Sunday, February 17, 2008

Meredam Pemanasan Global

Menyambut Konperensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua Bali, 3 - 14 Desember 2007, wartawan MADINA Usman Yatim yang juga Dosen Fikom Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Jakarta, berkunjung ke Ma`had al-Zaytun di Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, 15-16 Nopember 2007. Pesantren ini sangat peduli dengan lingkungan hidup, kawasan yang awalnya gersang dan panas kini telah berganti hijau royo-royo dan sejuk.

Kita kini sedang senang berbicara tentang lingkungan hidup. Kita diingatkan tentang adanya pemanasan global, perubahan iklim yang tidak menentu, dunia yang dikhawatirkan kian menjadi panas, salju di daerah kutub yang mencair, bencana alam yang melanda banyak negara, dan lain sebagainya. Ramainya perbincangan seputar masalah lingkungan hidup itu tidak lain karena 3-14 Desember 2007 akan berlangsung Konperensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua, Denpasar, Bali.

Berbagai kegiatan dilakukan menyambut konferensi tingkat dunia tersebut. Minggu pagi, 11 Nopember 2007, di Jakarta, misalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Ani SBY, para menteri, pejabat tinggi negara, serta masyarakat luas melakukan kegiatan sepeda santai dalam rangka mengurangi polusi kendaraan bermotor. Sementara Titik Puspa dalam rangka merayakan ulangtahunnya yang ke-70, melaksanakan kegiatan penanaman pohon. Intinya, kita semua diajak memanfaatkan momentum konferensi PBB itu untuk peduli pada masalah pemanasan global.

Sekitar duapuluh tahun terakhir konsep pembangunan berwawasan lingkungan sempat dikibarkan sebagai fatwa di bidang perencanaan pembangunan, yang dibicarakan di mana-mana. Kenyataannya apakah pembangunan kita benar-benar sudah berwawasan lingkungan? Apakah kita selama ini, memang sudah atau kurang peduli terhadap lingkungan? Apakah berbagai proyek pembangunan seperti berbagai kawasan baru yang ada di Jakarta dan sekitarnya sudah berwawasan lingkungan?

Jika melihat kehidupan di Jakarta dan kota-kota besar yang ada di tanah air, terasa memang ada keraguan terhadap kepedulian kita kepada lingkungan hidup. Kawasan Kelapa Gading Jakarta yang pembangunannya demikian pesat, ditandai berbagai bangunan menjulang, banyaknya pusat perbelanjaan dan apartemen, serta berbagai perumahan yang ada di sekitarnya, Februari 2007 dilanda banjir besar, bahkan sebagian besar lingkungan di Jakarta dan daerah sekitarnya juga ikut terkena banjir besar. Mana penerapan konsep wawasan lingkungannnya?

Banyak yang menilai, pada akhirnya pembangunan berwasasan lingkungan hanya berhenti pada tataran rencana dan bertumpuk menjadi dokumen yang hancur dimakan usia. Jakarta dan sekitarnya bertumbuh pesat dengan bangunan tetapi memangsa kawasan hijau, mencemari bumi serta sumber airnya sendiri. Sungai menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah terpanjang. Kehijauan hutan kota dan taman-taman kota berganti hutan beton. Taman Monas memang kini terlihat hijau tapi apakah itu sudah cukup? Ketika hujan turun, kita semua cemas-cemas dengan kedatangan banjir yang tidak terduga-duga.

Mari Berkunjung ke Ma`had al-Zaytun

Sesungguhnya, jika kita sejenak melupakan Jakarta dan mencoba melihat ke daerah pelosok, rasa cemas terhadap pemanasan global, kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup, dapat dikurangi atau dilupakan. Setidaknya hal ini, jika kita mau ramai-ramai berkunjung ke Ma`had al-Zaytun, sebuah pesantren yang terletak di Haurgeulis, kabupaten Indramayu, berjarak sekitar 182 km dari arah Jakarta atau 132 km dari arah Cirebon. Di Ma`had al-Zaytun, kita akan dapat melihat adanya sekelompok orang yang sangat peduli dengan lingkungan hidup. Para penghuni Ma`had al-Zaytun dapat membuktikan bahwa lewat sentuhan manusia, lingkungan dapat ditata, dikelola, dikembangkan dan dipelihara sehingga pemanasan global dapat dihadapi, disikapi dengan penuh kearifan.

Wartawan MADINA yang berada di Ma`had al-Zaytun selama dua hari (15-16 Nopember 2007) benar-benar telah melihat langsung suatu pemandangan luar biasa di kawasan pesantren ini. Betapa tidak, Ma`had al-Zaytun kini benar-benar sangat kontras dibanding 8 tahun lalu, saat wartawan MADINA pernah juga berkunjung ke pesantren dengan motto “Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian” ini.

Kini, gedung-gedung megah Ma`had al-Zaytun yang menjulang, tidak lagi begitu kelihatan, seolah telah menghilang. Padahal pada 7 tahun lalu, decak kagum orang-orang yang berkunjung ke pesantren ini muncul terutama ketika mereka melihat bangunan pembelajaran dan asrama santri yang bagaikan jejeran gedung apartemen atau perkantoran seperti halnya di Jakarta. Namun, gedung-gedung tersebut kini tidak lagi terlihat menonjol, terutama dari jauh, karena sudah tertutup oleh banyaknya pepohonan tinggi hijau menjulang, hampir menyamai gedung 5-6 lantai yang ada di Ma`had al-Zaytun.

Tidak tahu, apakah ini agaknya berbagai suara miring yang sempat banyak mengemuka pada awal keberadaan pesantren ini, ikut menghilang atau setidaknya tidak lagi “hiruk pikuk”, seirama dengan keberadaan pesantren yang kini seperti sudah menghutan. Kawasan Ma`had al-Zaytun kini sudah menghijau. Cuaca panas yang dulu sangat dirasakan, kini sudah berganti penuh kesejukan. Dulu pada siang hari, jika berjalan-jalan di kawasan bangunan sekitar 200 ha ini kita harus memakai payung, maka kini tidak lagi perlu. Bahkan, jika ada hujan pun, apalagi jika hanya rintik-rintik, payung seolah tak dibutuhkan karena tetesan air hujan lebih dulu sudah menerpa dedaunan pepohonan. Sedangkan pada malam hari, jika dulu harus mengenakan jaket karena diterpa angin kencang, maka kini tidak lagi perlu karena sudah ditahan oleh rindangnya pepohonan.

Keharmonisan manusia dengan alam dan lingkungannya demikian terasa di Ma`had al-Zaytun. Cobalah perhatikan perhatikan santrinya ketika mereka menuju tempat pembelajaran, ke masjid atau kembali ke asrama masing-masing, mereka berjalan dengan tertibnya. Hal menarik, ketika berjalan di luar rombongan besar, mereka harus berjalan dijalur yang sudah ditentukan.

Jalan-jalan yang ada di kawasan ini semuanya dalam kondisi sangat baik karena memiliki kualiatas cor beton. Para pengguna jalan di sini harus mematuhi tertib berlalulintas, seperti adanya jalur khusus untuk pejalan kaki dan pengendara. Tidak semua jalan boleh dilalui oleh kendaraan bermotor, kecuali mendapat izin khusus untuk tamu. Jalan-jalan di Ma`had al-Zaytun didominasi pejalan kaki dan pengguna sepeda sehingga kawasan ini memang bebas dari pencemaran lingkungan.

Jalan-jalan yang berbeton tersebut tidak berarti kawasan pesantren ini tidak banyak menyerap air, karena di kiri kanan jalan terdapat kawasan yang ditanami pepohonan, seperti pohon jati. Kini jalan-jalan beton dan berbagai bangunan yang ada seolah sudah diselimuti pepohonan. “Kawasan pemukiman yang menghutan” layak disandang Ma`had al-Zaytun.

Sementara jika kita memasuki berbagai bangunan yang ada, kita tidak akan menemukan sama sekali asap rokok. Merokok dilarang sangat keras di Ma`had al-Zaytun karena bagi warga pesantren ini dianggap sebagai cikal bakal seseorang menjadi pecandu narkoba. Larangan tidak pandang bulu, artinya siapapun tidak boleh merokok di kawasan Ma`had al-Zaytun, termasuk para guru dan pimpinannya. Apa boleh buat, “hak asasi” bagi perokok tidak ada di Ma`had al-Zaytun, tetapi yang ada adalah hak asasi bagi setiap orang untuk tidak mendapatkan asap rokok, pencemar lingkungan yang dinilai sangat merusak kesehatan atau bahkan mematikan manusia.

Tampaknya terlalu membesar-besarkan jika kita banyak menilai melalui tulisan tentang lingkungan hidup di Ma`had al-Zaytun. Ada baiknya, kita yang mau tahu banyak tentang melihat contoh bagaimana mewujudkan lingkungan hidup yang siap menghadapi pemanasan global, mau berkunjung sendiri ke pesantren ini. Datang, lihat dan baru nilai sendiri, apakah Ma`had al-Zaytun layak sebagai contoh, laboratorium pengembangan dan pelestarian lingkungan hidup.

Tak salah rasanya, jika Panitia Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim mau melihat Ma`had al-Zaytun dan kemudian mengajak pula peserta juga ikut berkunjung nantinya untuk menunjukkan secara nyata bahwa ada sebagian dari masyarakat Indonesia sudah mampu membuktikan bagaimana menghadapi pemanasan global. Kalau peserta konferensi bertanya apa yang dilakukan Indonesia terhadap upaya ikut mengurangi pemanasan global, kita dapat merujuk ke Ma`had al-Zaytun. Kita boleh mengatakan, akan ada ribuan proyek serupa yang akan dibangun sebagaimana di Ma`had al-Zaytun. Ah, jika ini benar adanya, Indonesia pastilah disebut benar-benar serius telah berbuat bagi upaya mengurangi pemanasan global.

Laboratorium Alam dan Kegiatan Ekonomi Terpadu

Ma’had Al-Zaytun dikenal sebagai pesantren yang dibangun dengan skala besar. Secara fisik, pesantren ini tampaknya sulit untuk dipadankan dengan berbagai pesantren yang ada di Tanah Air. Oleh karena itulah agaknya kenapa muncul berbagai suara miring terhadap Ma’had Al-Zaytun. Syaikh AS Panji Gumilang dan segenap eksponen Ma’had Al-Zaytun menyadari betul akan posisinya dan karena itu mereka cenderung tidak menanggapi, apalagi berpolemik terhadap suara miring yang ditudingkan. Bagi keluarga besar Ma’had Al-Zaytun, berbuat dan berbuat, itulah yang menjadi jawab terhadap berbagai komentar yang ada.

Sikap arif, lebih banyak berbuat daripada berdebat, dari Syaikh AS Panji Gumilang dalam memimpin Ma’had Al-Zaytun tampaknya memang tepat. Kini Ma’had Al-Zaytun dalam kurun waktu belum 10 tahun kiprahnya telah menunjukkan sosoknya sebagai sebuah pesantren terkemuka, terbesar, termodern dan penuh monumental. Sebagaimana ditulis oleh Majalah Tokoh Indonesia, Ma’had Al-Zaytun layak disebut sebagai laboratorium alam dan kegiatan pendidikan dan ekonomi terpadu. Kawasan kampus Ma’had Al-Zaytun merupakan penerapan konsep pendidikan sebagai gula dan ekonomi sebagai semutnya.

Setiap orang bertanya dari mana dana pembangunan Ma’had Al-Zaytun, maka Syaykh AS Panji Gumilang selalu mengatakan dari umat Islam Indonesia. Selain itu didapatkan dari kegiatan ekonomi terpadu yang dilakukan di dalam kampus Ma’had Al-Zaytun sendiri. Artinya, selain kegiatan belajar mengajar, Ma’had Al-Zaytun juga melakukan berbagai upaya dalam rangka menghidupi diri sendiri secara mandiri. Istilah swakelola, swadana yang banyak dibincangkan dalam pengelolaan lembaga pendidikan, sudah secara nyata dipraktikkan di Ma’had Al-Zaytun. Pesantren ini menerapkan manajemen pendidikan yang solid, menggerakkan roda organisasi yang berorientasi masa depan, berpola pikir bisnis dan ekonomi dengan tetap memegang prinsip keislaman.

Pengelola Ma’had Al-Zaytun menyadari bahwa secara finansial untuk memenuhi kebutuhannya tidaklah bisa bergantung sepenuhnya dari uang partisipasi dari wali murid serta sumbangan dari seluruh sahabat. Moto mandiri dan mampu bersaing dengan bangsa lain benar-benar harus dijalankan. Oleh sebab itulah, pesantren ini dibangun dan dikembangkan sebagai sebuah mega proyek laboratorium alam yang sekaligus merupakan kegiatan ekonomi terpadu, yang sudah direncanakan dengan matang.

Ma'had Al-Zaytun, sebagai kampus yang mandiri dan terpadu secara ekonomi, dalam usahanya juga menyediakan sarana dan prasarana pendukung serta menjalankan berbagai industri seperti industri pengolahan susu, industri tahu dan tempe, industri pengolahan pangan, industri pengolahan pakan ternak, pabrik beras, pabrik pengolahan garam beryodium, percetakan, toko serba ada (toserba), kantin umum, warung telepon (wartel), warung pos, barber shop, koperasi, mess karyawan, dan sebagainya. Ma'had Al-Zaytun membangun suatu unit ekonomi terpadu guna keberlangsungan hidup para penghuni dan lingkungan di atas lahan 1200 ha ini.

Sebagai laboratorium alam, pengelola Ma'had Al-Zaytun berprinsip bahwa setiap jengkal lahan harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Tidak ada lahan atau bahkan apapun yang ada di pesantren ini dinilai punya harga, berdayaguna atau dapat dimanfaatkan. Lahan-lahan yang ada dikapling sesuai peruntukan masing-masing. Oleh karena itulah, di sini ada lahan peternakan untuk berbagai jenis hewan, antara lain, domba, sapi potong, sapi perah, unggas, dan termasuk ada hewan peliharaan yang kesemuanya dapat sebagai salah satu sumber penghasilan Ma'had Al-Zaytun.

Lahan peternakan yang dibangun serba modern, dilengkapi dengan bangunan peternakan sapi perah dan sapi potong, kambing perah dan kambing potong, rusa, kuda dan itik, Selain itu ada pula bangunan peternakan untuk karantina, bangunan hatchery untuk pengembangan dan budidaya ikan air tawar, bangunan laboratorium kultur jaringan, bangunan laboratorium embrio transfer dan inseminasi buatan, bangunan pengolahan susu, dan bangunan Pengolahan Pakan Ternak. Boleh dikata aktifitas peternakan ini cukup besar perannya dalam menghidupi penghuni pesantren, bahkan sebagian produksinya dijual ke luar Ma'had Al-Zaytun.

Sementara lahan perkebunan dan pertanian yang kini sebagian menyelimuti bangunan Ma'had Al-Zaytun, ditanami berbagai tanaman komersial, yaitu jati mas, jagung manis, jeruk siam garut, mangga, rumput king grass, serta seluruh jenis tanaman baik tanaman buah maupun tanaman keras dari seluruh propinsi di Indonesia. Pengerjaan aktifitas agrobisnis tersebut di atas, seperti halnya dengan semua aktifitas pembangunan Ma’had Al-Zaytun, secara keseluruhan dilaksanakan oleh tim yang handal, sangat menguasai dalam bidang masing-masing.

Jika pengunjung berada di kantin besar Ma'had Al-Zaytun, melihat apa yang ada, seperti meja-meja terbuat dari kayu jati berjejer rapi dipenuhi oleh para santri, kemudian berbagai makanan lengkap yang tersedia, maka sebagian besar adalah produk pesantren ini sendiri. Meja yang terbuat dari kayu jati yang digunakan di kantin itu merupakan olahan sendiri. Di sana ada industri meubel yang diawaki karyawan yang sudah terlatih dan sekaligus sebagai tempat praktek para santri. Pabrik ini menghasilkan berbagai macam produk mulai dari lemari, meja, kursi, hingga hiasan meja dan dinding. Dari pabrik inilah meja kayu jati yang ada di kantin itu berasal. Pabrik meubel ini pula yang menyuplai berbagai kebutuhan perabotan untuk kelas, asrama, kantor dan sebagainya.

Bila kita memandang ke sekeliling Ma'had Al-Zaytun maka dapat terlihat pohon jati. Pohon-pohon jati ini ditanam setelah melalui serangkaian proses penelitian yang disebut kultur jaringan. Pesantren ini memiliki laboratorium kultur jaringan yang diisi oleh dosen/ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain bibit jati unggul, laboratorium kultur jaringan juga mengembangkan hampir semua tanaman yang ada, termasuk rumput-rumput untuk makanan ternak yang menghasilkan sapi-sapi berkualitas. Malahan rumput-rumputan itu diolah khusus di sebuah bangunan Pengolahan Pakan Ternak untuk mendukung aktifitas peternakan sapi perah dan sapi potong, kambing perah dan kambing potong, rusa, kuda dan itik. Ma’had Al-Zaytun selain memiliki pabrik pengolahan susu, juga lewat aktifitas litbang ternaknya telah berhasil melakukan embrio transfer dan inseminasi buatan.

Proses sama juga terjadi atas ayam goreng, kentang, sayur kacang panjang, pisang, asinan mangga yang dikonsumsi oleh santri itu. Semuanya diternakkan dan ditanam di seputar lahan Ma’had Al-Zaytun yang kemudian diolah sendiri di dapur pengolahan bahan pangan. Berbagai makanan snack dan roti untuk dimakan oleh santri di kala jam istirahat sekolah, sarapan pagi, makan siang dan makan malam untuk seluruh penghuni merupakan produk Ma’had Al-Zaytun.

Kebutuhan beras juga dipenuhi secara mandiri dengan menanam padi di atas lahan Ma`had Al-Zaytun. Kebutuhan beras Ma’had Al-Zaytun rata-rata 4,5 – 5 ton perhari tapi masih surplus antara 12-15 ton per hari yang kemudian dijual ke pasar. Hasil penjualannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, odol, dan sebagainya.

Sejak Awal Sudah Berwawasan Lingkungan

Kondisi hijau royo-royo Ma`had al-Zaytun bukanlah kebetulan dan dibangun dalam waktu seketika. Jauh sebelum pesantren ini dibangun, para pengelolanya yang dipimpin oleh Syaikh AS Panji Gumilang, sudah memikirkan dan merancangnya dengan konsep pembangunan berwawasan lingkungan hidup.

Sebagaimana dinyatakan dalam Majalah al-Zaytun, No 2 Edisi Februari 2000, pesantren ini memandang bahwa kehidupan manusia di alam semesta, berkaitan erat dengan lingkungan, alam, manusia dan apa saja makhluk atau benda yang ada di sekitarnya. Untuk keperluan hidup, manusia dituntut agar lebih arif dan mampu menata bumi dan udara Pemberian Tuhan.

Sehubungan hal itu disebutkan pula bahwa master plan (Rencana Induk) pembangunan komplek Ma`had al-Zaytun mencerminkan sebuah rencana pembangunan yang penuh dengan wawasan lingkungan. Perbandingan antara ruang terbangun untuk sarana pendidikan seluas 200 ha dengan ruang terbuka berupa lahan pendukung yang luasnya mencapai 1000 ha. Hal ini menunjukkan perbandingan sangat ideal, Building Coverage Ratio (BCR) atau perbandingan antara daerah terbangun dengan daerah terbuka mengikuti standar 40 banding 60.

Pembangunan berwawasan lingkungan di Ma`had al-Zaytun bukan lagi sekadar konsep di atas kertas. Ma`had al-Zaytun memberikan porsi ruang terbuka yang sangat cukup bagi terciptanya lingkungan yang selaras dengan alam. Terlebih bila membaca rincian pembangunan lahan pendukung yang digunakan dengan efisien dan produktif, yakni untuk usaha pertanian dan peternakan yang ramah dengan lingkungan. Juga terdapat adanya danau buatan yang antara lain berfungsi sebagai penyeimbang air tanah, satu fungsi yang banyak dilupakan pada pembangunan kawasan baru lainnya.

Lokasi Ma`had al-Zaytun pada awalnya merupakan lahan kering yang tandus. Areal sebelumnya merupakan persawahan tadah hujan yang pada saat “ditemukan” pertama kali tertutup oleh hutan ilalang. Tidak banyak yang melirik kawasan ini pada awalnya. Hal itulah agaknya ketika pengelola Ma`had al-Zaytun yang bernaung pada Yayasan Pesantren Indonesia, dapat mudah membebaskan lahan-lahan yang ada, meski kini tentu saja nilainya menjadi membubung, punya nilai jual tinggi bagi warga yang berada di lingkungan sekitarnya.

Ma`had al-Zaytun harus diakui memang terbukti sudah melangkah ke depan dengan berbuat nyata. Dari semula tanah yang gersang, diciptakan kawasan hijau berupa hutan jati emas, jati genjah, kebun jeruk siam Garut, mangga dan buah-buahan langka khas Timur Tengah, seperti Zaytun, Tin dan Kurma. Setiap tanaman yang tumbuh di areal ini diolah dengan menggunakan pupuk alami dan tanpa pestisida yang berlebihan dengan konsep pertanian organis.

Penghijauan yang secara terus menerus dilakukan di wilayah ini telah mengubah tanah tandus dan gersang menjadi “ijo royo-royo”. Sementara sektor pertanian dan peternakan dikembangkan selaras dengan berbagai industri berbasis pertanian (agroindustri) yang menjadi sektor unggulan untuk mendukung operasional pendidikan. Jika kita meninjau peternakannya, kita akan banyak melihat sapi, kambing dan hewan ternak yang dalam kondisi gemuk, sehat dan terawat baik.

Tak hanya bangunan, kawasan lingkungan hijau dan aneka ternak yang dapat dilihat di Ma`had al-Zaytun. Kita juga dapat menyaksikan danau buatan seluas 7 ha yang difungsikan sebagai peternakan ikan sekaligus menjadi penyeimbang air tanah dan pendukung pengairan persawahan di sekitar Ma`had al-Zaytun. Danau buatan itu patut mengundang decak kagum karena mampu menciptakan pemandangan indah. Selangkah lagi, danau tersebut bakal dikembangkan sebagai tempat rekreasi, baik bagi santri, karyawan beserta keluarga maupun bagi tamu-tamu Ma`had al-Zaytun. Danau itu akan dilengkapi dengan berbagai sarana olahraga air seperti sampan dan dayung. Bahkan dapat pula dibuat lintasan sepeda santai di sekitar danau.

Ma`had al-Zaytun kini tidak lagi dapat dilihat sekadar pesantren dengan konsep terpadu sebagaimana sering dikumandangkan terhadap banyak pembangunan pesantren yang ada di Indonesia. Ma`had al-Zaytun dengan luas 1200 ha, dengan berbagai kelengkapan fasilitasnya, lingkungannya yang hijau dan asri, sangat boleh atau layak sebagai percontohan kawasan pemukiman baru, bahkan kota baru.

Ma`had al-Zaytun kini terus berkembang, seperti semakin terwujudnya universitas, kampus pendidikan yang bernuansa global dan pusat penelitian. Jika nantinya akan terbangun perusahaan-perusahaan, agro industri dan pusat rekreasi, maka kawasan ini sangat layak dijadikan proyek percontohan pembangunan kota baru ideal yang berwawasan lingkungan dengan konsep menuju kota agropolis. ***


Tidak Ada Yang Terbuang di Mahad al-Zaytun

Ma`had al-Zaytun sebagai Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian, sedang dan terus berusaha untuk mewujudkan lingkungannya menjadi kawasan pendidikan pelestarian alam, kawasan lingkungan hidup yang menjamin perlindungan dari kerusakan dan pencemaran sehingga selalu terpelihara dengan baik dan dapat dimanfaatkan bilamana diperlukan.

Ma`had al-Zaytun memiliki keunikan, bukan saja dalam hal pengelolaan pendidikan dan pembangunannya yang berskala besar tetapi juga dalam bidang lingkungan hidup. Salah satu keunikan tersebut adalah tentang prinsip bahwa apapun yang ada di Ma`had al-Zaytun semua dapat didayagunakan sehingga tidak ada yang terbuang.

Jadi, jika kita sedang berada di kantin dan melihat para petugas mengumpulkan sisa-sisa makanan dan menaruhnya di tempat sampah, bukan berarti itu akan dibuang. Begitu pula sampah dedaunan yang berjatuhan, disapu dan dikumpulkan petugas di jalanan atau halaman parkir di Hotel Al Ishlah dan sekitar bangunan lainnya, semuanya bukanlah untuk dibuang, melainkan diolah untuk kemudian kembali digunakan. Bahkan kotoran manusia dan hewan yang ada, termasuk bekas atau sisa barang bangunan, di Ma`had al-Zaytun masih dapat digunakan. Bagaimana dan mengapa demikian?

Patut kita ketahui, usaha pengelolaan lingkungan hidup di Ma`had al-Zaytun yang telah, sedang dan terus dilaksanakan selalu diarahkan terutama kepada pengembangan pertanian, peternakan dan perikanan, serta didukung oleh penyehatan lingkungan yang mencakup pemanfaatan limbah limbah cair dan padat, termasuk kotoran manusia dan hewan. Aktifitas pengawasan penggunaan pestisida, pemeliharaan kesuburan tanah, dan usaha pencegahan pencemaran udara termasuk bagian dari program lingkungan hidup di Ma`had al-Zaytun.

Sedangkan pengembangan peternakan diarahkan untuk mendapatkan hasil yang optimal mulai dari produksi telur, susu, dagung, kulit sampai pada kotorannya. Pengolaan kotoran sapi dan kambing menjadi pupuk tanaman dikerjakan sendiri oleh warga Ma`had al-Zaytun. Malahan diobsesikan, pengolahan pupuk dapat dipadukan dengan proses pembuatan gas, dalam arti kotoran manusia, hewan dan limbah lainnya terlebih dulu dimanfaatkan sebagai sumber energi (gas bio) untuk bahan bakar, kemudian setelah cukup matang dan siap pakai, dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Pengolahan dengan cara ini dinilai sangat efektif karena kotoran tersebut tidak menjadi tempat berkembang biak lalat dan serangga perantara penularan penyakit.

Pada majalah Al Zaytun, No 2 Edisi Februari 2000, disebutkan bahwa pengembangan system budidaya tanaman di Ma`had al-Zaytun diarahkan secara bijaksana dengan memperhatikan kemampuan dan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup serta menggunakan teknologi tepat guna dengan tujuan meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil tanaman. Penghijauan dengan penanaman aneka tanaman yang bermanfaat, di antaranya penanaman pohon jati, penanaman jeruk dan sebagainya adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hidup.

Sementara penggunaan pestisida dilakukan seminimal mungkin untuk pemberantasan hama yang merusak tanaman, selain untuk mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman. Penggunaannya benar-benar harus untuk melindungi tanaman dari serangan organisme penggannggu, dan untuk lainnya yang diatur sebaik-baiknya sehingga bermanfaat dan tidak merusak atau mencemari lingkungan. Pesantren ini meyakini bahwa pada dasarnya, ekosistem yang terkondisi baik akan mampu mendaur ulang kehidupan lingkungan yang ada.

Pemanfaatan limbah, terutama buangan dari dapur bekas cuci dan masakan, dari kamar mandi dan kandang hewan, diantaranya dilakukan untuk menyiram tanaman setelah ditampung, diproses dan terjamin aman dari segi kesehatan. Pembuangan air kotor/limbah, sampah dan kotoran manusia diusahakan tidak mencemari sumber air bersih/minum dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalar, kecoa dan binatang perantara penularan penyakit.

Ma`had al-Zaytun memiliki sejumlah pabrik dalam upaya pengadaan kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana yang ada, seperti batu bata dan terutama mebel. Dalam usaha pemanfaatan kembali serpihan atau potongan bahan kertas, bahan kain, bahan plastic, bahan kaca, bahan karet, besi atau baja, ubin, tegel, keramik dan sebagainya maka dikembangkan pula usaha daur ulang yang dikerjakan sendiri oleh warga Ma`had al-Zaytun.

Limbah setelah dikumpulkan di tempat khusus, diolah sedemikian rupa, hasilnya dimanfaatkan untuk aneka keperluan. Sampah padat seperti sisa buangan makanan/bahan masakan dari dapur dan kantin diolah dan dimanfaatkan sebagai campuran bahan makanan ternak dan atau pupuk tanaman. Upaya itu dilakukan, selain karena bernilai ekonomis dan menunjang pemeliharaan dan pelestarian lingkungan. Hal ini juga melihat nilai pendidikan cinta lingkungan yang dapat dihayati oleh semua anak didik dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.


Penggunaan Air

Air merupakan masalah di mana-mana, termasuk awalnya di Ma`had al-Zaytun. Lahan Ma`had al-Zaytun semula dikenal sebagai daerah tandus, kering krontang di musim panas dan dapat tergenang banjir di musim hujan. Kini kondisinya sudah berubah total karena permasalahan air dapat diatasi dengan pengelolaan sedemikian rupa. Guna mencukupi kebutuhan air dan antisipasi datangnya musim kemarau, Ma'had Al-Zaytun membuat danau buatan/empang yang sekaligus dipergunakan untuk peternakan ikan dan sebagai penyeimbang air tanah yang merupakan pendukung pengairan di lingkungan kampus ini.

Empat buah empang yang berukuran 100 X 100 m2 dengan kedalaman 6 m dan 1 buah danau seluas 7 ha, merupakan jawaban untuk mengatasi permasalahan air di Ma`had Al Zaytun. Waduk Istisqa seluas 1 ha, kedalaman 9 m, berada di sebelah utara Masjid Rahmatan lil 'Alamin berfungsi untuk penampungan air permukaan. Air yang ditampung digunakan untuk kepentingan asrama dan mengairi 30 ha areal yang telah dikonsolidasikan. Saat musim hujan, air yang banyak merupakan berkah yang diserap tanah, akar pepohonan yang ada, serta ditampung dalam waduk buatan. Sedangkan saat kemarau panjang, persediaan air masih tercukupi mengingat simpanannya yang cukup tersedia dari hasil musim penghujan.

Pengawasan air di Ma`had al-Zaytun ditujukan untuk mengendalikan agar penyediaan air bersih/air minum tetap sesuai jumlah yang dibutuhkan, berkualitas memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia dan mikrobiologi). Pada saat ini jumlah air bersih yang dibutuhkan untuk sekitar 10 ribu warga Ma`had al-Zaytun tidak kurang dari 10 liter perdetik, dengan perhitungan untuk keperluan masak, mandi, cuci, minum rata-rata 100 liter perorang/perhari. Untuk mencukupi keperluan itu Ma`had al-Zaytun memanfaatkan sumber air tanah (kedalaman lebih 70 meter) yang memenuhi persyaratan kesehatan air.

Air tanah menjadi pilihan utama karena keadaan geologi cukup bak dan air yang diperoleh sudah bersih atau tidak memerlukan pengolhan lebih lanjut. Namun, mengingat kebutuhan yang selalu meningkat, Ma`had al-Zaytun melakukan langkah pengendalian dengan mengembangkan teknik penjernihan atau penyehatan air. Misalnya, air-air yang disalurkan ke kamar-kamar santri untuk kebutuhan minum, menggunakan alat penyaring air dengan kualitas siap minum. Selain itu usaha penghematan penggunaan air juga dilakukan, seperti para santri dilarang melakukan kegiatan pencucian pakaian di kamar masing-masing.

Keberhasilan Ma`had al-Zaytun dalam pengembangan dan pengelolaan lingkungan tidak lepas dari tekad, semangat dan komitmen para eksponennya. Ma`had al-Zaytun membangun dan mengembangkan prilaku warganya untuk benar-benar mengerti, menghayati dan mengamalkan makna cinta lingkungan. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya atau dilarang keras membuang sampah sembarangan, sudah menjadi tradisi di Ma`had al-Zaytun. Begitu pula larangan merokok, tidak menginjak rumput sembarangan, bahkan larangan memetik daun atau ranting pepohonan, merupakan peraturan yang tidak boleh dilanggar di kawasan Ma`had al-Zaytun.


Berkembang Dengan Semangat Kemandirian

Ma’had Al-Zaytun mulai dibangun pada 13 Agustus 1996 oleh Yayasan Pesantren Indonesia. Aktifitas pendidikan diresmikan oleh Presiden Habibie 27 Agustus 1999. Pesantren ini dibangun dan berkembang dengan semangat kemandirian atau entrepreneurship, serta dipadukan dengan sistem modern. Sedangkan Yayasan Pesantren Indonesia sendiri digagas pada 1 Juni 1993, bertepatan dengan Idul Adlha, 10 Dzu Al-Hijjah 1413 H dengan akta pendirian 25 Januari 1994 No.61 oleh notaris Ny. Ii Rokayah Sulaeman SH,

Prinsip dan spirit para pengelola yang dipimpin Syaikh AS Panji Gumilang adalah mendidik dan membangun secara mandiri semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Sementara nilai-nilai modern dimaksud adalah: pertama, bergerak berdasar ilmu; kedua, program oriented; ketiga, kenal prosedur; keempat, mempunyai organisasi yang tegas/kuat; kelima, mempunyai etos kerja yang tinggi dan mempunyai disiplin yang ketat dan tegas.

Adapun tujuannya tidak lain sebagai upaya ikut mencerdaskan bangsa, mewujudkan semua warganya menjadi cerdas, menjadi bangsa yang bajik dan bijak. “Bajik dan bijak dalam arti bangsa yang suka terhadap kebenaran, juga bangsa yang mampu menghormati orang lain, bangsa yang sanggup secara mendalam menghormati apa yang dinamakan kemanusiaan,” kata Syaikh AS Panji Gumilang.

Selain itu bertujuan mempersiapkan peserta didiknya untuk beraqidah yang kokoh kuat terhadap Allah dan Syari’at-Nya, menyatu di dalam tauhid, berakhlaq al-karimah, berilmu pengetahuan luas dan berketerampilan tinggi (menguasai science & technology dengan segala perkembangannya) yang tersimpul dalam ‘basthotan fil ‘ilmi wal jismi’.

Dalam konsep Syaykh Abdussalam Panji Gumilang, pendidikan itu haruslah mengekspos segala kegiatan umat manusia, baik itu ekonomi, energi, environment dan lain-lain. Menurutnya, Indonesia harus masuk dalam zone of peace and democracy jika ingin menjadi negara yang beradab dan bermoral di muka bumi ini bersama-sama dengan negara-negara lain.

Ma’had Al-Zaytun kini sudah menampakkan diri sebagai sebuah model pondok pesantren modern, berskala internasional. Sebuah kampus peradaban terpadu, pesantren spirit but modern system, yang diharapkan bisa mempersiapkan peserta didik agar sanggup, siap dan mampu untuk hidup secara dinamis di lingkungan negara bangsanya dan tatanan masyarakat antarbangsa dengan penuh kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi dan ukhrowi.

Ma’had Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Zaytun (Ma’had Al-Zaytun) menyatakan diri sebagai Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian yang yang dapat dibacabagi setiap orang yang datang. Pesantren ini sesungguhnya terbuka untuk dikunjungi semua kalangan baik dari kalangan agama, bangsa, suku maupun golongan.

Ma’had Al-Zaytun dihuni lebih dari 10 ribu orang, terletak di sebuah kawasan yang jauh dari keramaian kota, Desa Mekarjaya, Kecamatan Haurgeulis, Dati II Indramayu, menempati tanah wakaf dari berbagai kalangan Ummat Islam Indonesia, seluas 1.200 hektar, 200 hektar dipergunakan sebagai sentra pendidikan/kawasan Kampus Ma’had Al-Zaytun, sedang sisanya 1.000 hektar dipergunakan sebagai sarana pendukung pembelajaran di berbagai bidang, antara lain, aquakultur/perikanan, hortikultur, industri makanan ternak, unit peternakan, industri kecil dan lain lain.

Suasana yang nyaman, tenang, penuh keakraban dan persahabatan memang dapat dirasakan ketika kita berada di Ma’had Al-Zaytun. Aktivitas para santri, para guru dan para tenaga karyawan di kompleks ini memang terasa seperti kita di kota kecil modern tetapi bernuansa desa. Di antara gedung-gedung yang berdiri kokoh, kita dapat melihat tumbuh suburnya berbagai jenis pohon yang menyejukkan.

Ma’had Al-Zaytun saat ini sudah memiliki 5 gedung pembelajaran 5-6 lantai yang dibangun kokoh dan modern, yaitu Gedung Abu Bakar Al-Shiddiq, Gedung Umar Ibnu Khaththab, Gedung Utsman Ibnu Affan, Gedung Ali bin Abi Thalib, diambil dari nama sahabat Nabi, serta Gedung Jenderal Besar H.M. Soeharto. Sedangkan gedung asramanya adalah Gedung Al-Mushthofa, Gedung Al-Fajr, Gedung An-Nur, Gedung Al-Madani, dan satu Gedung Persahabatan. Direncanakan 12 unit gedung asrama akan dibangun di kampus ini.

Selain gedung pembelajaran dan gedung asrama serta fasilitas pendukungnya, juga ada Gedung Perkuliahan Serba Guna yang diberi nama Gedung Tan Sri Dato’ Ismail Hussein. Gedung ini diperuntukkan bagi perkuliahan Mahasiswa Program Pendidikan Pertanian Terpadu (P3T), Program Pendidikan Teknik Terpadu (P2T2), dan Program Pendidikan Bahasa-Bahasa Terpadu (P2BT) Ma’had Al-Zaytun, serta kantor redaksi Majalah Al-Zaytun.

Setiap gedung pembelajaran diperuntukkan bagi 1.500-1.700 orang santri dan atau mahasiswa, masing masing ruang kelas berukuran 12 x 8 meter persegi untuk 36 santri maksimal, dilengkapi dengan fasilitas pembelajaran modern dan perpustakaan kelas, untuk memudahkan proses pembelajaran, termasuk audio visual aids. Sedangkan pada setiap gedung asrama terdapat 170 ruang berukuran 72 meter persegi yang dihuni oleh 10 orang santri/wati atau mahasiswa, ruangan ini dilengkapi dengan almari pakaian, meja meeting, tempat tidur beserta kasur untuk 10 orang, kamar mandi dan toilet 3 units, perpustakaan kamar berisi buku-buku wajib.

Gedung asrama didukung oleh berbagai fasilitas yang terdiri dari rumah makan, kitchen, dan laundry. Untuk setiap unit asrama memiliki ruang makan dengan kapasitas 2.000 santri makan sekaligus dan sudah dibangun tiga buah ruang makan. Gedung serba guna yang diberi nama Gedung Al-Akbar terdiri dari 2 lantai bangunan. Lantai 1 untuk 3 ruang makan santri yang disatukan dan lantai 2 untuk ruangan serba guna.

Ma’had Al-Zaytun memiliki sarana olahraga seluas 26 ha, terdiri dari 3 blok, dua blok di arena pembelajaran yang masing-masing seluas 6,5 ha, 1 blok di sebelah utara dengan luas lahan 13 ha. Sarana olahraga di arena pembelajaran sebelah timur dilengkapi dengan sebuah lapangan sepak bola lengkap dengan track atletik berstandar internasional yang diberi nama Lapangan Sepak Bola Palagan Agung. Sarana olah raga di arena pembelajaran sebelah barat dilengkapi dengan 6 lapangan sepak bola untuk pelatihan sehari-hari, kemudian lapangan hockey, lapangan basket, dan lapangan volley.

Menurut rencana, Ma’had Al-Zaytun mempersiapkan 24 gedung masing masing 5-6 lantai dengan kontruksi baja yang sangat memadai sehingga mampu bertahan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan, seperti gempa bumi dan lain sebagainya. 12 gedung diperuntukkan untuk asrama santri/mahasiswa, sedang 12 lainnya untuk gedung pembelajaran.

Juga direncanakan pembangunan bertahap gedung Perkhidmatan Kesihatan, berupa hospital di sebelah selatan arena pendidikan dengan luas lantai 22.000 m2. Rumah sakit ini direncanakan sebagai sarana pendukung untuk Fakultas Kedokteran Universitas Al Zaytun yang kini sudah berjalan. Saat ini telah dioperasikan perkhidmatan kesihatan dengan mengambil tempat lantai dasar bangunan pembelajaran Umar Ibnu Khaththab. Berfungsi memberikan pelayanan kesihatan kepada seluruh santri para guru dan civitas Ma’had lainnya serta masyarakat sekitar. Khusus masyarakat di tiga desa yang telah berpartisipasi dalam pengadaan lahan wakaf diberikan konsultasi kesihatan secara cuma-cuma.

Ma’had Al-Zaytun kini memiliki hotel megah yang disebut dengan wisma tamu Al-Ishlah. Bangunan ini ditempatkan di sebelah selatan Masjid Al-Hayat dengan luas lantai 7.600 m2, bangunan lima lantai, dengan 150 kamar tidur tamu dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti; coffee shop, meeting room, dan pendukung lainnya. Al Islah yang dibangun 1 Juli 1999 dan selesai 27 Oktober 2001 ini tidak berbeda dengan suasana hotel-hotel berbintang di kota besar Mulai dari lobi hotel, coffee shop, meeting room sampai restoran didisain sedemikian rupa sehingga sungguh menunjukkan kesan modern yang tertata apik.

Tidak jauh dari wisma tamu ini, berdiri Masjid Al-Hayat yang dibangun di atas tanah seluas 5.000 m2 dengan tiga lantai yang dapat menampung kurang lebih 7.000 jama’ah. Masjid Al-Hayat adalah pusat kegiatan seluruh penghuni Ma’had Al-Zaytun dari subuh sampai dengan Isya’, dan para pengunjung Ma’had Al-Zaytun akan melihat kegiatan sholat berjamaah dan tadarrus Al-quran yang dilakukan oleh seluruh penghuni Ma’had. Masjid ini mulai dibangun 1 Januari 1999 dan selesai Juni 1999.

Ma’had Al-Zaytun kini sedang membangun sebuah masjid besar yang diberi nama “Masjid Rahmatan Lil-Alamin” yang berdiri di atas tanah 6,5 hektar, berlantai 6 (enam), yang dapat menampung 150.000 jama’ah. Masjid yang kini dalam proses perampungan ini nantinya juga akan menjadi bangunan monumental karena kemegahannya bakal menelan biaya kurang lebih 14 Juta dollar Amerika atau Rp 126 milyar lebih. Menurut rencana, setelah Masjid Rahmatan lil ‘Alamin digunakan, Masjid Al-Hayat akan difungsikan untuk perpustakaan Ma’had Al-Zaytun.

Semua bangunan di Ma’had Al-Zaytun, gedung seperti asrama, masjid dan sebagainya, menggunakan konstruksi baja. Khusus untuk keperluan ini Ma’had Al-Zaytun memiliki pabrik pengolahan besi dan beton. Semua proses pengadukan semen, persiapan kerangka bangunan dan sebagainya dikerjakan dan diusahakan secara mandiri di pabrik ini. ***


Kita Peduli Lingkungan Karena Membutuhkannya

“Alam tidak membutuhkan manusia, melainkan manusialah yang membutuhkan alam. Oleh karena itu, manusia yang harus peduli dengan alam. Jika tidak peduli, janganlah salahkan alam. Suatu kebodohan, jika kita menyalahkan alam.” Kata-kata itu terlontar dari mulut Syaikh AS Panji Gumilang, pimpinan utama Ma`had al-Zaytun di Hauergeulis, Indramayu, Jawa Barat, ketika ia memberi wejangan di depan para santri, ustadz, para karyawan dan tamu, selesai shalat Jumat di Masjid Al hayat yang berada dalam ma`had, 16 Nopember lalu.

Syaikh AS Panji Gumilang secara khusus kepada para penghuni Ma`had al-Zaytun berbicara seputar masalah lingkungan hidup. Hanya, asal diketahui, pembicaraan dia tersebut, sama sekali tidak ada kaitan dengan apa yang kini sedang diramaikan tentang seputar climate change atau perubahan iklim, pemanasan global yang beberapa hari lagi bakal dikonferensikan secara internasional di Nusa Dua, Denpasar, Bali.

Panji Gumilang hanya mengatakan tentang mengapa ada bencana alam di mana-mana, banyak orang di Jakarta dan beberapa daerah resah akan banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya. “Harus diingat, jika alam berbuat maka dia dapat saja tidak memberi peringatan terlebih dahulu. Jika bencananya datang, korbannya siapa saja tanpa pandang bulu. Itulah artinya, alam tidak membutuhkan kita tapi kitalah membutuhkan alam,” ucap Syaikh yang kini masih menjadi Ketua Umum Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Menurut Panji Gumilang, manusia merupakan karya ciptaan-Nya yang terbaik secara rohaniah maupun jasmaniah. Manusia ditugasi mengisi bumi dan memakmurkannya, sebagai tempat mulia di alam semesta ini. Manusia adalah bagian dari alam ini. Manusia dan tanah adalah satu, sebab daripadanya manusia diciptakan. Manusia secara jasad adalah makhluk yang lemah, yang selalu bergantung pada belas kasih sang Pencipta. “Bahkan, dalam memanfaatkan alam untuk melayani kebutuhannya, manusia harus melayani alam ini, harus menjaganya, dan mengolahnya untuk mencapai tujuannya,” kata Syaikh.

Mengingat manusia yang membutuhkan alam, ketika hujan mulai banyak turun, Syaikh mengajak seluruh penghuni Ma`had al-Zaytun untuk berbenah, mulai lebih kerja keras memperhatikan lingkungan sekitarnya. Bahkan secara khusus, Syaikh mengajak satu hari penuh kepada para penghuni ma`had, pekan lalu, mengadakan kerja bakti, membersihkan lingkungan, terutama sekitar saluran air. “Ini pekerjaan mahal. Kita akan bekerja 8 jam, jika dihargai perorang Rp 30.000 dan jika yang turun bekerja bakti 5 ribu orang saja, maka nilainya tidak kurang dari Rp 150 juta,” kata Syaikh Panji Gumilang.

Syaikh AS panji Gumilang membicarakan seputar kepedulian manusia terhadap alam dan lingkungan hidup, bukanlah untuk sesekali tetapi merupakan suatu yang rutin. Kapan saja dia berbicara kepada para santri, dewan guru, karyawan, dan siapa saja yang berkaitan dengan Ma`had al-Zaytun maka selalu menyangkut lingkungan hidup. Seolah baginya, manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan. Pemantauan yang dia lakukan terhadap perkembangan pesantren yang disebut terbesar di Asia Tenggara ini, tidak dapat dipisahkan antara manusia, bangunan, dan lingkungan alam sekitar.

Menurut Hatta Harris Rahman, lulusan Ma`had al-Zaytun tahun 2006, saat musim panas Syaikh selalu bicara soal pentingnya keberadaan air. “Kita para santri dilarang keras cuci pakaian di kamar mandi. Setetes air mahal harganya, jadi jangan sembarangan digunakan,” kata Hatta yang kini kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. “Sementara pada musim hujan, Syaikh selalu mengingatkan tentang saluran air yang jangan sampai mampet dan penampung air dalam rangka penyimpanan air yang berguna ketika musim panas,” kata Hatta yang menyebut ruang kelas dan kamar asrama mereka dilombakan dalam rangka menciptakan lingkungan bersih.

Bagi Syaikh, lingkungan hidup benar-benar adalah system kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya. Lingkungan hidup sebagai karunia Allah Swt adalah suatu kebulatan atau satu keseluruhan yang utuh, terdiri dari sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati, dan sumberdaya alam buatan. Sebagai satu system, lingkungan hidup terdiri dari berbagai sub system yang terpadu, saling berhubungan, saling ketergantungan, saling mempengaruhi, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Ma`had al-Zaytun tidak melihat konsep lingkungan hidup dalam tataran teoritis tapi benar-benar dapat dilihat secara nyata. Di pesantren inilah, kita melihat praktiknya bahwa manusia adalah bagian integral dari lingkungan hidup. Manusia di sini dalam memenuhi kebutuhannya selalu berinteraksi dengan sumber daya alam dan sub system lingkungan hidup lainnya. “Kita, manusia sudah sewajarnya terus memelihara lingkungan hidup secara keseluruhan dalam wujud pengelolaan secara baik sesuai dengan kebutuhan generasi sekarang dan masa depan,” kata Syaikh.

Menurut Syaikh AS Panji Gumilang, upaya pembangunan, pengembangan dan pelestarian lingkungan hidup di Ma`had al-Zaytun, semuanya didasari oleh rasa syukur, rasa cinta, rasa memiliki dengan kesadaran sepenuhnya bahwa membangun dan mendidik semata-mata hanya untuk beribadah kepada Tuhan. Lingkungan hidup merupakan rahmat Allah Swt, tidak hanya untuk dimanfaatkan tapi harus dipelihara agar tetap bermanfaat untuk seluruh umat manusia, generasi sekarang dan mendatang. (Usman Yatim)

Sumber : Madina.com
Berita Selengkapnya !

Friday, February 15, 2008

MA’HAD AL-ZAYTUN Meng-Indonesia-kan Anak Bangsa

Bagaimanakah bangsa ini ke depan? Mungkinkah Indonesia akan menjadi Uni Soviet kedua? Atau justru terus terjadi perang etnis seperti tragedi yang menimpa di negara-negara Balkan? Pertanyaan ‘seram’ yang kerap mencuat di sejumlah forum itu agaknya akan terjawab jika Anda sempat berkunjung ke pesantren megah Ma’had Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.

Tragedi Sampit masih segar dalam ingatan kita. Begitupun tragedi Maluku, Poso dan sejumlah daerah lain yang sempat membara. Semua itu meninggalkan duka, kepedihan, bahkan menjadi mimpi buruk bagi hampir setiap orang. Sebab, tak seorang pun dapat mengira bahwa negeri yang aman, damai, dan penuh gegap gempita dalam membangun ini sekonyong-konyong terjadi pertumpahan darah di sejumlah daerah. Ironisnya, musibah beruntun yang menimpa negeri tercinta ini justru tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Belum lagi masalah disintegrasi bangsa yang nyaris merebak di sejumlah daerah. Aceh, misalnya, salah satu provinsi yang kerap bergolak. Daerah yang dijuluki “Serambi Mekah” ini seolah tiada hari tanpa tragedi. Dari teror, penembakan bahkan pengeboman. Provinsi terletak di ujung barat Indonesia itu kini justru menjadi masalah internasional.
Mungkinkah bangsa ini tercerai-berai seperti Uni Soviet pasca perang dingin? Atau terus terjadi perang etnis yang tak pernah berkesudahan lantaran tak ada lagi saling percaya antara sesama anak bangsa? Ataukah pemerintahan di masa lalu salah dalam mengambil kebijakannya sehingga muncul perang saudara?

Terlepas dari mencuatnya sejumlah pertanyaan di atas, ada sisi lain yang cukup menarik untuk disimak dari pesantren paling megah Ma’had Al-Zaytun. Pesantren terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jabar, ini tak hanya menggembleng para santrinya dengan pendidikan moral. Ia bahkan menciptakan suasana harmonis, budaya toleransi serta mengembangkan budaya perdamaian antarsesama santri.
Baik di asrama santri putra maupun di asrama santri putri yang jaraknya berjauhan, semua harus saling menghargai. Misalnya di asrama santri putra, para santri putra yang satu harus akrab dengan santri putra lainnya. Pun di tempat para santri putri itu menginap, sesama santri putri satu dengan lainnya harus saling menghargai.
Yang menarik, mereka – para santri itu - dalam sekamar terdiri dari berbagai suku di Indonesia. Dalam satu kamar yang terdiri dari sepuluh santri putri, misalnya, di dalamnya terdapat sepuluh santri dari sepuluh daerah. Antara lain, mereka dari Jawa, Sunda, Aceh, Batak, Madura, Palembang, Palangkaraya, Makassar, Irian dan daerah lainnya. Ada pula yang dicampur dengan santri dari Malaysia atau Brunai Darussalam.
“Sengaja mereka tidak sekamar dengan teman-teman sedaerahnya, supaya mereka bisa saling mengenal dan menghargai saudara-saudaranya yang dari daerah lain,” kata Syaykh al-Ma’had AS Panji Gumilang, ulama yang memprakarsai pembangunan Ma’had Al-Zaytun, di sela memandu para tamunya di asrama santri putri belum lama ini.
Cara sosialisasi yang dilakukan Ma’had Al-Zaytun agaknya tak salah. Sesuai moto pesantren ini, yakni “Ma’had Al-Zaytun Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian” maka para santrinya pun kelak bisa saling menghormati bahkan mencintai sesama saudaranya yang dari daerah lain. “Dengan cara ini, Ma’had Al-Zaytun mencoba mengindonesiakan anak bangsa,” kata salah seorang pengunjung pesantren termegah di Asia Tenggara ini.
Pesantren yang memiliki luas lahan 1.200 hektar – yang keseluruhannya merupakan tanah wakaf Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) – ini memiliki pemondokan para santri mirip kondominium berlantai lima, masing-masing 22.000 m2 atau 2,2 hektar. Di dalamnya terdapat 170 unit kamar tidur yang cukup luas, dan masing-masing kamar dihuni sepuluh orang santri. Dilengkapi pula tiga kamar mandi berikut tempat tidur beralas kasur, meja belajar dan rak buku bagi para santri. Semoga kelak mereka bisa saling mencintai sesamanya.

Sumber : Gemari.or.id
Berita Selengkapnya !

Siapa pun kagum

Siapa pun yang berkunjung ke Ma'had Al-Zaytun akan merasa kegum. Kegum melihat bangunannya yang menjulang tinggi dan kedisiplinannya yang luar biasa. Pelajar dan guru bahkan pengunjung tidak boleh merokok. "Kawasan ini benar-benar wilayah bebas rokok," ucap Abdullah, salah seorang pengunjung Ma'had Al-Zaytun. Di sepanjang kompleks pondok pesantren bertaraf internasional itu juga dilarang mengendarai mobil atau sepeda motor, kecuali ada izin dari pimpinan Ma'had. Alasannya, "polusi". Sebagai gantinya, para pekerja maupun guru menggunakan sepeda. Sepeda memiliki fungsi ganda, selain ekonomis (tanpa bahan bakar) juga sebagai alat olahraga.

Di dalam lingkungan bebas rokok, tentunya kompleks Al-Zaytun memiliki udara bersih dan nyaman. Di sepanjang sisi kiri dan kanan jalan terlihat pohon-pohon bermanfaat (pohon jati emas, zaitun, tiin, kurma dan lain-lain) dan gedung mewah seperti hotel berbintang.

Inilah sebenarnya pesantren yang sejak diresmikan oleh Prof Dr BJ Habibie (Presiden RI waktu itu) tidak henti-hentinya dikunjungi orang dari berbagai pelosok. Bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga dari 102 negara di dunia. Tidak terbatas hanya untuk umat Islam saja, tetapi juga pemeluk agama lain (Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan lainnya). Semuanya diperlakukan dan dihormati dengan baik, sebagaimana Nabi Muhammad SAW menghormati tamunya meskipun berlainan agama, baik Nasrani maupun Yahudi.

Perlakuan yang sama terhadap pemeluk agama lain -- khususnya di negara Indonesia yang kerap muncul konflik berbau SARA -- terkandung makna yang sangat dalam dan penuh arti. Sehingga misi yang dirajut Pondok Pesantren ini, yakni mengembangkan budaya toleransi semakin bertambah nyata. Sesuai selogan yang terpampang di ruang penerima tamu, "Ma'had Al-Zaytun Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian".

Tak Ditemukan Kesesatan Pada Mahad Al Zaytun

Ketua Tim Peneliti Ma'had Al Zaytun yang juga Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan tidak ditemukan kesesatan pembelajaran di Ma'had Al-Zaytun. Namun pada aspek manajemen dan kepemimpinan Pondok Pesantren tersebut perlu dibenahi lebih baik lagi.

"Secara rinci tim peneliti MUI untuk Al Zaytun tidak menemukan sesuatu yang menjadi wacana yang mengatakan adanya kesesatan dalam ponpes tersebut mengenai aspek pembelajaran di lapangan," tutur Ma'ruf Amin kepada Pelita, Rabu (11/9).

Menurut Ma'ruf Amin, pihaknya tidak menemukan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di dalam ponpes tersebut tentang kesesatan dalam pembelajaran. "Yang ditemukan justru adanya kejanggalan dalam hal aspek manajemen ataupun kepemimpinan dalam ponpes itu. Sejauh ini tim peneliti tidak menemukan adanya tindakan mendoktrinasi para pelajar atau santri untuk masuk paham tertentu."

Ma'ruf Amin mengimbau kepada pengurus Ma'had Al Zaytun menyelesaikan aspek kepemimpinan dan manajemen agar pondok pesantren yang akhir-akhir menjadi pembicaraan masyarakat tetap eksis dan menjadi lembaga pendidikan Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia.

"Al Zaytun sepanjang tidak memiliki masalah yang substansial yang menyangkut ajaran Islam, maka keberadaan lembaga tersebut di Indonesia sah-sah saja," ucapnya lagi.

Adanya wacana tentang permasalahan keberadaan Al Zaytun, lanjut Ma'ruf Amin, terletak pada orang yang mengelola lembaga tersebut dan bukan terletak pada pembelajaran yang menyebutkan adanya aliran yang sesat dalam ponpes tersebut.

"Wajar jika ada orang tua yang khawatir anak mereka belajar di Al Zaytun, tetapi untuk mengembalikan citra Al Zaytun sebagai lembaga pendidikan Islam, maka pihak MUI dalam waktu dekat akan merekomendasikan kepada pihak Al Zaytun tentang sterilisasi Al Zaytun, sehingga orang tua tidak perlu mengkhawatirkan anak mereka untuk belajar di sana," papar Ma'ruf Amin.

Sumber : www.pelita.or.id



Berita Selengkapnya !

Bisnis di Internet