akan memberi pengaruh besar pada cara guru memandang si anak.
(Sumber Harian Republika - Ahad, 13 Agustus 2006) (familyeducation.com)
Berita Selengkapnya !

Melatih Guru, Mencerdaskan Bangsa

Kalau ingin jadi kepala sekolah, jadikan itu sebagai bintang terang Anda. Kalau ingin jadi kepala dinas, jadikan itu sebagi bintang terang. Bila ingin menjadi menteri pendidikan, jadikan itu juga sebagai bintang terang Anda. Yakinkan hari ini Anda bisa meraih bintang terang itu.

"Akulah juara sejati … Akulah juara sejati … Akulah juara sejati." Teriakan itu menggema seantero ruangan. Bergetar setiap dada yang memekikkannya. Tak terasa butiran air beningpun mengalir dari sudut kelopak mata beberapa orang di antara mereka. Ya, mereka para guru yang mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telkomunikasi Indonesia dan Harian Umum Republika, angkatan IV di Training Center Telkom Bandung, 11-12 Agustus pekan lalu.

Beberapa guru terisak sekaligus tersadar akan kekeliruannya yang dimilikinya selama ini. Mereka pun berikrar untuk menjadi yang terbaik dan meraih "bintang terangnya". Ya, bintang terang adalah tujuan cita-cita besar yang ingin diraih dalam sisa hidupnya.

"Kalau Anda ingin jadi kepala sekolah, jadikan itu sebagai bintang terang Anda. Kalu Anda ingin menjadi kepala sekolah, jadikan itu sebagi bitang terang Anda. Kalau Anda ingin menjadi kepala Dinas, jadikan itu sebagai bintang terang Anda. Dan Kalau Anda ingin menjadi meteri pendidikan jadikan itu juga sebagai bintang terang Anda. Dan yakinkan hari ini bahwa Anda bisa meraih bintang terang itu," teriak Jamil Azzaini, pengajar sesi motivasi sekaligus menjadi sesi akhir pelatihan, angkatan IV di Bandung.

Para guru pun terdiam. Namun, gelora dalam dada mereka yang membuncah menjadi pijaran api yang melecutkan semangat maju. Nampak muka para pahlawan tanpa tanda jasa itu pun merona penuh harapan akan cerahnya masa depan.

"Saya ditinggal mati suami ketika baru merampungkan S2 saya. Sejak itu saya kehilangan motivasi. Saya pikir tidak ada gunanya S2 yang saya raih. Namun, sekarang saya sadar bahwa saya ternyata masih bisa melakukan banyak hal. Saya ingin menjadi guru terbaik. Dan saya ingin meraih bintang terang saya, menjadi seorang pengusaha besar seperti Bakrie dalam waktu sepuluh tahun mendatang," ucap seorang guru dengan nada bergetar saat berbincang dengan sesame guru lainnya. Ada nada penyesalan dari kata-kata yang diucapkannya. Namun juga terdapat semangat dan gairah begitu besar untuk berubah mencapai kemajuan.

Sebagai pengajar motivasi, Jamil Azzaini memenag bisa "mengharu-birukan" pelatihan guru yang diikuti 50 orang pengajar SD, SMP, dan SMA di Bandung itu. Tak pelak, sesi terakhir menjadi klimaks sekaligus yang paling berkesan bagi peserta.

Tidak hanya angkatan IV di Bandung, peserta pelatihan angkatan I hingga III di Jakarta juga merasakan hal sama. Motivasi mereka untuk mengembangkan kepribadian diri, meningkatkan kualitas dan kompetensi sebagai guru menjadi semakin bergelora.

"Saya sangat terkesan dengan pelatihan ini. Saya jadi tersadar banyak kekurangan yang saya milik. Dan saya akan membagi pengalaman ini kepada teman-teman guru yang lain agar mereka mendapatkan manfaat seperti yang saya dapatkan dalam pelatihan ini," tutur Helena Asri Sinawang, guru SMA Negeri I Bandung.

Tanggapan para peserta pendidikan dan pelatihan guru Telkom-Republika angkatan pertama hingga tiga, tak kalah hebat disbanding komentar guru dalam pelatihan ke IV itu. Mawardi, guru SMP II Depok bahkan memuji sesi motivasi dan bahkan mengundang pengajarnya untuk datang ke sekolah tempatnya mengajar. "Para guru perlu materi demikian," katanya usai mengikuti pelatihan angkatan kedua di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Pelatihan Telkom-Republika perlu menjadi model. Inilah pelatihan paling hebat yang pernah saya ikuti selama ini," kata Tuti Alawiyah, guru SD Citra Alam Ciganjur, yang juga turut dalam pelatihan angkatan kedua.

Rata-rata peserta juga menyarankan program demikian terus dilaksankan dan perlu menyentuh lebih banyak sekolahan. "Pelatihan ini membuat kami lebih percaya diri. Dan harus menjadi program nasional karena masih banyak guru yang memerlukan pendidikan dan pelatihan serupa," ungkap Sri Hartini, peserta pelatihan angkatan pertama di Jakarta.

Materi Berbeda

Program pendidikan dan pelatihan guru Telkom-Republika akan diadakan 10 angkatan selama Aprli 2006 hingga April 2007. Tujuh pendidikan dan pelatihan dilaksanakan di Jakarta dan tiga lainnya di Bandung. Setiap angkatan diikuti 50 orang guru dan 25 kepala sekolah yang terdiri dari SD, SMP, dan SMA. Dari empat angkatan yang sudah ditelar, sebanyak 200 orang guru telah mengikuti dan merasakan manfaat pelatihan ini.

Materi yang diberikan dalam pelatihan ini memang dirancang berbeda dari materi pelatihan guru pada umumnya. Materi tersebut adalah komunikasi efektif, keperibadian menarik, proses kreatif, teknik menulis popular, pengenalan teknologi informasi, dan motivasi diri.

Sejumlah nama besar menjadi pengajar dalam pelatihan guru ini, antara lain musisi Purwatjaraka, Dirjen Pemberdayaan Sosial Depsos Prof Gunawan Sumodiningrat, serta sejumlah artis terkenal seperti Maudi Kusnaidi, shahnaz Haque, Neno Warisman, dan sebagainya.

Pada angkatan IV, para pengajarnya adalah Dr. Neni Yulianita (komunikasi efektif), Leila Mona Ganiem Spd Msi (kepribadian menarik, Tisna Sanjaya (proses kreatif), Anif Punto Utomo (teknik menulis popular), Yadi Karyadi (pengenalan TI), dan Jamil Azzaini (motivasi diri).

Selain pakar komunikasi dari Unisba Bandung, Dr. Neni Yulianita mengingatkan pentingnya komunikasi efektif dalam proses belajar mengajar di sekolah. Guru, katanya, harus memilki kemampuan ini agar proses belajar bisa berjalan dengan baik dan lancer. Lebih dari itu, juga akn timbul keakraban antara guru dan murid.

Komunikasi efektif, lanjut Neni, bisa dilakukan dengan komunikasi secara tertulis, lewat gambar, gerak-gerik tubuh, bahasa lisan, komunikasi kelompok, lewat aksi atau tindakan dengan menggunakan sentuhan, serta medium seni.

"Apapun status, pekerjaan, jenis kelamin, dan posisi atau jabatan, komunikasi efektif adalah penting untuk kemajuan. Bagi guru, jika bisa berkomunikasi secara efektif, maka akan meningkatkan kualitas pengajarannya. Guru yang berkualitas memiliki peran penting bagi kecerdasan anak didiknya," demikian tuturnya.

Proses Kreatif

Seniman dan dosen seni rupa ITB, Tisna Sanjaya, dalam paparannya mengingatkan tentang pentingnya proses kreatif bagi guru. Kita, katanya, sering kali hanya melihat hasil akhir sebuah karya atau hasil tanpa mencermati proses yang harus dilalui.

Untuk melatih kreativitas itu, Tisna meminta para guru menggambar di atas kertas. Temanya diambil dari puisi "Aku" karya Chairil Anwar. Para guru itu dibebaskan menggambar apapun sesuai ide dan interpretasinya tentang puisi karya salah seorang penyair besar Indonesia itu. Hasilnya, beragam lukisan terpampang dengan makna yang berbeda-beda.

"Medium seni sangat efektif untuk melatih kreativitas. Tapi bukan berarti setiap guru harus berkesenian. Menurut saya, kemampuan kreatif guru masih perlu ditingkatkan," ujarnya. Proses kreatif ini, ungkap Tisna, sangat relevan dengan peningkatan kompetensi guru. Misalnya guru matematika, dengan adanya proses kreatif dan belajar seni, maka dia akan mencari media yang tepat sebagai eksperimen agar siswa senang dan akrab dengan matematika.
(Sumber Harian Republika - Sabtu, 19 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Dibutuhkan Guru Pejuang

Lagi, angin surga berembus ke dunia pendidikan kita. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menjanjikan dalam kurun tiga tahun, 210 ribu guru honorer akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dengan cara itu, Depdiknas berharap mutu pendidikan di Indonesia semakin baik.

Kabar tersebut tentu layak disambut gembira. Sebab, kita semua tentu sepakat bahwa pendidikan memegang peran penting dalam kehidupan bangsa. Maju tidaknya pendidikan sangat mempengaruhi kemajuan bangsa ini.

Hanya, sebelum kebijakan itu benar-benar dilaksanakan, kita ingin mengingatkan agar pemerintah juga memperhatikan aspek-aspek lainnya. Artinya, bersamaan dengan pengangaktan itu, pemerintah juga harus serius melihat motivasi para guru honorer tersebut. Apakah di dalam diri mereka terdapat nilai kejuangan?

Ini mungkin terasa aneh. Mengukurnya juga tidak mudah. Namun, kita perlu mengingatkan karena di antara mereka yang saat ini jadi guru – baik yang sudah PNS maupun yang masih honorer – ada kecenderungan sekadar bekerja. Tidak ada nilai juang untuk mengantar generasi muda Indonesia siap menghadapi tantangan masa depan.

Mengajar atau mendidik anak mutlak perlu disertai motivasi kejuangan. Sebab, mendidik itu pada hakikatnya mengembangkan sebuah karakter atau kepribadian seorang manusia. Sentuhan yang bersifat kasih saying (emosional) sangat dibutuhkan. Ada kedekatan secara batin antara pendidik dan peserta didik.

Lain jika mendidik hanya dipandang sebagai pekerjaan atau lumbung mencari penghidupan. Hubungan guru dan murid menjadi sangat kering, kaku, dan formal. Guru tidak mau menyelami karakteristik anak didiknya. Guru hanya mau memberikan ilmunya sesuai dengan agro (baca: bayaran yang cocok).

Harus diakui, fenomena semacam itu kini cukup menggejala di dunia pendidikan kita. Guru banyak yang sibuk memperbaiki – secara material – kualitas hidupnya. Akibatnya, kegiatan yang berbau eksploitasi pendidikan demi keuntungan materi pun kerap terdengar.

Guru juga manusia ! Itu benar. Artinya, dalam batas-batas tertentu, seorang guru tidak "diharamkan" mencari materi. Namun, guru jangan sampai menjadi materialistis. Jika karakter materialistis lebih menonjol daripada karakter pejuang, sebaiknya apa pun kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru tidak akan menyelesaikan masalah. Guru tetap akan lebih sibuk mencari keuntungan materi dari pada mengembangkan anak didiknya.

Moralitas bangsa ini sudah sedemikian terpuruk. Seakan sudah sedemikian sulit ditemukan orang baik, orang jujur, dan orang yang berdedikasi tinggi. Sebaliknya, orang jahat, orang curang, serta orang yang tahunya hanya berpikir tentang kepentingannya sendiri sangat mudah ditemuka. Kata mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi'I Ma'arif, penjahat dan penjabat sudah sangat sulit dibedakan.

Dalam situasi yang seperti itu, peran guru sangat dibutuhkan. Guru harus terpanggil untuk bisa menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Yakni, generasi yang punya kepedulian terhadap sesame, menjunjung tinggi kejujuran, dan memilki semangat pengorbanan.

Mencetak generasi seperti itu tentu tidak mudah. Tidak cukup hanya mengantar mereka hingga lulus unas (ujian nasional). Tapi harus bisa mengantar anak didik menjadi "manusia". Yakni, sebagai mahluk hidup, social, dan religius. Dan itu semua membutuhkan keteladanan seorang guru !
Berita Selengkapnya !

Tak Layak, Guru Dipindah

Ini warning bagi para guru di Indonesia untuk segera meningkatkan kompetensi. Sebab, Depdiknas menyatakan akan ingin mencetak tenaga guru professional pada tahun 2008. Untuk itu, sekitar 900 ribu guru yang sudah berkualifikasi D-4 dan S-1 wajib ikut ujian sertifikasi.

Yang menjadi tantangan, apabila tiga kali tidak lulus uji sertifikasi, mereka bisa dipindahkan ke bagian administrasi. "Peraturan pemerintah mengenai sertifkiasi guru ini bakal keluar paling lambat akhir bulan Agustus. Rangkaian prosesnya adalah menyampaikan draf departemen ke DPR, kemudian menunggu hasil kesepakatan forum, baik dari pemerintah daerah, perguruan tinggi, mapun asosiasi guru." Ujar Fasli Jalal, Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan), di Jakarta.

Menurut Fasli, hal itu merupakan amant Sidang Komisi III Rakornas tentang Revitalisasi Pendidikan Pekan lalu. Muhammad Surya, praktisi pendidikan yang juga anggota komisi III rakornas itu, menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan uji sertifikasi pendidikan.

"Yakni, pendidikan yang dimilkii guru, pengalaman yang diperoleh, keahlian, tempat tugas, jenjang pendidikan, satuan pendidikan, dan lolasi," jelas Surya. Namun, pertimbangan utama pemberlakukan uji sertifikasi itu adalah kompetensi dan kualitas guru di Indonesia masih kurang. " Bayangkan saja, temuan Dinas, lebih dari 40 persen guru belum kompeten. Ditambah lagi, hanay 30 persen (sekitar 900 ribu_ guru yang telah menempuh D-4 atau S-1," katanya.

Rencananya, penentuan guru yang harus melalui uji sertifikasi gelobang pertama paling lambat diumumkan November 2006. "Persiapannya paling lambat akhir tahun dan uji sertifikasi bisa dilakukan awal tahun depan," tandasnya. Fasli juga mangatakan bahwa unsur-unsur penilainan meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi social, dan kompetensi kepribadian.

Siapa yang bakal melakukan uji sertifikasi itu? Kendati belum dipastikan, Fasli menyatakan sangat mungkin dilakukan Diknas. "Namun, kalau untuk penguasaan kompetensi professional, kami cenderung menyerahkan ujian tersebut kepada lembaga yang independent dan berkompten." tandasnya. (Sumber Harian Indo Pos - Senin, 21 Agustus 2006)

Berita Selengkapnya !

Sunday, August 20, 2006

Pendidikan Anak RI Kalah dengan Vietnam

Kendati pendidikan anak usia dini (PAUD / Pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun) merupakan masa paling penting bagi perkembangan mental dan intelektual seseorang, partisipasi PAUD di Indonesia masih sangat rendah. Menurut studi UNESCO pada 2005, angka partisipasi PAUD di Indonesia salah satu yang terendah di dunia, yaitu hanya 20 persen.

"Ini bahkan lebih rendah dari pada negara-negara miskin atau tetangga kita. Vietnam, misalnya. Kendati baru pulih dan membangun sejak 1970-an, angka partisipasi PAUD nya mencapai 43 persen," kata Gutama, direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas.

Gutama juga menyatakan bahwa Indonsia tertinggal jauh dari Thailand dan Malaysia. "Thailand mencapai 86 persen, sementara Malaysia bahkan sudah 89 persen. Ini jelas maslah serius karena kualitas SDM kita pada 20 tahun mendatang bakal tertinggal Jauh," katanya.

Untuk itu, PAUD kini menjadi perioritas pending Depdiknas. Buktinya, dalam waktu dekat, Depdiknas bakal meluncurkan Pos PAUD, yang rencananya digabung dengan Posyandu dan dilaksanakan seminggu sekali. "Konsep pelaksanaannya akan dirancang sangat sederhana. Kelompok anak usia 0-2 tahun dinamkan "Pengasuhan Bersama" dengan bimbingan kader PAUD . Waktunya 2-3 jam," jelasnya.

Gutama menyatakan, penggabungan dengan posyandu itu bertujuan agar para orang tua bisa melihat pola-pola pembelajaran anak dari petugas PAUD untuk ditindak-lanjuti di rumah masing-masing. "Sebab, tetap saja, ujung tombak PAUD adalah lingkungan terdekan si anak," ungkapnya.

Apa sebenarnya PAUD itu? "Dari hasil penelitian, diketahui bahwa 50 persen kemampuan mental dan intelektual berkembang saat anak berumur 0-4 tahun," jelas Gutama. Model pendidikan PAUD sebenarnya sementara, yakni hanya memberikan stimulus-stimulus atau rangsang kepada anak. Misalnya mengajak ngobrol dan menunjukkan nama-nama benda serta konsep-konsep.

"Sebenarnya, di penesaan atau perkotaan pada masa lalu, hal seperti ini sudah terjadi. Misalnya, dalam satu rumah tinggal satu keluarga besar. Karena banya orang, otomatis banyak yang mengajak ngobrol atau mengajarinya sesautu ketika orang tuannya pergi," katanya.

Pada masa sekarang, hal itu terjadi sebaliknya. "Banyak keluarga kecil yang tinggal di rumah sendiri-sendiri. Belum lagi, orang tuannya sibuk bekerja. Otomatis, waktu mengajari si anak pun sangat terbatas," paparnya. Untuk itu, target pengembanganPAUD pada tiga tahun mendatang diharapkan mencapai 35 persen (atau sekitar 12,4 juta anak). (Sumber Harian Indo Pos - Ahad, 20 Agustus 2006)

Berita Selengkapnya !

Tren Belajar ala Negeri Gingseng

Tren pendidikan dengan sentuhan budaya khas semakin beragam. Kali ini, citarasa pendidikan khas Korea semakin diminati. Tak hanya berkembang di tingkat sekolah dasar, pola edukasi khas Negeri GIngseng juga merambah hingga tingkat pendidikan sarjana.

Pada awal tahun 2000-an, playgroup (taman bermain) ala Singapura tumbuh bak jamur di musim penghujan. Modernisasi pendidikan yang mengutamakan kecerdasasn dan kreativitas anak menjadi unggulan utama sekolah-sekolah tersebut.

Hal yang sama terjadi pada tempat kursus bahasa Mandarin. Selain memiliki tujuan untuk memoles pada lulusan untuk memilki kemampuan lebih, ini juga dapat meningkatkan persaingan para pencari kerja. Apalagi di Indonesia, perusahaan-perusahaan asal Tiongkok yang mealkukan ekspansi ke negeri ini juga sangat banyak.

Nah, pangkal pokok pola pendidikan yang diusung itu yakni konsep pendidikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) melalui penerapan model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. Menurut Ratna Megawangi, model pendidikan holistic ini adalah pendidikan yang secara eksplisit ditujukan untuk mengembangkan seluruh dimensi manusia. "

Konsep pendidikan ini sudah menjadi tren pembaruan system pendidikan yang dianggap cocok untuk abad ke-21. Reformasi pendidikan Korea juga telah merevisi system pendidiikannya yang sekarang disebut the Seven National Vurriculum. Kurikulum ini mencakup pola pembelajaran yang memberikan kebebasan bagi para guru untuk mengembangkan perencanaan kurikulum.

Yang menarik, Korea juga mengurangi jam mata pelajaran wajib dan menambah mata pelajaran pilihan. Alasannya adalah menghadapi tantangan abad 21 dan mengembangkan kreativitas siswa agar menjadi prioritas tertinggi. Kurikulum pendidikan di Korea sudah sejak lama diubah dari sistem lama (menghafal dan latihan soal –drilling) kea rah yang lebih meningkatkan daya berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah kehidupan.

Sehingga anak-anak SD sudah dapat mempunyai kompetensi bagaimana bisa hidup dengan bijak, cerdas, dan bahagia. Di Jakarta, ada Jakarta International Korean School (JIKS) yang merupakan sekolah Korea terbesar di Indonesia. Lokasinya terletak di Jalan Bina Marga No.24, Ceger, Jakarta Timur. Sekolah berkualitas itu, memang di tujukan untuk mendidik anak-anak Korea yang bertempat tinggal di Jakarta.

Sekolah yang di tujukan untuk anak-anak yang berusia 7-18 tahun itu memiliki program SD, SMP hingga SMA. Murid-muridnya diharuskan mampu berbahasa Korea ataupun Inggris (kecuali SD tingkat I). Hingga saat ini, ada 1.400 murid yang terbagi atas 700 siswa SD, dan 700 terdaftar sebagai siswa SMP dan SMA. Ada 120 guru yang terdiri dari 100 guru tetap. Sekolah modern yang terdiri dari tiga gedung utama itu dilengkapi dengan ruang atau area khusus olahraga dan area bermain. Ada pula 50 ruang kelas utama yang juga termasuk laboratorium bahasa, dan gymnasium. (Sumber Harian Republika - Ahad, 13 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Membantu Anak dengan PR-nya


Ada banyak cara memnatu anak mengerjakan PR di rumah. Berikut beberapa yang terpenting.

  • Pastikan anak mengerjakan PR-nya di tempat yang tenang dengan pencahayaan yang baik.
  • Jauhkan gangguan – baik televisi, radio, maupun orang lalu-lalang – dari tempat belajar anak.
  • Pastikan semua bahan yang dibutuhkan anak seperti kertas, pensil, kamus, lem, tersedia di rumah.
  • Bantu pengaturan waktu anak.
  • Tetapkan waktu mengerjakan PR setiap harinya berdasarkan kesepakatan dengan anak. Jangan izinkan ia meninggalkan pekerjaannya sebelum selesai.
  • Bersikaplah positif terhadap PR. Katakan pada anak betapa pentingnya sekolah. Ungakapan sikap Anda tentang PR akan berpengaruh pada anak.
  • Jika anak mita bantuan, berikan bimbingan bukan jawaban. Memberikan jawaban berarti anak tak akan mempelajari materinya.
  • Bekerja sama dengan guru. Itu menunjukkan pada anak bahwa sekolah dan rumah adalah suatu kesatuan. Ikuti petunjuk yang diberikan guru.
  • Selalu menglengkapi diri dengan berbagai informasi.
  • Berbicaralah dengan guru. Pastikan Anda mengetahui tujuan PR dan apa aturan di kelas.
  • Perhatikan tanda-tanda kegagalan dan frustasi pada anakl.
  • Pujilah kemajuan yang dicapainya. (Sumber Harian Republika - Ahad, 13 Agustus 2006)

Berita Selengkapnya !

Berikan Pesan Positif tentang PR

Seberapa jauh Anda tahu manfaat pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru bagi anak? Ya, PR memberi banyak manfaat anak. Selain bisa meningkatkan ingatan dari pemahaman anak terhadap pelajaran di sekolah, PR bisa mengembangkan keterampilan belajar. "Keterampilan ini akan terasa niainya saat mereka meninggakan bangku sekolah," kata Vincent lannelli, penulis The Everything Father's Firs Year Book.

Lewat PR, anak bisa tahu bahwa belajar bisa langsung di mana saja. Tak hanya di kertas. PR juga memberikan manfaat yang bersifat umum. Yakni, mengajarkan sikap positif seperti kemandirian dan tanggung jawab. Tapi, PR jka tidak diberikan dan dipantau secara baik bisa memberi pengaruh negatif pada anak. Bila diberikan terlalu banyak, PR bisa merempas waktu bermain anak dan kesempatannya untuk mengembangkan keterapilan social. Pembuatan PR tanpa bimbingan dan pengawasan yang baik, bisa juga memerosotkan kebiasaan menyalin pekerjaan teman atau minta dikerjakan oleh orang lain.

Menurut dosen kedokteran anak di UT Southwestern Medical Center di Dallas ini, ada jumlah waktu paling efektif mengerjakan PR berdasarkan tingkat pendidikan. Sampai dengan kelas dua SD, paling efektif seorang anak mengerjakan PR tak lebih dari 20 menit setiap harinya. Dan kelas tiga hingga enam SD, anak-anak bisa memanfaatkan waktu mengerjakan PR-nya secara optimal sekitar 30-60 menit perhari. Jumlah pemanfaatan waktu itu meningkat dengan bertambah tinggi jenjang pendidikan anak. Dan, lamanyapun berbeda tiap harinya.

Riset menunjukkan keterlibatan orang tua bisa memberikan dampak positif dan negatif. Keterlibatan orang tua bisa mempercepat anak memahami pelajaran. "Bisa memberikan kesempatan untuk mengekspresikan sikap positif tentang nilain keberhasilan di sekolah," katanya. Tapi ada saatnya keterlibatan orang tua justru mengganggu. Di tingkat sederhana, orang tua bisa membingungkan anak bila mereka menggunakan teknik pengajaran yang berbeda.

Keterlibatan orang tua, kata Lannelli bisa menjadi campur tangan orang tua di saat mereka menyelesaikan tugas yang bisa dilakukan sendiri oleh anak. "PR ditujukan untuk dikerjakan oleh anak Anda, bukan Anda," ujar Iannelli. Terlalu banyak campur tangan orang tua akan menghambat anak menimba dampak positifnya. Yakni, kemandirian anak dan keterampilan belajar seumur hidupnya. Yang menerik, Iannelli menyarankan para orang tua dengan anak yang masih kecil untuk melakukan kegiatan sama saat anak membuat PR. Bila anak membaca, orang tua juga membaca. Bila anak membuat PR matematika, ibu misalnya, menghitung pengeluaran belanja hari itu. "Tunjukkan bahwa keterampilan yang dipelajarinya berhubungan dengan yang Anda lakukan sebagai orang dewasa," katanya.
(Sumber Harian Republika - Ahad, 13 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Cinta Tanah Air

Punyakah kita rasa cinta pada tanah air ini? Dalam bentuk apa kecintaan itu kita tunjukkan? Punyakah kita rasa memiliki pada bangsa ini? Dalam bentuk apa rasa memiliki itu kita wujudkan? Sudahkah kita berbuat kebaikan untuk negeri ini? Sejauh mana kebiakan itu kita lakukan?

Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat reflektif ini rasanya tepat untuk kita ajukan sekarang. Ketika bangsa ini memperingati hari kemerdekaan. Sebab, tidak tertutup kemungkinan kita yang lahir dan hidup di negeri ini tidak memiliki rasa cinta, tidak punya rasa memilki, dan tidak pernah berbuat apa-apa untuk republik ini.

Dalam Islam, cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Ini menunjukkan betapa kecintaan kepada tanah air merupakan sesuatu yang sangat penting. Dan, seharusnya semua penduduk di negeri ini memilki rasa tersebut.

Namun, fakta yang kita saksikan bicara lain. Sesuatu yang penting ini ternyata tidak dianggap penting. Tanah air ini menjadi rumah yang tak bertuan. Para penghuninya berebut untuk menjarah dan memporak-porandakan.

Pemimpin yang seharusnya menebar kebaikan malah mengumbar keburukan. Agamawan yang seharusnya menyampaikan kebenaran malah menyembunyikan kebenaran. Ilmuwan yang seharusnya menebar pencerahan malah menyuguhkan kegelapan.

Aparat keamanan yang seharusnya menebar ketenteraman malah menebar ketakutan. Hakim yang seharusnya menebar keadilan malah menyuburkan ketidak-adilan. Pengusaha yang seharusnya menebar kemakmuran malah melahirkan malapetaka.

Penggambaran seperti itu mungkin terlalu ekstrem. Namun, rasanya kita tidak perlu mengingkarinya. Banyak di antara kita – baik secara sadar maupun tidak – telah melakukannya.

Bila ukuran kecintaan itu hanya dengan memeriahkan HUT kemerdekaan, mungkin di antara kita telah melakukan. Bukankah setiap 17 Agustus kita berlomba-lomba mengelar kegiatan dan membenahi lingkungan kita?

Mewujudkan rasa cita seperti itu tentu tidak dilarang. Tapi, itu nilainya sangat rendah. Sanngat jauh dari substansi cinta tanah air yang sesungguhnya. Tanah air ini hakikatnya rumah kita bersama. Maka, seharusnyalah kita menjaga, memlihara, dan menjadikan sebagai tempat yang nyaman untuk hidup bersama. Rumah ini harus menjadi surga kita bersama. Bukan menjadi surga untuk sebagian dan jadi neraka untuk sebagian yang lain.

Kehancuran dan kesengsaraan yang kita hadapi sering merupakan buah dari apa yang kita lakukan sendiri. Hujan yang seharusnya menjadi berkah malah menjadi bencana. Ini terjadi karena sebagian di antara kita begitu liar membabati hutan.

Dengan kesuburan tanah dan kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, bangsa ini seharusnya hidup dalam kecukupan materi. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya. Bangsa ini menjadi bangsa yang miskin dan menjadi peminta-minta.

Kekayaan alam diekspoitasi dengan tidak ada rasa tanggung-jawab. Warga Sidoarjo yang seharusnya menikmati kemakmuran karena alamnya malah ahrus kehilangan rumah akibat tertumbun Lumpur. Sungguh ironis ! Ini hanya gambaran kecil, imbas dari wujud ketidak-cintaan kita kepada tanah air ini. Akankah kita terus melakukannya?

Berita Selengkapnya !

Thursday, August 17, 2006

Mempertegas Identitas Bangsa

17 Agustus 2006, bangsa Indonesia merayakan ke-61 hari kemerdekaan. Sebuah usia yang tidak bisa dikatakan lagi muda sebagai bangsa. Sebuah usia kematangan bahwa pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan hukum seharusnya sudah mapan. Beberapa negara tetangga yang merdeka setelah Indonesia telah menunjukkan kemajuan berarti dalam berbagai bidang kehidupan. Bagaimana kita, salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia? Sudahkah kemajuan di berbagai bidang itu dicapai?

Tak sulit menjawab pertanyaan tersebut. Kita tidak perlu malu untuk mengakui selama 61 tahun itu tidak banyak kemajuan berarti yang telah kita capai. Bahkan, ada kecenderungan untuk mundur. Di bidang ekonomi, kita lihat ada kesenjangan yang terlelu lebar antara kelompok the have dan the have not, sedangkan lapisan ekonomi kelas menengah tidak cukup besar untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Ada sebagian penduduk yang kekayaannya ratusan miliar, bahkan triliunan. Namun, banyak juga warga bangsa yang masih kesulitan untuk mencari makan sehari-hari.

Di bidang hukum, kita melihat ada proses penegakan hukum yang lebih baik, khususnya dalam penanganan kasus korupsi. Namun, tatap saja itu seperti puncak gunung es, yang diberantas hanya di permukaan. Sedangkan kejahatan korupsi telah mewabah di semua lini. Dan, akhirnya masyarakat kecil - yang merupakan kelompok sosial terbesar – yang menjadi korban perilaku korup tersebut.

Di bidang politik, kita melihat euphoria kebebasan terasa di mana-mana. Itu menggembirakan krena selam 32 tahun, saat Orde Baru berkuasa, tak mudah mendapatkan kebebasan seperti tadi. Namun, kebebasan yang terjadi saat ini adalah kebebasan yang kebablasan. Masyarakat menjadi tidak terkontrol, tak patuh hukum, dan arogan di tengah impitan kesusahan dan kemiskinan.

Bidang-bidang lain, seperti pendidikan dan kesehatan, juga menghadapi problem yang sama, masalah yang sistematis, yang hingga kini masih dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan taktis an sich, bukan strategis.

Akan ke mana bangsa ini ke depan? Inilah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sebab, selama tidak ada strong government yang tegas dan bersih, akan sulit membawa Indonesia segera keluar dari segala krisis di setiap aspek kehidupan.

Kita tentu iri melihat Singapura dan Malaysia. Dua negara bekas kloni Inggris itu sudah jauh meninggalkan kita. Pemerintah di kedua negara tersebut kuat, berwibawa, dan dihormati rakyatnya. Singapura sudah melesat menjadi negara maju di tengah keterbatasan sumber daya alam dan luas wilayah. Sementara itu, Malaysia pelan, tapi pasti mulai lepas dari kategori Negara berkembang dan siap menjadi salah satu negara maju di Asia.

Yang sulit adalah dari mana kita harus mulai memperbaiki diri. Ketika proses politik masih kental mewarnai penegak hukum, aka sangat sulit untuk mencapai Negara hukum yang kuat. Ketika penegakan hukum lemah, sulit mengharapkan ada kemajuan cepat di bidang-bidang kehidupan lain.

Peringatan hari kemerdekaan bisa menjadi momen untuk merefleksikan diri. Apa yang sudah dicapai bangsa ini, pantaskah kondisi negara yang lebih setengah abad merdeka masih seperti ini. Pertanyaaan-pertanyaan besar itu hanya bisa dijawab dengan satu tekad bahwa Indonesia harus merdeka, benar-benar merdeka secara social, politik, dan ekonomi.
Berita Selengkapnya !

Tuesday, August 15, 2006

Tahun 2007, Gaji Guru Naik 100 Persen

Gaji guru swasta dan negeri akan dinaikan dengan menambah tunjangan profesi sebesar gaji yang didapatkan bila sudah lulus uji sertifikasi. Targetnya di tahun 2007, kenaikan ini sudah dilaksanakan.

"Kenaikan ini sebagai penghargaan atas profesional mereka," kata Direktur Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal, seperti dikutip Tempo Interaktif.

Menurut Fasli, kenaikan gaji ini dilakukan secara bertahap dengan prioritas utama adalah para guru yang sudah sarjana atau diploma IV yang jumlahnya saat ini sekitar 900 ribu guru. Sementara sekitar 1,8 juta guru yang belum sarjana harus bersabar dengan menyelesaikan sarjananya agar bisa ikut uji sertifikasi.

Hal ini berkaitan dengan program pemerintah untuk melakukan uji sertifikasi yang bertujuan meningkatkan profesionalitas para guru. Dan tercantum di peraturan pemerintah yang akhir bulan ini sudah ditanda-tangani, Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia.

Hingga 10 tahun ke depan semua guru sudah berstatus professional dan mendapatkan gaji yang layak. "Pemerintah selanjutnya sudah menikmati guru yang professional dari program ini," katanya.

Uji sertifikasi ini dilakukan meliputi kompetensi pedagogi kompetensi professional kmpetensi social dan kompetensi kepribadian. Dan dilakukan setiap tahun oleh Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan yang sudah ditunjuk pemerintah melalui seleksi yang ketat.
(Sumber Tanggerang Tribun, Senin, 14 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Friday, August 11, 2006

Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan

Kendati angka kelulusan dalam Ujian Nasional masih menjadi kontroversi, Wakil Presiden Jusuf Kalla tetap ingin menaikkan angka kelulusan pada pada UN mendatang. Menurut dia, angka itu harus tetap dikerek naik untuk memupus pembodohan nasional yang terjadi selama ini.

Di masa lalu, kata Wapres, pembodohan nasional itu terjadi dalam penentuan kelulusan dan kenaikan kelas. Menurut dia, ada sebua "desain resmi" untuk menjadikan siswa sekolah luar di luar Jawa lebih bodoh dari siswa di Jawa, tapi dibuat seolah-olah sama pintar.

Wapres mencontohkan, di masa lalu jika angka kelulusan di DKI Jakarta dipatok enam, maka angka kelulusan di luar Jawa didongkrak naik. Kelulusan di luar Jawa, kata dia sebenarnya empat. Tapi secara sengaja didongkrak dua poin sehingga seolah sama-sama enam.

"Artinya terdesaiin secara resmi bahwa Anda di daerah harus lebih bodoh, dan boleh lebih bodoh dari pada di DKI. Di sini terjadi pembodohan-pembodohan," kata Wapres pada acara Rakornas Revitalisasi Pendidikan di Jakarta, kemarin (8/8).

Wapres masih melanjutkan gugatannya : "Dulu ada perasaan di Jawa semua pintar. Tapi kan di Jawa tak semua tinggal di Cikini dan tak semua sekolahnya baik. Kenapa mesti dibedakan dengan di Ambon dan NTT?"

Dampak dari desain itu, kata Wapres, muncul kesulitan-kesulitan bagi siswa-siswi dari luar Jawa untuk masuk perguruan tinggi favorit seperti Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Perguruan tinggi favorit itu kemudian lebih banyak dinikmati siswa-siswi di Jawa.

Kata Wapres, gejala itu terjadi hingga di Akademi Militer dan Akademi Kepolisian. "Sekarang ini sulit mencari jenderal dari Timur, seperti Ambon, Papua," ujarnya. Padahal, kata dia, pembedaan-pembedaan itu tak kontributif bagi keutuhan Negara Kesatuan RI.

Karena itulah, Wapress mengatakan pemerintah sekarang mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan UN sebagai cambuk meningkatkan kualitas SDM. "Kenapa (digelar) Ujian Nasional? Krena pemerintah harus punya standar nasional. Negara harus punya standar," tandasnya.

Dulu, tutur Wapres, semua murid diluluskan dan dinaikkan kelas. Akibatnya, murid malas belajar. "Hentikan itu semua. Kita harus tegas dalam pendidikan. Yang lulus, yaa lulus. Yang nggak lulus yaa nggak lulus. Kalau tidak kita akan kalah terus," ujarnya.

Dibanding angka kelulusan di Indonesia yang saat ini baru 4,5 Wapres mengatakan Indonesia ketinggalan disbanding Negara tetangga terdekat sekalipun. Malaysia kata dia, mematok angka enam. Sedangkan Singapura, berani mematok angka delapan.

"Seperti orang lompat tinggi, kita selama sekian puluh tahun menurunkan galah kalau ada yang tak bisa lompat. Di Singapura, galahnya yang dinaikkan terus pelan-pelan," kata Wapres sambil memperagakan tangannya naik turun.

Angka kelulusan 4,5, kata Wapress, tak akan diturunkan lagi. Dia berharap dalam waktu dekat angka tiu menjadi lima. "Tahun depan (angka kelulusan SMA menjadi) lima," tandasnya.

Wapres mengaku tak peduli bila kenaikan itu akan membuat banyak siswa kembali tak lulus pada UN mendatang. Dia bahkan mengaku senang melihat siswa yang menangis, merenung, atau stress karena tidak lulus disbanding melihat anak-anak yang mencorat-coret pakaian karena diluluskan secara mudah.

Tangisan, renungan, atau stress sisya yang tak lulus, kata Wapres, merupakan pertanda baik. "Itu cahaya masa depan bahwa dia akan belajar," ujarnya. (Sumber Harian Republika – Rabu, 9 Agustus 2006).
Berita Selengkapnya !

Nilai Lulus UN Minimum 5

Empat Faktor Penentu Kelulusan

Wakil Presiden Jusuf Kalla mendesak perlunya meningkatkan stander nilai kelulusan tingkat sekolah menengah atas (SMA) menjadi 5 pada tahun 2007. Standar kelulusan 4,5 yang dipatok pemerintah saat ini dinilai masih kurang kompetitif bila dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti Singapura, Malausia, dan Filipina. Ketiga Negara tersebut saat ini sudah menetapkan angak kelulusan SMA mencapai 6.

"Oleh sebab itu, kita harus memperlakukan norma dan prosedur yang sama. Sekarang kita bertahan angkanya dulu. Kalau tahun ini 4,5 saya minta tahun depan 5. Berguguran lagi tidak apa-apa," kata Wapres Kalla saat memberikan pembekalan pada konferensi nasional bertema Revitalisasi pendidikan di Kantor Wapres, kemarin.

Lebih lanjut Wapress mengatakan rendahnya standar angka kelulusan tersebut telah menyebabkan kualitas pendidikan Indonesia tidak kompetitif dengan Negara lain. Akibatnya, Indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia terendah jika dibandingkan dengan negara lain, termasuk dengan negara-negara ASEAN.

Wapres menjelaskan pula bahan ujian bahasa Inggris dan matematika untuk tingkat SMP di Singapura dan Malaysia, ternyata tidak berbeda dengan bahan yang diujikan pada tingkat SMA di Indonesia.

"Jadi artinya kita ketinggalan tiga tahun dari mereka. Lalu pertanyaannya, kalau indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia rendah, apakah kita semua dilahirkan untuk bodoh. Saya kira tidak," ujar Wapres.

Terkait dengan kondisi tersebut, Wapres meminta ketegasan Menteri Pendidikan Nasional dalam hal kualitas kelulusan. Itu sebabnya, Wapres juga meminta agar tidak ada standar ganda dalam system pendidikan, dengan membedakan perlakukan antara pusat dan daerah.

"Bagaimanapun standar kelulusan harus benar-benar diterapkan secara nasional. Saya juga meminta agar kebiasaan guru di daerah mendongkrak nilai siswa dihapuskan. Kebiasaan itu telah menyebabkan system pendidikan nasional menjadi terpuruk," kata Wapres.

Menurut Wapres, akibat sikap tidak tegas, mengasihani daerah, berdampak akan memperbodoh daerah. "Setiap mengasihi daerah, secara prinsip kita memberikan kebodohan pada daerah. Terjadilah pembodohan nasional."

Oleh sebab itu, tegasnya, pemerintah lebih memilih melihat perolehan angka kelulusan kecil asalkan standar kelulusannya berkualitas tinggi.

Empat Faktor

Dalam kesempatan berbeda Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menjelaskan sampai sekarang penentu kelulusan siswa saat ini hanya melalui ujian nasional (UN). Padahal ada tiga indicator lain yang harus dilalui oleh siswa agar lulus dari sekolah menegah atas.

Adapun tiga prasyarat lain selain UN adalah pertama, mengikuti seluruh proses belajar dan indicator jumlah kehadiran. Kedua, nilai siswa dalam pelajaran harus mengandung muatan afeksi seperti seni, olahraga, moral, dan agama. Ketiga, nilai ujian siswa dalam ujian sekolah yang mengujikan mata pelajaran selain UN.

"Ketiga ujian itu ditentukan sekolah, kemudian dilengkapi dengan ujian terakhir yaitu UN, yang mencangkup bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Masyarakat tahunya hanya UN. Kita pertanyakan mengapa sekolah tidak mengoptimalkan tiga ujian lainnya," kata Mendiknas dalam pertemuan Forum Editor di Jakarta baru-baru ini.

Mendiknas menjelaskan keempat factor penentu kelulusan ini memilki posisi sederajat. Dengan kat lain meskipun hasil UN bagus, namun siswa sering bolos maka bisa menjadi penentu ketidak-lulusan.

Namun, kenyataannya sekolah-sekolah hanya terpaku pada UN saja. Jika keempat faktor penentu kelulusan itu diaplikasikan, Mendiknas yakin jumlah siswa yang tidak lulus jauh lebih besar daripada jumlah murid SMP dan SMA yang gagal UN. "Sekarang kan yang gagal UN itu 8%, tapi coba kalau semua sistem ujian itu dioptimalkan, saya yakin bisa lebih besar," ujarnya.

Mendiknas menuturkan, hanya satu sekolah di Kalimantan, yang berani memutuskan tidak meluluskan salah satu siswanya yang dianggap tidak disiplin.
(Sumber Harian Media Indonesia –Rabu, 9 Agustus 2006).
Berita Selengkapnya !

Bahasa Inggris akan Dimulai sejak TK

Kurikulumnya Tengah Digodok di Depdiknas

Rendahnya mutu bahasa Inggris yang dikuasai oleh lulusan sekolah di Indonesia mendapat perhatian serius dari Kementrian Pendidikan Nasional. Bahasa Paling popular di dunia itu tengah digodok untuk dalam kurikulum Taman Kanak-Kanak(TK).

Menurut Mendiknas Bambang Sudibyo, siswa pada level TK masih memiliki daya serap yang tinggi dalam mempelajari karakter suatu bahasa. "Pendidikan bahasa Inggris seharusnya bukan Cuma di tingkat SD hingga SMA saja. Lebih baik dimulai sejak usia TK. " kata Bambang kepada wartawan usai penutupan Konvensi Nasional Revitalisasi Pendidikan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, kemarin.

Dikatakan, penggunaan bahasa asing, selain bahasa Inggris juga sangat diperlukan. Seperti halnya, bahasa Mandarin, Spanyol serta bahasa Arab penting disosialisasikan selama tidak mengancam penggunaan bahasa Indonesia. "Pada dasarnya kami mendukung penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di sekolah maupun perguruan tinggi, asal tidak "mencederai" bahasa Indonesia dan meminggirkan bahasa daerah," katanya.
(Sumber Harian Indo Pos – Kamis, 10 Agustus 2006).
Berita Selengkapnya !

Sunday, August 06, 2006

Gelar dari LN Harus Disahkan Depdiknas, Program Online Belum Diakui

Para penyandang gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi luar negeri tampaknya kini harus antre ke Depdiknas. Ini Setelah departemen yang mengurusi pendidikan tersebut menyatakan bahwa gelar ataupun sebutan lain perlu pengesahan dari pihaknya.

"Ditjen Dikti belum mengakui program penyelenggaraan jark jauh secara online. Juga bertebaran tawaran pemberian gelar. Ini harus dibenahi untuk melindungi orang-orang yang benar-benar kompeten dan mendapatkan gelar luar negeri secara benar. Jangan sampai ada yang bergelar S2 dari luar negeri, tapi bahasa Inggris saja ditidak becus", ujar Sunarto, kepala Seksi Penilaian Ijazah Luar Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Kendati bukan suatu kewajiban, Sunarto menyatakan, sebaiknya para pemegang gelar tersebut proaktif mengesahkan gelar yang didapatnya ke Depdiknas. "Ini juga untuk kebaikan si pemegang gelar sendiri. Ketika misalnya digunakan untuk melamar pekerjaan. Gelar yang tertera dalam CV (curriculum vitae) benar-benar terjamin. Perusahaan tak perlu lagi konfirmasi ulang ke universitas luar negeri, karena sudah ada pengesahan dari Depdiknas," paparnya. (Sumber Harian Indo Pos – Ahad, 6 Agustus 2006).
Berita Selengkapnya !

Berebut "kue" Sekolah Ikatan Dinas

Selain perguruan tinggi negeri, sekolah tinggi ikatan dinas menjadi pilihan. Ikatan dinas yang ditawarkan menjadi daya tariknya. Sekolah tinggi yang menawarkan ikatan dinas masih tersu diburu para calon siswa. Sekolah ikatan dinas tidak bisa dipandang sebelah mata karena untuk mendapatkan satu bangku harus bersaing dengan ribuan pendaftar. Pekerjaan yang menjanjikan stelah lulus menjadi daya tarik utamanya. Di Indonesia ada beberapa sekolah tinggi jenis tersebut.

Salah satunya, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Lulus sekolah in dapat langsung bekerja di Departemen Keuangan. Sekolah yang memiliki luas 260.610 m2 ini berlokasi di Bintaro Utama Sektor V, Bintaro Jaya, Pondok Aren, Kab. Tanggerang. Di dalam kompleks STAN, sedikitnya terdapat sepuluh bangunan yang berfungsi sebagai administrasi, ruang pertemuan, ruang kuliah, ruang laboratorium, perpustakaan, poliklinik, koperasi, dan asrama.

Sebelum dipatenkan menjadi STAN, institusi perguruan tinggi di leingkungan Departemen Keuangan itu sudah ada sejak 1959. Misalnya, pada tahun itu tersiarlah institusi bernama Akademi Pajak dan Pabean, Kursus Djabatan Ajun Akuntan (KDAA), dan Kursus Djabatan Pembantu Akuntan (KDPA).

Program yang diselenggarakan khusus diploma bidang keuangan bertujuan menghasilkan tenaga spesialisasi di bidang keuangan. Menurut Direktur STAN Suyono Salamun, tenaga ini mempunyai pengetahuan, keterampilan, kemampuan, serta keahlian professional, dalam rangka memenuhi kebutuhan pegawai pada unit-unit lingkungan Departemen Keuangan. "Dijamin 100% lulusan bisa langsung kerja di unit-unit Departemen Keuangan. Otomatis, mereka langsung menduduki tingkat eselon I," ujarnya.

Selama pendidikan, STAN tidak membenankan uang kuliah kepada mahasiswa. Pendek kata, setelah mengenyam kuliah selama tiga tahun, para lulusan ditempatkan pada unit-unit, seperti Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPbn), Direktorat Jenderal Anggran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat Jenderal Piutang Lelang Negara (DJPLN), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan direktorat vital lainnya.

Selain STAN, sekolah tinggi yang menawarkan ikatan dinas lainnya adalah STT Telkom. Sekolah tinggi ternama ini terletak di kawasan Dayeuh Kolot. Sebuah kawasan yang terletak di Bandung Selatan yang terpencil dan jauh dari kota. Itu kesan yang didapatkan ketika mendapati kampus yang berada di bawah bendera Yayasan Pendidikan Telkom. Tampak kontras jika dibandingkan dengan kampus lain yang cenderung mencari tempat di kawasan yang strategis.

Kendati demikian, antusiasme bersekolah di Telkom cenderung meningkat. Pada 2005 jumlah peminat sebesar 9.980. Tahun ini, jumlahnya meningkat menjadi 12.900 yang sekarang telah terseleksi menjadi 1.140 orang. Perbandingan penerimaan tahun ini 1:10. "Setiap tahun, jumlah peminat selalu bertambah. Tahun ini kami menambah jumalh menjadi 50 kursi," ujar Ketua Panita Seleksi Mahasiswa Baru tahun 2006/2007 Heroe Wijanto kepada SINDO.

Telkom memiliki 133 dosen tetap. Tenaga pengajar ini berasal dari berbagai lembaga pendidikan ternama. Sekitar 50% dari mereka merupakan lulusan ITB. Kini, jumlah seluruh mahasiswa berkisar 4.000 orang. Dengan jumlah ini, satu dosen mendapat porsi 30 mahasiswa. Mahasiswa di suguhkan berbagai jenis fasilitas. Setiap kelas dilengkapi dengan OHP dan Multidimensi Projector. Program Studi Tekni Elektro, Teknik Industri, maupun Teknik Informatika memilki berbagai jenis laboratorium dan bengkel jurusan. Setidaknya, terdapat 24 laboratorium dan bengkel yang terbuka selama 24 jam. (Sumber Harian Seputar Indonesia, – Sabtu, 5 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Kiat Memilih Perguruan Tinggi

Memilih perguruan tinggi swasta gampang-gampang susah. Banyak factor yang harus diperhatikan agar tidak terjebak. Bagaimana kiat memilih perguruan tinggi yang berkualitas?

  • MINAT. Minat, menjadi penentu utama dalam memilih perguruan tinggi. Minat berkaitan dengan program studi yang akan dipilihnya. Bila sudah tahu minat yang ada, Anda akan semakin memudahkan memilih perguruan tinggi.
  • REPUTASI. Reputasi, tidak hanya menyangkut popularitas sebuah perguruan tinggi. Reputasi terkait dengan fasilitas belajar mengajarnya, kualitas lulusannya, dan bagaimana reputasi perguruan tinggi tersebut di kalangan pendidik.
  • AKREDITASI. Akreditasi, adalah status sebuah perguruan tinggi. Ada tiga status, yakni, disamakan, diakui, ataupun terdaftar. Ingat, status ini diberikan untuk program studi yang diselenggarakan dan bukan pada keseluruhan jurusan atau program studi di suatu perguruan tinggi. Status akreditasi ini menentukan kemandirian suatu program studi.
  • BIAYA. Kuliah identik dengan biaya mahal, apalagi kalau kita kuliah di swasta. Nah, sebelum mendaftar, sesuahkan dengan keuangan. Jangan sampai nekat dan droup out di tengah jalan gara-gara urusan biaya. Diskusikan masalah tersebut bersama orang tua.
  • PROSPEK. Saat ini banyak sekali program studi yang ditawarkan oleh perguruan tinggi swasta. Tentu, tidak semuanya menjanjikan prospek pekerjaan yang cerah di masa mendatang. Selain sesuai minat, pilih jurusan yang mempunyai prospek masa depan yang menjanjikan.
  • JENJANG. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah jenjang pendidikan. Pastikan apakah Anda ingin memilih jalur diploma atau strata. Sesuaikan dengan rencana masa depan Anda.
  • FASILITAS. Fasilitas, tidak hanya terkait dengan tampilan fisik. Gedung megah dan ber-AC saja, tidak cukup menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Fasilitas yang harus dilihat, sepertu laboratorim, studio, dan perpustakaan.

    (Sumber Harian Seputar Indonesia, – Sabtu, 5 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Mengukur Kualitas Sebuah PTS

Utomo Dananjaya, Pengamat Pendidikan

Memilih perguruan tinggi swasta (PTS) yang berkualitas tidaklah mudah, begitulah kata Utomo Danajaya kepada SINDO. Ketua Yayasan Universitas Paramadina ini mengatakan, permasalahannya bagus dan tidaknya sebuah perguruan tinggi (PT) itu dilihat dari positioning PT nya di masyarakat, serta pandangan individual terhadap Perguruan Tinggi. Binus, misalnya, perguruan tinggi ini memiliki positioning sebagai PT yang bagus dalam juruan komputer.

Menurut dia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan calon mahasiswa saat memilih PT. "Acuannya adalah Tri Darma Pendidikan," katanya. Pertama, dilihat dari kegiatan Perguruan Tinggi yang menyangkut kegiatan pendidikannya seperti kegiatan perkuliahan, ruang kuliahnya, dan fasilitas pendukungnya. Yang kedua, adalah penelitian atau riset karena dengan riset tersebut akan mendapatkan sesuatu yang baru dari ilmu yang dipelajari mahasiswa. Ketiga, adalah pengabdian pada masyarakat. Ilmu yang telah diperolehnya dikembangkan dan dicoba sebagai salah satu dari fungsi sosialnya.

"Kebanyakan calon mahasiswa sekarang ini masih belum dewasa dalam menentukan PT untuk dirinya," katanya kepada SINDO. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pengarahan-pengarahan dari pihak sekolah maupun orang tua dalam memberikan masukan dan pengertian-pengertian mengenai sekolah di PT. Calon mahasiswa harus mulai memilii kesadaran terhadap tempat cocok dan sesuai untuk melanjutkan sekolahnya diukur dari kemampuan financial keluarganya juga.

PT yang memberikan biaya yang mahal, bagi Utomo, memang bisa menjadi salah satu tolak ukur dari bagusnya PT. PT yang memberikan biaya mahal biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan proses pembelajaran. Tentu proses pembelajaran terkait dengan dosen yang mengajar. Kampus mahal memberikan gaji does lebih baik sehingga kontribusi yang diberikan dosen kepada mahaiswanya pun lebih baik.

Selain itu, mahasiswa juga berhak mengevaluasi dosennya apakah cara pengajarannya baik atau tidak, sering absen atau tidak, dari evaluasi tersebut kampusnya dapat langsung mengambil keputusan apakah terus mempekerjakan dosen tersebut atau tidak.
(Sumber Harian Seputar Indonesia, – Sabtu, 5 Agustus 2006)


Berita Selengkapnya !

Kurikulum Baru Mulai 2009/2010

Seluruh sekolah dari berbagai jenjang pendidikan mulai menerapkan kurikulum buatan sendiri mulai tahun ajaran 2009/2010. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menerbitkan model kurikulum untuk SMA setebal 600 halaman.

"Pemerintah telah melakukan sosialisasi kurikulum baru ini sejak tahun lalu. Ditargetkan proses sosialisasi ini tiga tahun. Bagi sekolah yang sudah siap menggunakan kurikulum buatan sendiri, bisa digunakan pada tahun ajaran 2007/2008," kata Mendiknas, di Jakarta, Jumat (21/07).

Bagi sekolah-sekolah yang telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK 2204) tidak terlalu sulit dalam membuat kurikulum sendiri. "Maka sekolah yang sudah menjalankan KBK 2004, langsung saja diterapkan tahun ini juga kurikulum buatan sendiri," imbaunya.

Sedangkan sekolah yang masih menggunakan kurikulum 1994 bisa memakai kurikulum buatan BSNP, penerapan secara bertahap. Sebagai contoh sekolah yang menerapkan KBK 2004, dalam masa transisi menggunakan kurikulum buatan sendiri, bisa langsung diterapkan dari mulai kelas satu hingga kelas terakhir.

Bagi sekolah yang menggunakan kurikulum 194, dalam masa transisi ke dalam kurikulum baru, menggunakan model bertahap. Caranya, dimulai dari kelas 1 hingga 4 sekolah dasar. Untuk SLTP dimulai kelas VI dan VIII, sedangkan untuk kelas IX belum. Untuk tinggkat SLTA dimulai dari kelas X dan kelas XI, sedangkan kelas XII, pelaksanaannya bisa thun berikutnya.

Dalam kesempatan sama Ketua BSNO Bambang Suhendro menjelaskan, sekolah yang menggunakan KBK 2004 tidak membutuhkan model kurikulum. Hanya cukup dengan pedoman umum pembuatan kurikulum yang sudah diterbitkan BSNP. " Sekitar 15% sampai dengan 20% sekolah yang sudah ada menerapkan KBK 2004. Sekolah-sekolah tersebut bisa langsung menerapkannya."

Sementara itu, Kepala Balitbang Depdiknas Mansyur Ramly menegaskan selama masa transisi kurikulum baru, sekolah masih menggunakan buku pelajaran terbitan 2005, yang telah diujikan kelayakannya oleh BSNP. (Sumber Media Indonesia, – Selasa, 25 Juli 2006)
Berita Selengkapnya !

Sejumlah SD Dimerger, Jumlah Siswanya tidak Mencungkupi

Dinas pendidikan melakukan merger sejumlah sekolah dasar (SD) negeri karena kekurangan murid. Merger itu dilakukan setelah melalui beberapa tahap perbaikan, namun tidak berhasil. Pemerintah DKI Jakarta sedang menginventarisasi data SD negeri yang akan dimerger, sedangkan Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, siap memerger dua SD. "Namun, emngenai data SD yang akan dimerger itu biasanya baru diketahui pada Agustus ini setelah proses pendaftara siswa baru selesai dilaksanakan," kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) DKI Jakarta Sylviana Murni kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. .

Bahkan, merger SD negeri yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bukanlah untuk yang pertama kali. Pada 2005, sebanyak 18 SD yang memiliki murid kurang dari 100 telah dimerger.
Sylviana mengatakan, setelah masing-masing sekolah memberikan rekapitulasi jumlah siswa maka Dikdasmen DKI akan melakukan penilaian. Selanjutnya menentukan SD mana saja yang harus dimerger dengan SD lain.

"Dasar utamanya memang julah siswa. Tapi kita juga perhitungkan lokasi sekolah. Kalau terlalu jauh dari sekolah di sekitarnya, kita juga akan pertimbangkan. Begitu pula dengan lokasi sekolah. Kita harus perhitungkan akan dibagaimanakan lokasi bekas sekolah itu," katanya.

Dia menilai banyaknya sekolah kekurangn murid kemungkinan besar dipicu tingginya kesadaran warga Jakarta mengikuti program keluarga berencana (KB). Selain itu semakin banyaknya sekolah swasta yang menawarkan kualitas juga membuat orang tua memiliki banyak alternative untuk memilih SD untuk anaknya.

Dia juga menegaskan, kebijakan merger sekolah hanya berlaku untuk SD negeri yang jumlahnya saat ini mencapai 2.158 di seluruh Jakarta. Sedangkan untuk SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta justru masih terjadi kekurangan jumlah kursi. Saat ini daya tampung seluruh SMP negeri di Jakarta hanya mencakup 60% dari total lulusan SD setiap tahunnya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan ddan Olah Raga (Disdikpora) Kota Solo juga menyarankan dua SD negeri di Kecamatan Pasar Kliwon yang tidak mampu memenuhi standar pelayanan mutu (SPM) karena minimnya jumlah murid dan guru agar segera melakukan merger.

"Upaya merger kami sarankan karena Disdikpora yang melakukan peninjauan di SDN Joyosuran dan SDN Baturono melihat kduannya sudah tidak mampu lagi menyelenggarakan proses belajar mengajar (PBM) secara baik. Jika diteruskan, kasihan para siswa," kata Kadisdikpora Amsori di Solo, Senin (31/7).

Paket C

Sementara itu, jumlah peserta program paket C atau keseteraan SMA tahun ini meningkat 200% ketimbang 2005. Total peserta mencapai 310.612 siswa dan sebanyak 76% dia antaranya adalah siswa yang gagal dalam ujian nasional (UN).

Direktur Kesetaraan Direktorat Jendral Pendidikan dan Luar Sekolah (PLS) Ela Yuleawati mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (31/7).

Ela menjelaskan tahun ini program paket C diselenggarakan sebanyak dua periode. Pertama diselenggarakan pada Mei 2006, dan diikuti 109.436 siswa. Sedangkan siswa gagal UN mengikuti periode kedua yang akan dimulai Agustus 2006. Sampai saat ini telah terdaftar 201.176 siswa. Sebanyak 176.305 diantaranya mengikuti program IPS dan 24.871 orang belajar di jurusan IPA.

"Di jurusan IPS, yang dulunya berasal dari sekolah formal atau dengan kata lain siswa gagal UN mencapai 65%, sedasngkan di IPA 93%. Jadi hampir 76%, peserta paket C tahun ini adalah siswa gagal UN," kata Ela.

Depdiknas mencatat, tahun ini terjadi peningkatan hampir 400% jika dibandingkan dengan 2005 para peserta paket A, B, dan C. Jika tahun lalu hanya mencapai 150 ribu, pada 2006 mencapai 750 ribu peserta.

Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi mengakui kenaikan jumlah peserta program itu dipicu oleh keputusan pemerintah menghilangkan ujian ulangan bagi peserta UN. Sehingga, mengikuti paket C akhirnya menjadi alternatife siswa SMA tidak lulus.
(Sumber Harian Media Indonesia, – 2 Agustus 2006)



Berita Selengkapnya !

Saturday, August 05, 2006

Hadiah Emas dari Negeri Singa

Di tengah gonjang-ganjing dunia pendidikan nasional, Tim Olimpiade Fisika Indonesia maraih juara umum. Bahkan Jonathan berhasil mengalahkan 380 siswa dari 84 negara dan meraih gelar Absolutely Winner dalam olimpiade fisika terbesar sepanjang sejarah.


Foto kelima anak laki-laki itu terpampang di halaman berbagai surat kabar tanah air. Wajah-wajah cerdas yang sumringah karena mereka berhasil mengharumkan nama bangsa di ajang internasioanl.

Tim Olimpiade Fisika Indonesia mengukir prestasi di Olimpiade Fisika (The International Physics Olympiad) ke-37 yang berlangsung di Singapura pada 8-16 Juli 2006 dengan menyabet empat medali emas dan satu perak.

Seperti diberitakan Kompas, 16 Juli 2006, satu peserta dari Indonesia yaitu Jonathan Pradana Mailoa mendapatkan nilai tertinggi (absolute Winner) dan meraih predikat eksperiment terbaik di antara seluruh peserta dari 84 negara.

Olimpiade Fisika SMA tingkat dunia itu diikuti oleh 386 siswa terbaik dunia dari 84 negara, yang mengikuti perlombaan dengan cara membuat eksperimen fisika serta tiga soal berbentuk esai. Dalam olimpiade tersebut China menjadi pengumpul medali emas terbanyak, yaitu lima emas.

Jumlah medali emas yang dicapai tim Indonesia pada Olimpiade Fisika 2006 di Singapura itu lebih banyak dibandingkan jumlah medali diraih pada olimpiade-olimpiade sebelumnya, yaitu tahun 2005 di Spanyol meraih dua emas dan tahun 2004 di Korea Selatan, juga dua medali emas. Padahal mereka ditargetkan meraih tiga medali emas.

Kelima siswa Indonesia yang berangkat ke Olimpiade Fisika di Singapura itu semuanya mampu meraih medali yaitu emas oleh Jonathan Pradana Mailoa (SMA Kristen 1 Penabur, Jakarta), Pangus (SMA Kristen 3 Penabur, Jakarta), Irwan Ade Putra (SMA Negeri 1 Pekan Baru) dan Andy Octavian Latief (SMA Negeri 1 Pamekasan). Sementara medali perak disumbangkan oleh M. Firmansyah Kasim (SMP Islam Athirah Makassar), yang bertanding melawan peserta dari tingakt SMA.

Sebelumnya, Media Indonesia, 9 Juli 2006, memberitakan tahun lalu Indonesia berhasil meraih dua emas di IPho 2005 di Salamanca, Spanyol, maka tahun ini mereka menargetkan bisa meraih tiga medali emas. Kelima iswa tersebut dipilih melalui seleksi yang sangat ketat dari mulai tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga seleksi nasional.

Pangus dan Irwan merupakan peraih medali emas di Olimpiade Fisika Asia lalu. Pangus juga berhasil meraih penghargaan best experiment dengan nilai eksperimen 19,7 dari maksimum 20 poin. Mereka telah dilatih oleh Ketua TOFI Yonaes Surya dengan menghabiskan waktu sejak Oktober 2005 untuk menyelesaikan soal-soal fisika teori dan soal-soal eksperimen.

Berbagai buku fisika tingkat tinggi dari MIT, Berkeley, Princeton, Moskow, dan India menjadi santapan mereka setiap ari. Ditambah dengan soal-soal Olimpiade Fisika Asia dan ajang internasional seperti Ipho dan Apho, tahun-tahun sebelumnya.

Media Indonesia juga menulis, bahwa selama penyelenggaraan olimpiade, para panitia OFI mengawasi para peserta dengan ketat untuk mastikan tidak adanya komunikasi antar para peserta. Dan, jika ada peserta yang ingin buang air kecil, panitia mendampingi mereka guna menghindari adanya kontak komunikasi via telepon genggam dengan pihak lain.

Sehari sebelumnya, telepon genggam peserta dikumpulkan oleh panitia dan baru dikembalikan setelah uji eksperimen fisika. Selain itu, selama uji teori berlangsung, para wartawan tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan. Para wartawan tidak diperbolehkan mengabil gambar. Hal ini dilakukan agar para peserta tidak terganggu konsentrasinya.

Menurut keterangan resmi dari panitia, olimpiade fisika kali ini merupakan olimpiade fisika terbesar sepanjang sejarah dengan jumlah negara peserta mencapai 85 negara. Sejak dulu, saingan terberat Indonesia adalah China.

Olimpiade fisika adalah ajang lomba fisika antar pelajar terbaik di dunia yang sudah berlangsung sejak tahun 1967. Tiap Negara boleh mengirimkan hanya lima pelajar terbaiknya. Mereka yang berhasil masuk enam persen (%) dari jumlah peserta akan meraih medali emas, 12% berikutnya perak, dan 18% berikutnya lagi perunggu. (Sumber Majalah Berita Indonesia, – 18/ 2006)
Berita Selengkapnya !

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan bagian dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Bidang Pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan layanan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan BOS :

Program BOS adalah progam pemberian bantuan bagi sekolah baik negeri maupun swasta pada tingkat pendidikan dasar dan menengah pertama.

Tujuan dari program ini adalah untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahunyang bermutu.

Sasaran dan Besar Dana BOS :

Besar dana BOS yang diterima oleh sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan :
  1. SD/MI/SDLB/Salafiyah/Sekolah keagamaan non islam setara SD sebesar Rp 235.00.-/siswa/tahun.
  2. SMP/MTs/SMPLB/Salafiyah/sekolah keagamaan non Islam setara SMP sebesar Rp 324.500.-/siswa/tahun.

Partisipasi Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Sekolah yang telah menyatakan menerima BOS harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :

  1. Apakah di sekolah tersebut terdapat siswa miskin, maka sekolah diwajibkan membebaskan iuran seluruh siswa miskin yang ada di sekolah tersebut. Sisa dana BOS (bila masih ada) digunakan untuk mensubsidi siswa lain.
  2. Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa, sehigga dapat mengurangi iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.

Oleh karena dana BOS belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan sekolah, Pemerintah Daerah dan masyarakat yang mampu harus ikut berpasrtisipasi untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.

Penggunaan Dana BOS

Penggunaan dana BOS di sekolah/madrasah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Kepala Sekolah/Dewan Guru dan Komite Sekolah/Madrasah, yang harus didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RAPBS, disamping dana yang diperoleh dari Pemda atau sumber lain (hibah, hasil unit produksi, sumbangan lain, dsb). Khusus untuk pesantren Salafiyah, penggunaan dana BOs didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Penanggung-jawab Program dan Pengasuh Pondok Pesantren dan disetujui oleh Kasi PEKA PONTREN (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) Kantor Departeman Agama Kabupaten / Kota. Kepala Sekolah / Penanggung-jawab Program harus meminta persetujuan dari Kasi PEMBIMAS (Pembimbingan Masyarakat) Departemen Agama Kabupaten / Kota.

A. Dana BOS digunakan untuk :

  1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka Penerimaan Siswa Baru : biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang.
  2. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.
  3. Pembelian bahan-bahan habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan Koran, gula, kopi dan tehn untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
  4. Pembiayaan kegiatan kesiswaan : Program remedial, program pengayaan, olah raga, keseniaan, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya.
  5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umu, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa.
  6. Pengembangan profesi guru : pelatihan, KKG / MGMP dan KKKS / MKKS.
  7. Pembiayaan perawatan sekolah : pengecatan, perbaikan atau bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya.
  8. Pembiayaan langganan daya dan jasa : listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah.
  9. Pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak dibiayai dari pemerintah dan /atau Pemerintah Daerah. Tambahan insentif bagi kesejahteraan guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah.
  10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin.
  11. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah keagamaan non Islam, dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama / pondokan dan membeli peralatan ibadah.
  12. Pembiayaan pengelolaan BOS : ATK, penggandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.
  13. Bila seluruh komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah.

B. Dana BOS tidak boleh digunakan untuk :

  1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
  2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
  3. Membayar bonus, transportasi, atau pakai yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid.
  4. Membangun gedung / ruangan baru.
  5. Membeli bahan / peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
  6. Menanamkan saham.
  7. Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah dan atauPemerintah Daerah, misalnya guru kontrak / guru Bantu dan kelebihan jam mengajar.

Semua pengelola pendidikan dari tingkat pusat sampai tingkat sekolah / madrasah / pondok pesantren Salafiyah di seluruh Indonesia baik dilingkungan Depdiknas maupun Depag agar memahami dan melaksanakan program tersebut dengan sebaik-baiknya. Dimohon agar masyarakat ikut berpartispasi melakukan pengawasan dan melaporkan jika ada indikasi penyelewengan.

Direktur Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Prof. Suyanto, PhD.
NIP. 130 606 377

Direktur Jenderal
Pendidikan Islam
Departemen Agama
H.Jahja Umar, PhD.
NIP. 130 885 522

(Sumber Indopos – Senin, 1 Agustus 2006)

Berita Selengkapnya !

Depdiknas Susun RUU Bahasa

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Bambang Sudibyo, mengatakan Indonesia memerlukan Undang-Undang (UU) Bahasa. UU itu, kata dia, penting untuk melestarikan Bahasa Indonesia yang terancam eksistensinya dalam kancah pergaulan internasional.

"Kehadiran UU Bahasa bisa memfasilitasi bahasa Indonesia menjadi bahasa global," ujar Bambang usai menanda-tangani Komunike Bersama Pemartabatan Bahasa Kebangsaan di Jakarta, Senin (31/7).

Hadir dalam acara itu Menteri Pelajaran Malaysia, Data' Sri Hisammuddin Tun Hussein, dan Menteri Perhubungan Brunei Darussalam, pehin Orang Kaya Seri Kerna Data Seri Setia Haji Awang Abu Bakar Bin Haji Apong.

Pusat Bahasa Depdiknas, ungkap Bambang, telah mengambil inisiatif untuk menyusun naskah akademik RUU Bahasa. Dia mengaku akan segera meminta izin Presiden untuk mengajukan RUU tersebut ke DPR. Dia memperkirakan RUU Bahasa sudah bisa diajukan ke DPR pada tahun 2007 mendatang.

Menurut Mendiknas, selain bisa melindungi bahasa Indonesia, UU Bahasa juga diperlukan untuk melindungi bahasa daerah dari kepunahan. "Saat ini Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang perlu dijaga agar jangan sampai punah" kata Bambang. Dia memastikan UU Bahasa akan memuat sanksi bagi pelanggarnya.

Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia

Dalam acara Penanda-tangan Komunike Pusat Bahasa Depdiknas juga meluncurkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), Menurut Kepala Pusat Bahasa, Dendy Sugono, UKBI merupakan instrument yang diperlukan untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia. Baik untuk penutur Indonesia maupun penutur asing.

"UKBI dikembangkan berdasarkan teori penyususnan tes modern dan telah diujicobakan kepada kepada berbagai lapisan mayarakat dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk sejumlah penutur asing," tutur Dendy.

Menurut Dendy, skor UKBI secara keseluruhan berkorelasi tinggi dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.

UKBI, kata Dendy, sudah diterapkan dalam Ujian Nasional tahun 2005/2006 untuk Sekolah Menengah Kejujuran (SMK). Menurut dia, nantinya UKBI juga bisa digunakan sebagai instrumen penerimaan pegawai dan syarat bagi orang asing yang ingin belajar dan bekerjaa di Indonesia. "Namun hal ini tentunya harus diatur melalui UU Bahasa," katanya.

Pada kesempatan itu Mendiknas juga berkesempatan melakukan telewicara dengan siswa, guru, dosen, nahasiswa, pelaku industri, dan pejabat pemerintah yang berada di Biak, Pekan baru, dan Tanggerang. Saat berbincang dengan Bupati Biak, Mendiknas berharap kabupaten itu bias membuat peraturan daerah (perda) yang mewajibkan semua pejabat mengikuti UKBI.

Komunike

Adapun inti dari Komunike Bersama Pemartabatan Bahasa Kebangsaan, ketiga pemerintahan secara bersama akan menetapkan penggunaan bahasa sesuai kedudukan dan fungsinya baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ketiga pemerintahan aka berupaya mempertinggi kemampuan Bahasa Indonesia/Melayu sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai salah satu bahasa utama dunia. Ketiga pemerintahan juga sepakat untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia/Melayu dalam berbagai lapisan masyarakat.

Menteri Pelajaran Malaysia, Dato' Sri Hishammuddin Tun Hussein, mengatakan penanda-tanganan komunike bersama itu merupakan upaya untuk mempertahankan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Agar bahasa tersebut tak hanya memiliki tempat di dalam Negara dan rantau Asia Tenggara saja, namun juga dikancah global.

"Hari ini kita berkumpul untuk memastikan bahasa yang menjadi identiti, warisan, dan budaya bangsa diperkasakan," katanya. Dia mengingatkan globalisai yang tengah melanda dunia saat ini sangat berpotensi untuk menyebabkan punahnya sebuah bahas. Karena itu, dia menilai komunike ini cukup signifikan untuk melindungi dan memperkuat kedudukan bahasa Melayu dan Indonesia. (Sumber Indopos – Senin, 1 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Mendiknas : Proses Pendidikan di PT Abaikan Karakter

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan proses pendidikan yang berlangsung di perguruan tinggi (PT) saat ini cenderung mengabaikan karakter. „Padahal Karakter merupakan hal yang paling penting dalam menentukan nilai kemanusiaan.“ Kata Mendiknas pada Dialog Kebangsaan I dengan tema Peran Pendidikan dalam Membangun Karakter Bangsa, di Jakarta, Selasa (2/8).

Menurut Mendiknas, nilai kemanusiaan itu meliputi keimanan, ketakwaan, moral, budi pekerti, ektika, kepribadian, kepemimpinan, dan enterpreneurship. Ia menilai pendidikan perguruan tinggi terlalu bias pada profesionalisme. „Seorang biasa profesional, tetapi belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan,“ kata dia.

Ia mengatakan, membangun karakter bangsa sama dengan membangun kemandirian bangsa. Sebab, karakter dapat menciptakan human capital dan social capital.

Berbicara tentang karakter bangsa, kata Bambang, tidak bisa lepas dari kebudayaan. Sebab, kebudayaan merupakan sebuah keutuhan sistemik mulai dari nilai budaya, pandangan hidup, norma, moral, adat istiadat, hukum, perilaku dan ekspresi kebudayan.

Mendiknas menjelaskan, manusia merupakan makhluk yang unik karena tidak ada manusia yang sama, meski kembar sekalipun. „Meski kembar identik sekalipun, mereka memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang unik. Itu ciri khas manusia sebagai subyek,“ kata dia.

Ia mengatakan dalam manajemen pendidikan bukan hanya menekankan pada olah otak saja, tetapi juga menekankan pada olah hati, olah rasa, dan olah raga. Menurut dia, pendidikan oleh rasa menjadi penting karena akan melatih kita menjadi sensitif, apresiasi (menghargai), dan selalu bersyukur. (Sumber Harian Republika – Kamis, 3 Agustus 2006)
Berita Selengkapnya !

Sekolah Masih Bingung Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Menterii Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo menegaskan bahwa KBK (Kurikulum Berbasis Kompentsi) diberlakukan secara bertahap. Diakui, masih banyak sekolah yang masih bingung menyusun kurikulum baru. "Tiap hari saya dapat laporan, banyak sekolah yang belum bisa menggunakan KBK di dalam kurikulumnya. Saya sudah menawarkan solusi untuk mengutip silabus yang dikeluarkan BSPN (Badan Standarisasi Pendidikan Nasional) pekan ini.
Sekolah dapat menerapkan pada kurikulumnya sampai mereka berhasil menemukan yang paling pas khusus untuk sekolahnya." Jelas Bambang dalam Rakornas yang ditelar di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, kemarin (4/7)

Bambang menegaskan, Depdiknas tidak akan memaksa sekolah untuk sepenuhnya menerapkan KBK tahun ini. "Pelaksanaan KBK baerjalan bertahap, tak bisa terburu-buru. Target kita 2010 akhir penerapan." Katanya. (Sumber Harian Indo Pos – Sabtu, 5 Agustus 2006).
Berita Selengkapnya !

Bisnis di Internet